ABC

Menarik Hati Wisatawan Australia Dengan Gamelan Jegog

Pariwisata berbasis budaya bisa menjadi jembatan bagi hubungan antar budaya, seperti antar warga Indonesia dan Australia. Berikut tulisan Jane Ahlstrand untuk Australia Plus mengenai sebuah sanggar seni di Jembrana Bali yang banyak dikunjungi oleh turis Australia untuk belajar gamelan.

Semenjak tahun 1970an, liburan ke pulau Bali sudah menjadi gaya hidup untuk sebagaian besar warga Australia. Namun, sampai sekarang tempat yang kerap dikunjungi oleh wisatawan Australia hanya terkonsentrasi di bagaian selatan, termasuk Pantai Kuta, Seminyak, dan Nusa Dua.

Ternyata, di luar kawasan ini ada banyak daerah lain yang juga layak dikunjungi.

Akhir-akhir ini, gerakan “Pariwisata Berbasis Budaya” merupakan salah satu strategi untuk “menggoda” wisatawan keluar dari zona nyaman, dan sekaligus memperluas kreativitas masyarakat Bali.

Menurut Adi Hartawan, seorang seniman muda yang telah berhasil menjalankan program pariwisata berbasis seni budaya di Kabupaten Jembrana, gerakan pariwisata ini dapat membuahkan hasil positif untuk masyarakat lokal serta wisatawan Australia.

(Jembrana terletak 96 km dari ibukota Provinsi Bali, Denpasar)

Pada tahun 2015 Adi bersama dengan I Wayan Gama Astawa mendirikan sebuah sanggar seni karawitan dan tari Bali khas Jembrana yang diberi nama Sanggar Adi Gama.

I Wayan Gama Astawa dan I Made Dwi Adi Hartawan
I Wayan Gama Astawa dan I Made Dwi Adi Hartawan

Foto: Adi Hartawan

Sedikit demi sedikit, mereka membuat sebuah program khusus untuk wisatawan asing yang ingin mengetahui lebih dalam tentang musik khas daerah Kabupaten Jembrana.

Terletak di ujung barat pulau Bali, Kabupaten Jembrana memiliki berbagai macam kebudayaan dan kesenian yang sangat berbeda dengan kabupaten lain di Bali.

Perbedaan ini justru memberikan nuansa yang khas sehingga Jembrana memiliki jati diri sendiri.

Jegog merupakan sebuah alat musik terbuat dari bahan dasar bambu yang menghasilkan suara sangat merdu dan menawan hati.

Menurut Profesor I Nyoman Darma Putra dari Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Udayana, perkembangan industri pariwisata di Jembrana berhubungan dengan erat dengan kesenian jegog.

“Jegog dan pariwisata berhubungan secara resiprokal,” kata Prof. Darma.

“Artinya, jegog lestari dan tumbuh semarak karena pariwisata, pada saat yang sama, pariwisata mendapat jenis hiburan baru dari seni tabuh dan tari berbasis jegog,” imbuhnya.

Gamelan jegog memang merupakan identitas Kabupaten Jembrana samapi banyak wisatawan asing tertarik untuk mempelajari musik jegog ini.

Proses memperkenalkan musik jegog kepada orang asing justru bukan hal yang mudah dan perlu teknik pengajaran khusus yang sangat rinci dan teliti.

“Yang paling utama sebagai guru itu kita harus bersabar untuk mengajar orang yang sama sekali belum pernah memainkan instrumen gamelan,” kata Adi.
“Pertama-tama saya memberikan definisi tentang gamelan jegog kepada mereka, kemudian saya menceritakan sedikit pengalaman saya tentang awal mula mempelajari gamelan ini, supaya mereka lebih tertarik dan nyaman saat berhadapan dengan media jegog,” katanya.

Adi Hartawan bersama beberapa muridnya
Adi Hartawan bersama beberapa muridnya

Foto: Adi Hartawan

Dengan tekun, Adi kemudian memberikan teknik cara memegang panggul, dilanjutkan dengan pengenalan nada dan teknik pukul dari instrumen satu ke yang lainnya.

Akhirnya, muridnya diberikan tabuh atau lagu yang paling mudah supaya bisa menikmati proses penuangan musik dengan jegog.

“Selain teknik, guru juga harus memperhatikan respon dari murid supaya mereka tidak bosan. Saya selalu mengatur waktu untuk istirahat dan untuk belajar, karena jika terus hanya diberikan pelajaran saja, pasti mereka akan jenuh atau kehilangan konsentrasi,” ujarnya.

“Maka dari itu, saya harus mengajak mereka membuat canda tawa seperti kuis dan geguyonan agar mereka relax sebelum mempelajari bagaian berikutnya hingga selesai. Saya juga mengajak mereka untuk mengunjungi tempat wisata seperti air terjun, persawahan, sungai, dan bukit di sekitar sanggar,” imbuhnya.

Menurut Adi, proses pertukaran ilmu ini juga membantu menjalin hubungan antar bangsa yang lebih erat.

“Karena saya tidak hanya memberikan ilmu tentang musik tetapi juga tentang budaya saya. Dari murid saya, saya juga mendapatkan informasi tentang budaya yang mereka miliki,” kata Adi.

“Wisatawan yang datang ke sanggar saya merasa sangat bahagia dan nyaman di sini sampai saat mereka harus pulang, mereka bersedih karena ingin tetap tinggal di hutan di sini,” imbuhnya.

Untuk kedepannya, Adi ingin masyarakat di Jembrana bisa hidup layak dari kegiatan berkesenian.

“Saya ingin kesenian daerah seperti seni jegog Jembrana bisa lebih dikenal sampai ke manca negara, termasuk Australia."

“Saya berharap supaya warga negara asing yang berkunjung ke Bali tidak hanya bermain ke Kuta atau Nusa Dua tetapi juga berkunjung ke Jembrana, khususnya ke Sanggar Adi Gama,” kata Adi.

Kabupaten Jembrana memang memiliki pontensi alam yang belum disentuh oleh perkembangan industri besar pada masa kini.

“Kekayaan alam yang dimiliki oleh kabupaten ini memberikan peluang kepada masyarakatnya untuk memanfaatkan kekayaan ini secara baik dan berguna,” kata Adi.

*Jane Ahlstrand, mahasiswi S3 Jurusan Bahasa dan Budaya di University of Queensland, pendiri blog JembARTan, pengajar Bahasa Indonesia, dan pemilik Sanggar Tari Anahata. Artikel ini sebelumnya sudah diterbitkan di JembARTan.