ABC

Memberantas Terorisme Lewat Media Sosial

Enam belas mahasiswa dari South Australia University (UniSA) di Adelaide ikut dalam lomba yang dilakukan oleh Departemen Imigrasi Amerika Serikat dalam rangka memerangi kekerasan ekstrim lewat media sosial. Salah seorang mahasiswa tersebut adalah Rifqi Adhyasa asal Indonesia.
Rifqi Satya Adhyasa (21 tahun) saat ini adalah mahasswa semester terakhir S1 di bidang Pemasaran dan Komunikasi di UniSA.

Dalam penjelasannya kepada wartawan ABC Australia Plus Indonesia, Sastra Wijaya, Rifqi mengatakan keikutsertaannya ini karena dia lolos seleksi yang dilakukan oleh universitas guna berpartisipasi dalam ajang bernama P2P International Challenge: Memerangi Kekerasan Ekstrim Lewat Sosial Media (Combating violent extremism through social media).

“Enam belas mahasiswa ini berasal dari berbagai bidang studi seperti pemasaran, jurnalisme, politik, teknologi informasi, design grafis, psikologi, dan media komunikasi.” katanya.

Kompetisi global yang diikuti 93 universitas di dunia ini adalah inisiatif Departemen Imigrasi Amerika Serikat, yang bekerjasama bersama Facebook demi mencegah penyebaran radikalisasi berbagai organisasi terorisme di dunia seperti ISIL.

ISIL, atau sering di kenal sebagai ISIS, adalah salah satu organisasi terorisme yang sedang populer dan berkembang pesat di dunia.

Lomba ini memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk mengusulkan ide bagaimana mengurangi penyebaran paham radikal tersebut di kalangan anak-anak di seluruh dunia.

Menurut Rifqi, yang mereka lakukan adalah membuat sebuah gerakan bernama #stopISILation.

“Gerakan ini bertujuan untuk mengajak semua kalangan mayarakat di dunia untuk bersatu dengan saling menghargai perbedaan social, kultural, maupun kepercayaan sebagai alternatif untuk melawan radikalisasi terorisme.” kata Rifqi.

Gerakan itu berbentuk berbagai media digital.

Sebuah situs bernama StopISILation.org sudah dibuat dan menjadi adalah portal komunikasi utama gerakan tersebutt.

Di dalamnya, Tim UniSA juga membuat sebuah aplikasi kuis online yang desain untuk mendidik warga dunia akan fakta – fakta mengapa ada tindak terorisme, sejarah radikalisme, dan hal lainnya.

#stopISILation juga meluncurkan sebuah kampanye social media yang mengajak warga dunia nntuk mengunggah foto pribadinya, berpose dengan tangan terbuka yang merupakan simbol rantai persatuan dalam perbedaan.

Rifqi Adhyasa
Rifqi Adhyasa

Foto; Istimewa

Lewat cara ini, Tim UniSA berupaya mengajak warga dunia untuk menjadi lebih kritis dalam menantang prasangka dan opini mengenai perbedaan.

Secara khusus sebagai mahasiswa asal Indonesia Rifqi mengatakan bahwa dia merasa bahwa ideologi yang dimiliki Indonesia Bhineka Tunggal Ika adalah hal yamg pantas disebarkan ke seluruh dunia.

‘Saya ikut serta dalam projek ini karena saya percaya akan ideologi Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-beda tapi satu).”

“Sebagai generasi muda penerus bangsa yang peduli akan perkembangan Indonesia kita harus kritis, taktis, serta aktif dalam berkreasi.” kata Rifqi lagi.

“Albert Einstein berpendapat bahwa semua orang adalah invidu yang jenius. Namun bila kita suruh ikan lomba manjat pohon sama monyet, ikan ini akan merasa bodoh seumur hidupnya. Kita harus punya visi dan misi yang strategis, yang mengedepankan bakat unik dan kegemaran kita dalam membela fakta dan kebenaran,’ ujar Rifqi.

Di sisi lain, Riqi melihat bahwa di Indonesia masih ada sebagian masyarakat yang belum percaya sepenuhnya akan esensi Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila.

“Adanya perbedaan agama, ras, harta, dan kepercayaan sering menimbulkan rasa benci dan marginalisasi terhadap berbagai kaum minoritas.”

“Kelompok yang mengatasanamakan agama sering dijadikan senjata politik untuk membuat kita pecah dan saling membenci.”

“Melalui kesempatan ini saya dapat belajar dari dunia untuk menjadi bagian dari solusi berbagai permasalahan sosial yang suatu hari nanti saya ingin terapkan di Indonesia.” kata Rifqi.