ABC

Mayoritas Orang Australia Pernah Dilecehkan Saat Masih Anak-anak

Hampir dua pertiga warga Australia mengaku pernah dilecehkan, ditelantarkan, atau mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) saat mereka masih anak-anak.

Peringatan: Artikel ini berisi referensi tentang pelecehan anak-anak dan kecenderungan menyakiti diri sendiri.

Hal ini terungkap dalam hasil penelitian selama lima tahun, dipimpin oleh Profesor Ben Mathews dari Queensland University of Technology, dengan melibatkan 8.503 responden berusia 16 tahun atau lebih.

Menurut Profesor Mathews, orang yang mengalami penganiayaan saat masih anak-anak lebih besar kemungkinannya mengalami masalah kesehatan yang lebih buruk seumur hidupnya.

Disebutkan, 62 persen responden mengaku mengalami pelecehan di masa kanak-kanak.

Studi oleh National Health and Medical Research Council dan pemerintah Australia ini memilih responden secara acak menggunakan nomor ponsel yang dihasilkan komputer, dan survei diselesaikan lewat wawancara telepon dengan bantuan komputer.

Hasilnya sudah dipublikasikan dalam edisi khusus Medical Journal of Australia.

Bentuk-bentuk pelecehan yang disebutkan meliputi pelecehan seksual, pelecehan fisik, pelecehan emosional, penelantaran, dan terpapar KDRT.

"Saat kami melihat hasil seperti ini, kami nyaris tidak percaya," ujar Dr Holly Erskine, peneliti di Pusat Penelitian Kesehatan Mental Queensland.

"Ini menggambarkan tentang kesehatan penduduk Australia, dan juga menunjukkan cara untuk memperbaikinya," katanya.

Solusi tersebut, menurut tim peneliti, perlu berfokus pada pencegahan kekerasan terhadap anak, perombakan kebijakan sosial dan kesehatan, terutama yang berdampak pada anak-anak.

Sebagian besar dari mereka yang melaporkan, mengaku mengalami berbagai jenis pelecehan, dan melihat kejadian KDRT menjadi hal yang paling umum dialami.

Selain itu, anak perempuan jauh lebih mungkin mengalami pelecehan dibandingkan anak laki-laki, terutama pelecehan dan penelantaran seksual.

Komisioner Anak Nasional Anne Hollonds menilai ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan masyarakat Australia.

"Jika hasil studi ini tidak mendorong pemerintah untuk bertindak menjadikan kesejahteraan anak sebagai prioritas kebijakan nasional, lalu apa yang akan terjadi?" katanya.

Trauma seumur hidup

Menurut tim peneliti, mereka yang mengalami pelecehan di masa kanak-kanak jauh lebih mungkin memiliki kesehatan yang lebih buruk seumur hidupnya, berpeluang lebih besar memiliki gangguan stres pascatrauma (PTSD), serta mengalami gangguan kecemasan dan penggunaan alkohol secara akut.

Mereka juga lebih cenderung mengalami obesitas atau merokok dan enam kali lebih mungkin bergantung pada ganja.

Kondisi seperti itulah yang dialami pria asal Brisbane, Craig, yang sekarang berusia 50-an.

Craig mengaku menderita PTSD, membuatnya sulit menjalin atau mempertahankan persahabatan dan pekerjaan tetap.

Dia bahkan pernah menjadi tunawisma, terkadang mencoba obat terlarang, dan sering mabuk berat.

"Kita berharap jika melakukan semua ini, rasa sakit akan hilang secara permanen. Sayangnya, tidak begitu," katanya kepada ABC News.

Beberapa tahun lalu, Craig memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya mempelajari PTSD, baik melalui dunia akademis maupun seni.

Melalui studinya ia menemukan peran dari hewan peliharaan dalam pemulihan seseorang.

Dia mengadopsi dan melatih seekor anjing, diberi nama Ruby, yang bisa mencium kesusahan yang dirasakan Craig.

Sejak mendapatkan Ruby, Craig mengaku sudah bisa memfokuskan kembali hidupnya.

Bagaimana implikasinya?

Menurut Dr Erskine, pelecehan anak bukan masalah generasi, melainkan masalah yang harus diatasi sekarang juga.

Sementara Komisioner Anak Anne Hollonds mengatakan jika ingin mengurangi kejahatan terhadap anak, diperlukan kepemimpinan nasional yang fokus dalam isu ini.

Dia menyarankan perlu ada kementerian untuk anak-anak, strategi nasional atau satuan tugas nasional untuk memiliki fokus menyeluruh pada kesejahteraan anak.

"Kita membutuhkan pertanggungjawaban dari pemerintah," katanya.

Peneliti utama dalam studi ini, Profesor Ben Mathews, menyebutkan pelecehan anak di Australia tersebar luas, berbahaya, dan sangat membutuhkan tanggapan yang terkoordinasi secara nasional.

Profesor Mathews mendorong pemerintah Australia memberikan dukungan lebih besar untuk orang tua, termasuk peningkatan kesehatan sebelum dan sesudah melahirkan, dukungan perumahan, akses ke pengasuhan anak, dan dukungan pendapatan.

Jaksa Agung Australia Mark Dreyfus menilai temuan studi ini sangat mengejutkan dan mengatakan pemerintah dan masyarakat harus berbuat lebih baik.

"

"Ini bukan hanya statistik. Ini menyangkut anak-anak kita," katanya.

"

"Pemerintah akan mempelajari hasil studi dan menggunakan data ini untuk mendukung kebijakan yang lebih baik dan lebih bertarget," katanya.

Bagi Profesor Mathews dan Craig, fokus pada pencegahan merupakan kunci solusinya.

"Kita perlu melihat bagaimana untuk mencapai solusi sebelum efek jangka panjangnya memengaruhi orang-orang seperti saya," kata Craig.


Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News yang selengkapnya dapat dibaca di sini