ABC

Menanti Senja di Stokes Hill Wharf Darwin

Daddy, apa yang akan kita lihat?” tanya seorang bocah laki-laki kepada seorang pria yang menggandeng tangannya.

“Seperti biasa, indahnya matahari terbenam, Nak,” ungkap pria tersebut.

Mereka berdua datang bersama perempuan bercelana pendek yang sedang menggendong balita perempuan. Sambil berjalan, sang bocah lelaki berteriak kegirangan sambil menunjuk-nunjuk dua burung camar yang terbang rendah di atasnya.

Keluarga ini adalah sebagian dari orang-orang yang berbondong-bondong mendatangi Stokes Hill Wharf di bagian barat daya Darwin, Northern Territory, Australia, menjelang senja. Waktu itu Sabtu sore waktu setempat, mulai pukul 16.30, tua muda, lelaki perempuan, kulit putih, coklat maupun hitam, datang bergegas dalam dengan senyum terlukis di wajah.

Mereka menanti senja

Meski sunset yang terlihat tak sejelas di Mindil Beach, dermaga ini menjadi salah satu pilihan tempat penduduk Darwin dan para turis menikmati suasana matahari terbenam di Darwin.

Kursi dan meja yang disediakan gratis di dermaga, tepat di sisi laut , terisi dengan cepat. Riuh teriak anak-anak dan para remaja silih berganti dengan suara burung-burung camar yang melintas. Burung-burung ini tak segan bertengger di dekat para pengunjung. Pasalnya, mereka menanti remah-remah roti dan makanan ringan yang dilemparkan para pengunjung.

Sambil menanti sunset, sebagian orang mengisi waktu dengan memancing. Anak-anak sibuk berlarian dan mengamat-amati permukaan laut di bawah dermaga. Mereka melongok ke bawah sambil berusaha menemukan ikan-ikan yang nama dan gambarnya terpampang di papan keterangan di pinggir dermaga. Barramundi, lumba-lumba, tropical garfish dan queensland groper di antaranya. Saya melihat yang terakhir sore itu.

Bagi sebagian besar pengunjung di tempat itu, menanti senja berarti bercengkerama dengan keluarga dan teman sambil menikmati makanan dan minuman, baik yang dibawa sendiri dari rumah maupun yang dijajakan di foodcourt di tempat itu. Beragam kuliner ada, mulai dari seafood hingga fish and chips, bahkan makanan China, Thailand, dan India. Harganya mulai dari 8 dollar Australia.

Di samping foodcourt, ada juga restoran Crustaceans on The Wharf yang menyediakan menu-menu dari ikan, kerang dan char-grilled steak.

Perlahan matahari mulai turun. Langit memerah. Cuaca hangat berganti menjadi sejuk. Redupnya cahaya alam lalu sirna berganti dengan lampu-lampu yang terang benderang. Senja berlalu berganti malam.

“Senang sekali bisa berkumpul di sini setiap sore dengan orang-orang dari berbagai sudut di kota ini,” ungkap Nancy, salah satu pengunjung.

stokes window dua
Stokes Hill Wharf adalah salah satu ikon Kota Darwin. (Foto Kompas.com/Caroline Damanik)

Ikon sejarah

Stokes Hill Wharf adalah salah satu ikon Kota Darwin. Dulu, kapal komersial bebas bersandar di sini, tetapi sekarang hanya kapal pesiar dan kapal pancing yang bisa merapat. Tempat ini memang menjadi tempat favorit bagi para pemancing. Sesekali menjadi tempat digelarnya pertunjukan seni. Dermaga ini buka setiap hari untuk para pengunjung.

Namun, bagi Australia, dermaga ini menjadi ikon karena nilai sejarah yang penting setelah sebuah peristiwa tragis dalam Perang Dunia II. Saat itu, tentara Jepang menyerang Darwin sebagai gerbang pertahanan Australia yang paling depan. Selain Darwin Harbour, Jepang mengebom dermaga lainnya, salah satunya Stokes Hill Wharf.

Untuk mengenang peristiwa itu, di salah satu sisi dermaga didirikan sepetak tembok dengan mural sejumlah pesawat perang menjatuhkan bom dan sejumlah kapal perang menyerang Stokes Hill Wharf. Orang-orang ketakutan.

Keterangan yang ada di tembok itu menyebutkan gambaran peristiwa pengeboman di dermaga ini dalam rangkaian penyerangan tentara Jepang ke Darwin pada tanggal 19 Februari 1942. Sebanyak 23 pekerja dan 48 pelaut tewas.

Peristiwa itu sudah lama berlalu. Namun, setiap tanggal 19 Februari setiap tahunnya, keluarga dan rekan-rekan korban datang berkumpul di Stokes Hill Wharf. Mereka datang berkumpul dan mengenang setiap korban yang pergi karena perang dunia.