ABC

Melbourne tampilkan busana Musim dalam pameran “Faith, Fashion, Fusion”

Generasi baru perempuan Muslim mengatakan, walaupun berpakaian sopan merupakan bagian tak terpisahkan dari hidup mereka, itu tidak berarti mereka tak bisa tampil gaya.

Suatu gaya busana perempuan Muslim yang unik sedang berkembang di Australia, dimana orang semakin banyak mengkombinasi trend global dengan keyakinan mereka.

Gaya dan identitas perempuan Muslim ditampilkan dalam suatu pameran baru yang diberi judul "Faith, Fashion, Fusion" di Museum Imigrasi Melbourne.

Kuratornya, Tasneem Chopra, mengatakan, pameran ini menantang persepsi orang tentang busana Muslim.

"Kalau sesudah melihat pameran ini orang pulang membawa sesuatu yang tadinya tidak diketahuinya, mempertanyakan stereotip-nya (tentang cara berbusana perempuan Muslim) dan berubah pikiran, itulah yang ingin dicapai pameran ini," katanya.

Warga Muslim di Australia berasal dari 70-lebih golongan etnik, masing-masing punya bahasa dan cara berbusana sendiri. Tapi menurut Chopra keadaannya mulai berubah.

"Lebih dari sepertiga warga Muslim di Australia lahir disini, dan lebih dari separuhnya berusia dibawah 25 tahun," katanya. "Gaya busana mereka muda-mudi, dengan identitas Australia yang sangat kuat."

Chopra berpendapat hal itu berpengaruh pada fashion.

"Sekarang ini kita melihat banyak trend fashion yang ada atau kontemporer disesuaikan untuk memenuhi standard kesopanan Islam." 

Ahli sosiologi Susan Carland mengatakan tidak ada alasan mengapa perempuan Muslim tidak bisa mengkombinasikan keyakinan dengan fashion. 

"Saya rasa satu-satunya kata sifat yang tidak akan saya gunakan untuk melukiskan gaya busana perempuan Muslim di luar rumah adalah 'sexy'," katanya. "Selain itu – gaya, keren, menarik, anggun, cantik, feminin, beda, progresif – semua kata itu bisa digunakan."

Dengan perubahan itu, suatu generasi baru perempuan Muslim di Australia muncul dengan fashion yang gaya, berani dan berbeda.

Dr Nasya Bahfen, dosen senior dari Pusat Jurnalisme dan Media di University of New South Wales, mengatakan, yang muncul adalah gaya Muslim yang khas Australia.

"Apa yang terjadi pada perempuan Muslim dan pilihan busana mereka di Australia adalah suatu mikrokosmik dari apa yang sebenarnya terjadi pada masyarakat Muslim di negeri ini," katanya. "Masyarakat itu berkonsolidasi menjadi suatu masyarakat Muslim Australia, tidak lagi cuma masyarakat Muslim Indonesia, atau Muslim Turki atau Muslim Lebanon misalnya."

Menurut ahli sosiologi Susan Carland, gaya perempuan Muslim Australia punya warna Barat yang kuat.

Katanya, walaupun tetap memegang kesopanan, ada perubahan yang kentara dalam fashion Muslim di Australia dalam satu dasawarsa ini.

"10 tahun yang lalu sedikit sekali pilihan," katanya. "Yang ada waktu itu bisa dikatakan tidak ada cantik-cantiknya, dan lebih cocok untuk tempat lain. Apa yang mungkin gaya dan pantas di negara lain entah kenapa ternyata kurang kena untuk Australia."

Kata Dr Bahfen, perempuan Muslim membawa interpretasi mereka mengenai ketentuan berbusana sopan dalam pilihan fashion mereka di Australia.

"Saya sangat suka pergi ke toko dan "meng-hijab-kan" suatu model pakaian," katanya. 

"Saya pernah menyapa seorang penumpang dalam tram dan mengatakan saya suka rok yang dikenakannya dan menanyakan beli dimana. Lalu saya pergi ke toko itu dan mengenakannya dengan jeans atau legging atau menambahkan sesuatu supaya menutup aurat."

Designer Gertha Imelda punya falsafah membuat perempuan merasa cantik dan menghapuskan persepsi hijab sebagai simbol penindasan.

Katanya ia diilhami oleh keanegaraman Australia, dan juga toko-toko barang kuno dan pasar-pasar barang bekas. 

"Saya suka campuran segala macam," katanya.

"Orang pergi ke toko barang bekas, atau mendaur ulang barang, itu benar-benar mengilhami saya. Dari negara asal saya Indonesia, semua berwarna warni. Saya suka warna dan rasanya tak bisa hidup tanpa warna."

Shanaaz Jacobs-Copeland merancang busana malam yang ramah hijab. Ia mengatakan perempuan dan gadis Muslim tidak perlu mengenakah pakaian terbuka untuk terlihat cantik.

"Anak-anak gadis sekarang sangat gampang terpengaruh. Mereka melihat majalah Vogue – ada acara khusus sebentar lagi, dan mereka ingin kelihatan gaya dan merasa cantik dan glamorous," katanya. "Dengan adanya para perancang Muslim ini, mereka menghasilkan rancangan busana yang indah dan kita memasuki suatu dimensi baru." 

Tasneem Chopra mengatakan, menyebarnya social media juga memungkinkan kaum muda Muslim di seluruh dunia saling mempengaruhi pilihan fashion mereka. 

"Pagi ini saya bangun dan ngintip instagram dan melihat seseorang – saya pikir mungkin dia di Polandia – dia mengenakan hijab dengan gaya tertentu," katanya. "Saya langsung mencontoh dan mengenakannya."

Menurut sosiolog Susan Carland, dunia online juga membuka pasar baru bagi para disainer Australia untuk menjual busana rancangan mereka.