Melihat Rumah Jihadis IS Asal Australia
Koresponden ABC di Timur Tengah, Matt Brown menceritakan bagaimana ia menemukan rumah yang pernah jadi tempat tinggal milik jihadis IS paling berbahaya asal Australia, Khaled Sharrouf. Di tempat ini ia pernah tinggal bersama istri dan anak-anaknya. Khaled dan anak-anaknya tewas dalam sebuah serangan udara, sementara istrinya meninggal setelah menjalani operasi peradangan usus.
Saya memasuki rumah melalui sebuah lubang besar di salah dinding. Terasa berdebu dan dingin dari musim dingin di Raqqa.
Sudah beberapa tahun sejak Khaled Sharrouf, jihadis Islamic State (IS) yang terkenal paling berbahaya asal Australia pernah tinggal di rumah ini. Tapi sepertinya sosok Khaled masih bergentayangan.
Tonton videonya disini.
Tetangganya, Abdel Aziz Bin Khalafa mencoba menceritakan kehidupan Khaled secara independen.
“Di memiliki peran besar, sebagai ekskutif IS, Islamic State dan sebagainya,” ujar Abdel kepada program ABC, Four Corners.
“Ia ingin menjadi pengawas area. Ia masuk ke apartemen seorang tetangga dan kemudian menghina, bahkan ingin membunuhnya.”
“Ia pernah datang ke tempat saya dan menganggap saya sebagai musuhnya. Ia mendengar saya tidak menyukai IS, ia takut. Ia takut kalau saya akan membunuhnya.
Khaled pernah dipenjara karena merencanakan aksi teror di Sydney, sebelum meninggalkan Australia dan bergabung dengan kelompok Islamic State di Suriah.
Saat pertama kali saya menerima foto rumahnya pada Januari 2015, Khaled tinggal disana bersama istrinya, Tara Nettleton dan lima orang anaknya.
Tapi rumahnya sangat tidak mungkin untuk dijangkau.
Raqqa saat itu masih menjadi ibu kota kekhalifahan, membentang di timur laut Suriah ke Mosul, kota terbesar kedua di Irak, hingga mencapai Baghdad.
Sekelompok anak perempuan Yazidi yang ‘dibeli’ Khaled berhasil melarikan diri. Mereka membawa gambar kediaman dua lantai tersebut ke sebuah stasiun kereta listrik di selatan Sungai Efrat.
Mereka juga memperlihatkan anak-anak Khaled yang memegang senjata dan sedang berada di dalam rumah.
Foto-foto dan pengakuan perempuan ini menjadi informasi pertama yang independen soal kehidupan ekstrim Khaled yang ia jalani bersama keluarganya.
Saya kemudican melihat foto-foto satelit Raqqa, dan setelah mencocokkan dengan foto-foto yang diambil perempuan-perempuan Yazidi, ditemukan titik koordinat rumahnya.
Saya sempat mendatangi Four Corners setelah IS dipaksa keluar dari Raqqa pada Oktober tahun lalu, menyusul aksi pengemboman yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
Jembatan-jembatan di Sungai Efrat ambruk sehingga kami harus naik perahu-perahu, yang juga sibuk mengangkut sejumlah sepeda motor dan banyak keluarga.
Saya khawatir dengan pemerintah Suriah yang dilaporkan berada sekitar 15 kilometer ke selatan, tidak yakin apakah simpatisan IS berada di daerah tersebut, dan sudah tak sabar ingin ke rumah dan kembali menyeberang sungai secepat mungkin.
Truk yang kami sewa kemudian tiba di pinggir sungai dengan bebatuan besar dan membuat kami terjebak.
Waktu berlalu, kami mencoba mendorong truk dan saya mulai melacak arah kami ke rumah lewat koordinat satelit.
Ketika melihat menara air yang berbeda di sebuah halaman, saya terkejut akhirnya berhasil menemukan rumah tersebut.
Kemudian tetangganya, Abdel muncul dan ia segera memastikan jika rumah ini adalah rumah Khaled.
Ini baru kedua kalinya ada sosok independen yang menceritakan kehidupan Khaled di Raqqa dan Abdel menggambarkannya sebagai seorang penjahat dan preman.
“Ia sangat jahat, tidak bisa dipercaya, benar-benar penjahat, bahkan di luar hukum Islam,” katanya.
Abdel juga memberikan pandangan baru soal anak-anak Khaled yang menderita karena terisolasi di rumah baru mereka.
“Mereka tidak mengerti bahasa Arab, sangat sulit bagi mereka,” katanya pada Four Corners.
“Terkadang kita merasa mereka tidak mengerti kita”
“Mereka akan mengajukan banyak pertanyaan tentang maksud dari segala hal, mereka mencoba untuk belajar tapi mereka tidak akan mengajukan lebih dari satu pertanyaan. Jika Anda bertanya kepada mereka, mereka tidak akan menjawabnya.”
Abdel menceritakan bagaimana Khaled sepertinya tidak disukai oleh IS.
Tetangga Khaled sering mengeluh kepada IS soal perilaku Khaled dan Abdel mengatakan pada akhirnya para ekstrimis berubah berseberangan dengan Khaled.
“Pukul 2 pagi, dua mobil datang, kami menyebutnya mobil pihak keamanan, mereka membawanya pada pukul 2 pagi. Kami mendengar teriakan sangat keras pada pukul 1 atau pukul 2. Mereka terlibat perdebatan sengit di dalam rumah,” katanya.
Abdel mencemooh bagaimana orang asing yang datang ke Suriah memaksakan Negara Islam atau IS.
“Khaled adalah orang Australia,” katanya.
“Dia datang sejauh itu untuk memaksakan syariah dan Islam kepada kita? Pada Islam datang dari sini? Dia datang dari jauh untuk memaksakan Islam padahal dia sendiri jauh dari Islam.”
Abdel melihat Khaled terakhir kalinya ketika istrinya dilaporkan meninggal dunia setelah menjalankan operasi peradangan usus buntu. Abel mengatakan saat itu Khaled terlihat kurang percaya diri dan terlihat gugup.
Khaled dan kedua anak laki-lakinya dilaporkan terbunuh dalam serangan udara Amerika Serikat tahun lalu.
Artikel ini diterjemahkan dari laporan aslinya dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca disini.
Simak program acara ABC Four Corners yang mengudara Senin malam, 19 Februari, pukul 20:30 di ABC TV atau lewat iView