ABC

Menemukan Kebahagiaan Besar dari Rumah Kecil

Gerakan membangun dan tinggal di rumah mungil kian populer di berbagai negara. Tidak hanya rumahnya yang mungil, gaya hidup di dalam rumah ini pun ramah lingkungan dan sederhana.

Hidup Dee Williams terbilang sukses dan bahagia. Ia tinggal di rumah berkamar tidur tiga di Portland, Amerika. Rumahnya memiliki halaman belakang dan dicicil selama 30 tahun.

Namun, suatu hari Ia pingsan di sebuah supermarket, dan segalanya berubah.

‘Saya ini pelari, pemanjat. Saya sangat suka berada di udara terbuka dan saya sangat atletis," cerita Williams, yang bekerja sebagai penulis dan aktivis lingkungan.

"Suatu pagi, saya bangun di ruang ICU rumah sakit. Saya mengalami serangan jantung, dan kemudian didiagnosa gagal jantung kongestif," katanya.

Williams kemudian merasa ragu dengan hidupnya, seperti dengan keharusan bekerja dan terikat KPR 30 tahun. Padahal, ia sebenarnya hanya ingin bersantai dan menikmati hidup. 

Saat duduk di ruang dokter, Williams membaca artikel tentang Jay Shafer, aktivis gerakan rumah mungil, atau tiny house. Ia tertarik melihat rumah Shafer, yang menyerupai rumah pohon yang menjadi impian masa kecilnya.

Williams pun mulai melakukan penelitian lebih lanjut. "Tiba-tiba, semuanya jadi masuk akal. Semua hal sepertinya jadi lebih mudah diatur dan sederhana," katanya, "Saya bisa hidup sesuka saya. Saya tak akan terikat KPR, saya tak akan punya hutang."

Kemudian, ia menemui Shafer untuk belajar cara membangun rumah.

"Saya terkejut melihat penampilannya," cerita Williams, "Ia tidak besar seperti tukang kayu. Ia seorang desainer, seorang seniman. Jadi saya pikir, 'Kalau seorang yang bukan tukang kayu bisa membangun rumah yang begitu indah, mungkin saya juga bisa'."

Williams berhasil membuat rumah kayu mungil, hanya sebesar tempat untuk satu mobil parkir. Ia juga harus menyederhanakan hidupnya dan mengurangi barang. Sekarang, ia hanya punya 305 barang.

"Saya tak punya aliran air, jadi saya mandi, kecuali dengan menggunakan wastafel," jelas Williams, "Saya mandi di tempat kerja, atau di rumah tetangga, atau di gym. Saya tak punya kulkas. Saya menggunakan cooler. Saya sering beli barang yang cepat dikonsumsi. Saya tak punya kolam renang. Saya tak punya meja biliar. Saya mungkin tak bisa memasukkan tong bir ke rumah saya lewat pintu depan."

Ia menambahkan, "Akhirnya, ini semua membantu saya melihat bahwa saya sebenarnya berkecukupan. Saya punya semua hal yang saya butuhkan, dan saya tak kekurangan. Kalaupun saya mengeluh kalau belum mandi, misalnya, itu bagian dari hidup."