ABC

Memperkaya Jiwa, Kuliah Sambil Jalan-Jalan Ala Alumni Australia

Kuliah sambil jalan-jalan bukanlah hal yang mustahil jika anda berkesempatan untuk mengenyam pendidikan di luar negeri. Apalagi jika pengalaman itu membawa perubahan dalam hidup. Dua alumni Australia asal Indonesia, Sasha Tjie dan Tri Mulyani Sunarharum, baru-baru ini, menuangkan pengalaman ‘jalan-jalan’ mereka semasa studi di negeri tetangga dalam buku ‘Soul Travellers’ yang ditulis bersama 37 penulis lain.

Ada pepatah tanpa nama mengatakan ‘Kita bepergian bukan untuk meninggalkan hidup, tapi agar kehidupan tak meninggalkan kita’. Bepergian diartikan sebagai proses pembelajaran, tak hanya sekedar pelesir dan bersenang-senang.

Bagi Venisha Tjie, yang lebih dikenal Sasha Tjie, pengalaman jalan-jalan juga merupakan ritual pembelajaran diri. Pengalamannya mengeksplorasi kota Melbourne semasa berkuliah di Deakin University, ia tulis dalam buku ‘Soul Travellers’, sebuah buku bersama yang ditulis oleh 39 orang Indonesia yang pernah belajar, bekerja atau bepergian ke luar negeri.

“Aku menuliskan tentang Melbourne, karena aku 3,5 tahun kemarin tinggal di Melbourne pas kuliah creative writing. Nulisnya tentang pengalaman jalan-jalan di sana,” tutur Sasha kepada Nurina Savitri dari Australia Plus.

Yani dalam acara peluncuran buku 'Soul Travellers' di Jakarta (16/9).
Yani dalam acara peluncuran buku 'Soul Travellers' di Jakarta (16/9).

Facebook; Tri Mulyani Sunarharum

Dalam ‘Soul Travellers’, perempuan yang kini bekerja di dunia fesyen ini banyak mengeksplorasi gedung-gedung dan karya arsitektur yang bertebaran di Melbourne.

“Selain itu, aku juga explore seni-nya karena Melbourne kan kotanya artsy (berseni) banget…cocok sama kuliah aku yang memang bachelor of art in creative writing (sarjana seni bidang penulisan kreatif),” ujarnya.

Tak hanya itu, Sasha juga menyelipkan pengalaman studinya dan secuil pengalaman pribadi.

“Pengalaman selama di sana apa efeknya ketika aku bawa pulang ke Indonesia dan gimana juga pengaruhnya dalam kehidupan aku sekarang.”

Ia mengaku, dirinya banyak belajar untuk fokus pada mimpinya dan untuk gigih meraihnya.

“Aku jadi belajar untuk lebih mengejar mimpi aku di dunia seni, karena kan dunia seni di Indonesia ketika zaman aku kuliah dipandang sebelah mata. Karena dulu kebanyakan orang ngambilnya bisnis, finance (keuangan). Beruntung tinggalnya di kota seni (Melbourne), jadi pas balik ke sini (Indonesia), cari kerjanya ya di dunia seni. Jadi sekarang kerjanya ya di dunia seni, di fesyen sama di writing (penulisan).”

Sasha lalu menuturkan kisah lain yang juga membekas selama masa tinggalnya di Melbourne.

“(Di buku itu), aku juga tulis ada relationship yang nggak berhasil karena aku harus pulang ke Indonesia, dia-nya harus stay (tinggal) di sana. Ibaratnya, di sana aku meninggalkan hati dan kenangan,” katanya sembari tersenyum.

Sasha Tjie saat masih tinggal di Melbourne.
Sasha Tjie saat masih tinggal di Melbourne.

Supplied; Sasha Tjie

Perempuan pehobi jalan-jalan ini tak menampik, ia berkeinginan agar pengalaman yang ia tuliskan bisa bermanfaat untuk orang banyak.

“Aku ingin influence (memengaruhi) dan inspire (menginspirasi) generasi muda Indonesia agar mereka pergi ke luar negeri, untuk traveling (jalan-jalan), untuk kuliah atau kerja, karena semuanya itu bakal dapat pelajaran yang kita nggak dapat selama kita di Indonesia.”

Bagaimanapun, kesempatan untuk berani mengeksplorasi hal-hal baru, merasakan budaya di tempat baru, menurut Sasha, adalah pengalaman tak ternilai.

 “Harapan aku, orang-orang yang sudah mengenyam pengalaman di luar bisa pulang dan mengaplikasikan pelajaran yang mereka dapat di sini, di Indonesia.”

Pengalaman jadi pemandu wisata bawa berkah ‘jalan-jalan’

Tri Mulyani Sunarharum, atau akrab disapa Yani, juga menuliskan pengalaman jalan-jalannya dalam ‘Soul Travellers’, yang baru diterbitkan tanggal 16 September lalu di Jakarta. Semasa berkuliah di Queensland University of Technology (QUT) di Brisbane, Yani berkesempatan untuk mengunjungi beberapa tempat wisata di negara bagian Queensland berkat acara mahasiswa dan pekerjaan lepas yang ia dapatkan.

Salah satu destinasi yang ia kunjungi adalah North Stradbroke Island, atau biasa disebut Straddie oleh warga lokal Australia. Pengalaman berkunjung ke pulau pasir terbesar kedua di dunia ini Yani dapatkan ketika ia mengikuti tur singkat bersama mahasiswa internasional di kampusnya.

Bab tentang Australia dalam buku 'Soul Travellers'.
Bab tentang Australia dalam buku 'Soul Travellers'.

Facebook; Tri Mulyani Sunarharum

Ada satu titik di Straddie, yakni Brown Lake atau danau cokelat, yang fenomena alamnya begitu menarik perhatian Yani.

“Saya sempat bertanya pada tour guide, mengapa danau ini berwarna cokelat namun bening. Ternyata danau ini tidak memiliki ikan namun airnya yang seperti warna teh terjadi karena pengaruh dari dedaunan pohon Paperbark Melaleuca dan pohon teh Leptospermum yang berguguran ke dalamnya,” tulis Yani dalam ‘Soul Travellers’.

Tak hanya menikmati keindahan alam, peraih gelar doktor di bidang perencanaan kota ini juga memanfaatkan perjalanan itu untuk memperluas pergaulan.

“Namanya juga ingin memaksimalkan peluang yang ada, ya sudah kenalan-kenalan gitu sama students (mahasiswa) lain yang ikutan, jadinya punya banyak teman dari berbagai negara.”

Dari perjalanan itu, Yani selanjutnya ditunjuk menjadi tour guide (pemandu wisata) dan mendapat kesempatan lain yang lebih besar.

“Nah ternyata pengalaman itu membawa ke pengalaman yang lain, di mana selanjutnya, saya dapat kerjaan jadi Welfare Officer Ambassador-nya Australia Awards untuk program leadership training. Saya semacam guide cuma untuk hal yang lebih serius,” ceritanya kepada Nurina Savitri dari Australia Plus.

Di pekerjaan itu, selain bertugas mendampingi 24 staf BUMN dari Indonesia untuk mengikuti program kepemimpinan di Australia, Yani-pun lagi-lagi mendapat kesempatan pelesir. Salah satunya ke Gold Coast.

“Sebelum menikmati keindahan pantai dan area Surfers Paradise, setelah makan siang kami bersepakat untuk bersama-sama melihat pemandangan Gold Coast dari The Skypoint Observation Deck. Ah..lagi-lagi aku pun dibuat takjub oleh keindahan alam yang berpadu dengan keindahan karya manusia,” demikian potongan tulisan yang ia ceritakan dalam ‘Soul Travellers’.

Yani menuturkan, pengalaman yang ia tulis dalam buku itu lebih merupakan refleksi pribadinya, bagaimana ia memaknai semua pengalaman jalan-jalan yang dilalui.

“Jadi ketika saya refleksikan pengalaman traveling dalam rangka tugas atau kerja, itu rasanya semakin ada rasa syukur, karena saya itu bisa sekolah di sana saja sudah syukur, terus tiba-tiba dapat rezeki jadi tour guide, dapat pengalaman baru, dapat teman, apalagi kalau mengingat saya sempat nggak dapat beasiswa untuk biaya hidup.”

Lewat tulisannya dalam ‘Soul Travellers’, Yani memiliki pesan khusus untuk para pembaca.

“Saya ingin sampaikan bahwa kadang-kadang kita itu perlu melakukan perjalanan ya, entah itu jauh atau dekat, tapi yang membuat kita bisa lebih memaknai hidup. Dengan kita melakukan perjalanan ke mana gitu…kita jadi lebih meresapi pesan-pesan yang diberikan oleh Tuhan.”

Ia lantas menambahkan, “Misalnya, ada fenomena alam tertentu yang menggugah pola pikir kita, seperti saya ke Straddie yang sempat melihat keindahan alamnya. Lalu di Gold Coast juga, melihat penyatuan antara keindahan alam dan buatan manusia yang ternyata juga bisa harmoni, dan itu possible (mungkin).”

Bagi Yani, bepergian ke suatu tempat -meski bukan untuk tujuan berlibur -pastilah memiliki makna yang awalnya tidak disadari, dan, menurutnya, di situlah inti dari sebuah perjalanan.