ABC

Medan dan Melbourne di Mata Pemenang Kompetisi Australia Plus You

Pengalaman Sovia Ginting, warga Medan pemenang kompetisi Australia Plus You, tinggal di kota Melbourne, Australia memang terbilang singkat. Namun, ia bisa melihat berbagai hal menarik yang membedakan kedua kota.

Sovia_Flinders Maimun

Flinders Street Station dan Istana Maimun (Foto: ABC/Sovia Ginting)

Salah satu bangunan terkenal di kota Medan adalah Istana Maimun, yang merupakan istana kerajaan Deli. Jalan-jalan ke Medan kesannya belum lengkap bila belum mengunjungi Istana yang warnanya didominasi kuning dan hijau ini, dan letaknya pun strategis, di pusat kota.

Di pusat kota Melbourne, ada juga bangunan khas yang sering dijadikan tempat bertemu, berfoto, dan juga menunggu kereta, karena memang bangunan tersebut berfungsi antara lain sebagai stasiun.

Flinders Street Station memang bukan istana, tapi, seperti Istana Maimun, bentuknya cukup mengesankan. Kebetulan, warnanya juga didominasi kuning dan hijau.

Sebelum tiba di Melbourne, Sovia sempat mengirimkan fotonya di depan Istana Maimun, dan sesampai di Melbourne pun Ia mengunjungi Flinders Street Station dan mengambil fotonya. Ia mengaku memang lebih menyukai bangunan gaya kuno, dan itu banyak ditemuinya di Melbourne.

Salah satu gedung yang Ia sukai di Medan ada di daerah Pasar Ikan, yang sebenarnya tak banyak menjual ikan, melainkan tekstil. 

Sovia_Pasar

Suasana pasar di Melbourne dan Medan (Foto: Sovia Ginting/Dina Indrasafitri)

Di sela kesibukannya mengikuti kursus, Sovia sempat mengunjungi Queen Victoria Market di Melbourne, yang selain berfungsi sebagai pasar yang menjual bahan pangan, juga sebagai tujuan wisata dan tempat berbelanja oleh-oleh.

Ia juga melihat beberapa perbedaan antara Queen Victoria Market di Melbourne dan pasar-pasar tradisional di Medan. Antara lain, Queen Victoria Market lebih bersih, dan jam bukanya pun cenderung mengikuti jam kantor pada umumnya.

"Kalau belanja beda dengan di sini. Di sini belanja sudah ada harganya, kita nggak bisa nawar. kalau di medan kita bisa nawar. Serunya di situ," ujar Sovia.

Sovia_pho

Pho, mie khas Vietnam di Melbourne dan mie a la kota Medan (Foto: Sovia Ginting)

Selain perbedaan yang tampak secara fisik, Ia juga melihat berbagai perbedaan budaya. Di Melbourne, misalnya, banyak peraturan ketat yang diterapkan dengan sanksi yang tidak main-main, seperti denda puluhan, bahkan ratusan dollar, bila ketahuan naik transportasi publik tanpa bayar.

Budaya di Melbourne memang kental terasa 'barat' nya. Namun, sebagai kota yang multikultural dengan penduduk dari berbagai macam belahan dunia, Sovia mendapati bahwa tak sulit, misalnya, mendapatkan bahan pangan khas Asia, termasuk khas Indonesia.

Sovia Angkot Tram

Angkot di kota Medan dan Tram wisata di Melbourne. (Foto: Sovia Ginting/Amy Robinson)

Dalam perjalanannya dari rumah ke tempat kursus bahasa Inggris, atau saat Ia sekadar berjalan-jalan, Sovia merasakan bedanya menggunakan transportasi publik di Medan dan di Melbourne.

Sovia biasanya menggunakan bis dari rumah singgahnya di sebelah selatan kota Melbourne untuk pergi ke tempat kursusnya, yang terletak di pusat kota. Selain itu, Ia juga naik tram untuk berjalan-jalan di kota. Sedangkan di Medan, biasanya Ia menumpang mobil rekan kerja untuk ke kantor atau naik angkot.

"Bedanya terasa kali pun!" ujarnya saat menceritakan pengalaman di Melbourne.

"Di Medan, kita kalau mau pergi ke mana-mana, sesuka hati kita saja…Kalau di sini kita yang mengejar bisnya, bukan bisnya yang nunggu kita. Kalau tiba waktunya pergi, dia pergi."

Di satu sisi, itu berarti bis atau tram di Melbourne lebih bisa diandalkan. Namun, terkadang Sovia bercerita Ia terkadang justru beruntung karena disupiri oleh supir angkot Medan yang entah kenapa memutuskan untuk mengemudi cepat, alias 'ngebut.'

"Kalau sudah mepet, supir angkotnya bisa diandalkan. Kalau kosong, jarak rumah-kantor, bisa 1 jam setengah. Tapi kalau [supirnya] lagi rada-rada gila , 45 menit sampai Belawan," tuturnya sambil tertawa.