ABC

Masih Terjadi Diskriminasi, Parade Mardi Gras di Sydney Tetap Relevan

Parade Mardi Gras di Sydney, Australia, masih dianggap relevan meskipun telah berlangsung selama 37 tahun. Kegiatan ini dilakukan di tengah masih terjadinya diskriminasi terhadap kaum lesbian, gay, bisexual, transgender, queer dan intersex (LGBTQI).

Mardi Gras yang dipusatkan di kampus University of Sydney untuk tahun 2015 akan dimulai akhir pekan ini. Diperkirakan 80 ribu orang akan menghadiri parade yang sekaligus menjadi tontotan meriah bagi keluarga di kota itu.

Pihak penyelenggara mengangkat tema keluarga untuk festival yang berlangsung 20 Februari hingga 8 Maret tahun ini.

Penyelenggara parade Mardi Gras mengalami kerugian besar di tahun 2014.

Menurut Elias Jahshan, editor koran the Star Observer, kepada ABC mengatakan festival ini masih relevan bagi masyarakat sejak dimulai 37 tahun lalu.

Menurut dia, parade yang awalnya dilakukan sebagai bentuk protes atas perlakuan diskriminasi terhadap kaum gay, kini masih memainkan peranan penting dalam mempromosikan toleransi.

"Alasan utamanya mengapa masih relevan karena diskriminasi dam homophobia masih terjadi di sekitar kita," kata Jahshan kepada ABC.

"Sydney merupakan salah satu kota yang bisa menerima komunitas LGBTI, namun toh tetap ada warga kota ini yang tidak bisa menerima," katanya.

Jahshan yang tumbuh di bagian barat Sydney mengatakan komunitas di daerah itu tidak menerima baik kehadiran orang LGBTI.

Namun ada sejumlah lokasi di wilayah itu, misalnya di Paramatta yang semakin bisa menerima. "Daerah Paramatta sudah mulai terjadi perubahan meskipun tidak masih sangat jarang melihat kehadiran orang LGBTQI," jelasnya.

Mardi Gras merupakan parade komunitas LGBTQI terbesar di dunia, dan menjadi salah satu atraksi terbesar yang menarik turis internasional ke Sydney.

Meski demikian, penyelenggara Mardi Gras menyatakan mengalami kerugian $177.644 (sekitar Rp 1,7 miliar) tahun lalu, setelah mengalami keuntungan besar di tahun 2013 saat artis Kylie Minogue turut meramaikan festival.

Penyelenggara menyebutkan adanya brita negatif mengenai Mardi Gras serta mahalnya harga tiket yang menjadi penyebab kerugian tahun lalu.

CEO Mardi Gras Michael Rolik mengatakan, pihaknya bertekad tahun ini bisa menutupi kerugian tersebut.