ABC

Memilih Rayakan Natal di Indonesia Daripada di Australia

Suasana Natal di Australia mungkin berbeda dengan di belahan dunia lainnya. Meski hari Natal jatuh di tengah musim panas dengan cuaca hangat dari teriknya matahari, tidak menghalangi kebanyakan warga Australia untuk merayakan bersama orang-orang tercintanya.

Ada yang berangkat ke misa sejak malam Natal, ada pula yang lebih mengutamakan merayakan Natal dengan ritual menikmati hidangan laut, BBQ, dan bertukar kado dengan semua anggota keluarga.

Banyak pula yang memilih berpiknik atau pergi ke kawasan pantai untuk menghilangkan rasa kegerahan dari panasnya siang yang panjang.

Sejumlah warga Sydney merayakan Natal dengan datang ke Bondi Beach.
Sejumlah warga Sydney merayakan Natal dengan datang ke Bondi Beach.

AFP: Peter Parks

Sepanjang pekan menjelang Natal, pusat-pusat kota besar Australia, terutama di kawasan perbelanjaan, dipenuhi dengan lampu dan hiasan berwarna-warni. Sementara di kawasan perumahan, banyak warga menghiasi depan rumahnya dengan lampu-lampu, bahkan ada kesan mereka saling berkompetisi untuk bisa memiliki hiasan paling ramai dan megah.

Namun dengan kemeriahan Natal yang ditawarkan di Australia, ada pula warga asal Indonesia yang lebih memilih untuk berlibur dan merayakan akhir tahun di Indonesia. Alasan mereka sangatlah sederhana, yakni berkumpul bersama keluarga besar.

Berkumpul bersama keluarga di atas kapal pesiar

Seorang ibu dan anak perempuannya berfoto di depan sebuah pohon Natal yang besar
Hanna bersama anak perempuannya, Gracia di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta.

Foto: Koleksi pribadi

Hanna Wijaya, asal Jakarta, setidaknya pulang ke Indonesia di akhir tahun setiap dua tahun sekali untuk bertemu suami dan keluarganya.

Selain berkumpul dengan keluarga, Hanna mengaku ada banyak kegiatan yang selalu ia nanti-nantikan setibanya di Jakarta.

“Pijat dan creambath, ini penting sekali,” ujar Hanna kepada Erwin Renaldi dari ABC di Melbourne.

Kepindahan Hanna ke Australia diawali pada tahun 2007, saat ia “iseng-iseng” mendaftar visa permanent residency (PR). Kemudian ia kembali ke bangku kuliah untuk mengambil gelar master di University of Melbourne. Kedua anaknya menyusul di tahun 2010 dan 2011, sementara suaminya masih di Jakarta. Tapi suaminya mengunjungi Hanna dan anak-anaknya di Melbourne setidaknya empat kali dalam setahun.

Tidak setiap Natal dan musim libur Tahun Baru Hanna pulang ke Indonesia. Karenanya, ia mengaku banyak hal yang membuatnya kangen merayakan Natal di Indonesia.

“Mulai dari kumpul dengan keluarga besar, kemudian ke gereja bersama-sama dilanjutkan makan bersama dan merayakan tahun baruan juga bersama seluruh anggota keluarga besar.”

Soal kemeriahan Natal, sebenarnya Hanna merasa jika hiasan Natal di Jakarta lebih bagus dibandingkan yang ia lihat di Melbourne.

“Suasana Natal di Indonesia lebih terasa saat kita berada di dalam ruangan, seperti hiasan-hiasan Natal yang megah di mall. Di Australia lebih terasa saat ada penampilan lagu-lagu Natal, atau Carol, di taman-taman.”

Tak hanya itu, Hanna juga menceritakan bedanya misa Natal di Indonesia dan Australia, berdasarakan pengalamannya.

“Kalau di Jakarta, kita harus ke datang ke gereja satu bahkan dua jam sebelumnya, supaya bisa kebagian kursi. Sementara di Australia meski datang saat misa baru mulai juga masih dapat kursi,” ujarnya.

Tahun ini Hanna Wijaya memilih berlibur di atas kapal pesiar bersama keluarga besarnya.
Tahun ini Hanna Wijaya memilih berlibur di atas kapal pesiar bersama keluarga besarnya.

Foto: Koleksi pribadi

Tahun ini ada yang spesial bagi Hanna. Saat ABC menghubunginya, ia sedang berlibur di atas kapal pesiar menikmati perairan Singapura, Malaysia, dan Thailand, meski tidak bersama suami dan anak-anaknya.

“Saya berlayar dari Singapura ke Kuala Lumpur, lalu ke Penang, dilanjutkan menuju Phuket dan nanti kembali ke Singapura. Suami tidak ikut karena tidak bisa cuti, sementara anak pertama sedang jadi relawan di India dan anak bungsu saya tinggal di Melbourne karena bekerja”

Bagi Hanna berlayar di atas kapal pesiar menjadi pilihannya sebagai kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga besar lainnya.

“Terutama berkumpul dan menghabiskan waktu bersama orang tua, mumpung masih punya orang tua.”

“Natal berarti berhenti sejenak dari rutinitas”

Maria Kuncoro juga memiliki alasan yang sama untuk merayakan Natal di Indonesia.

“Yang membuat kami berlibur dan merayakan Natal di Indonesia adalah keluarga besar kami,” ujar Maria asal Jakarta yang pada awalnya pindah ke Auckland, Selandia Baru sebelum memutuskan tinggal Australia.

Mengunjungi Indonesia mungkin bukanlah ‘pulang’ bagi Maria dan keluarganya, karena ia merasa Melbourne sudah menjadi rumah barunya. Tapi tetap saja ia selalu merasa kangen untuk kembali kepada keluarganya.

Sudah 17 tahun Maria tinggal di luar Indonesia, yang mungkin bagi sebagian banyak orang bertanya-tanya bagaimana ia bisa beradaptasi dengan kehidupan yang lebih mandiri.

“Tidak ada keluh kesah, meski kami disini tidak memiliki asisten rumah tangga seperti di Indonesia yang siap siaga 24 jam,” kata Maria.

“Bagi kami hal yang paling sulit tinggal di luar Indonesia adalah jauh dari keluarga.”

Foto selfie keluarga, orang tua berserta kedua anaknya di dalam mobil
Maria Kuncoro, bersama suaminya, Will dan dua anaknya, Graciella dan Sebastian

Foto: Koleksi pribadi

Oleh sebab itu Natal menjadi waktu yang tepat untuk melepaskan penat dari kesibukannya sehari-hari untuk mengurus keluarganya.

"Natal berarti berhenti sejenak dari rutinitas, menghabiskan lebih banyak waktu untuk bersantai, bernostalgia yang kadang membawa kembali senyum, tawa, bahkan tetes air mata."

Menurut Maria, Natal juga menjadi waktu terbaik untuk merefleksikan kehidupannya dalam setahun kebelakang.

“Apa yang sudah jalani selama ini, apa yang baik dan kurang baik? Siapkah saya untuk berusaha lebih keras menjadi pribadi yang lebih baik untuk Tuhan, diri sendiri, keluarga, dan orang-orang yang membutuhkan?”

Untuk Natal tahun ini, Maria merasa bersyukur untuk bisa kembali rayakan Natal bersama keluarga besarnya di Jakarta, kota asalnya.

“Kami akan pergi ke gereja untuk misa, kemudian berkumpul bersama keluarga besar dengan makan-makan dan menikmati kebersamaan.”

“Saya bungsu dari lima bersaudara, jadi kumpul bersama ini seperti membawa kembali kenangan, dimana saya merasa disayang, dimanjakan, meski dulu saya bukan anak bungsu yang manja ya,” ujarnya sambil tertawa.