ABC

Marc Brew Dan Semangat Menari Dari Atas Kursi Roda

Menari bukanlah perkara gampang bagi sebagian orang. Tapi bagi penari dan koreografer asal Australia, Marc Brew, menari adalah nafas hidupnya. Begitu melekatnya ia pada dunia tari, kecelakaan yang merenggut kemampuan kakinya-pun tak menghalangi Marc untuk tetap berolah gerak. Kini, di atas kursi roda, Marc tetap menari dan menebar semangat hidup ke seluruh dunia.

Tahun 1997 adalah titik balik bagi kehidupan Marc Brew, penari sekaligus koreografer asal Australia. Di tahun itulah, Marc -yang telah menjalani karirnya selama 20 tahun -mengalami kecelakaan yang membuat kedua kakinya lumpuh.

Bagi kebanyakan penari, kaki adalah aset paling berharga dalam karir mereka. Namun bagi pria yang menimba ilmu di The Australian Ballet School ini, organ penopang tubuh itu hanyalah salah satu aset penting, bukan satu-satunya.

Menurut seniman yang kini berbasis di Glasgow, Inggris, ini tekad dan kemauan-lah faktor utama yang membuat dirinya terus menari walau didera keterbatasan.

“Tentu saja pertama-tama saya harus meyakinkan diri saya sendiri.”

Marc Brew dalam karyanya 'Remember When' di 2nd Indonesian Ballet Gala, Jakarta.
Marc Brew dalam karyanya 'Remember When' di 2nd Indonesian Ballet Gala, Jakarta.

Supplied; Ballet ID

Ia lalu bertutur, “Persepsi bahwa menari itu harus dengan dua kaki yang indah, tubuh yang memanjang, lalu setelah saya kecelakaan mobil dan lumpuh dari dada ke bawah, tentu itu tak berlaku bagi saya.”

“Tapi saya masih merasakan darah penari bergejolak dalam diri saya. Saya masih punya semangat itu, keinginan untuk tampil, untuk berkarya, untuk berekspresi,” katanya kepada Nurina Savitri dari ABC ketika ditemui selepas gladi resik gelaran ‘the 2nd Indonesian Ballet Gala’ di Jakarta hari Jumat (22/9/2017).

Marc mengatakan, mengubah persepsi pribadi tentang definisi penari sungguh membantunya untuk tetap berkarir.

“Jadi bagi saya, pertama-tama kita harus mengubah persepsi kita sendiri tentang apa itu penari dan bahwa itu tentang mengekspresikan diri saya lewat gerakan. Dan saya masih bisa melakukan itu, hanya saja saya harus menemukan cara lain untuk melakukannya.”

Ia lantas mulai belajar untuk menggambarkan keinginannya secara jelas lewat kalimat, alat bantu yang menunjukkan perasaan, dan bantuan tangan untuk menggantikan fungsi kakinya.

“Saya mengoptimalkan lengan saya untuk gerakan ‘port de bras’ dan benar-benar bekerja sama dengan para penari untuk menghasilkan materi yang bisa saya manipulasi untuk mewujudkan gerakan yang saya mau,” kata peraih penghargaan ‘Best Original Solo Work’ di Melbourne Fringe Festival tahun 2002 ini.

Skip YouTube Video

FireFox NVDA users – To access the following content, press ‘M’ to enter the iFrame.

YOUTUBE: Aksi Marc di Atas Kursi Roda

Selama ini, Marc berkeinginan agar dunia tari bisa diterima berbagai kalangan. Ia berharap agar kisah hidupnya menjadi tolok ukur bagi orang lain untuk tak ragu menari dan terus berjuang melakukannya.

“Bagi penyandang disabilitas yang masih muda atau orang-orang yang baru mulai menari, yang tak punya akses ke dunia menari, mungkin tak hanya mereka yang difabel tapi juga yang pendapatannya rendah atau lingkungannya tak mendukungm saya mencoba memberi contoh dengan terus tampil dan berbagi karya saya.”

“Sehingga tak hanya orang berpenghasilan tinggi saja yang bisa menari, saya benar-benar ingin agar tari bisa diakses semua kalangan,” ujarnya.

Dalam ‘the 2nd Indonesian Ballet Gala’ di Jakarta hari Sabtu (23/9/2017), Marc menampilkan karya lawasnya yang bertajuk ‘Remember When’. Ini adalah penampilan Perdana Marc di Indonesia.

Koreografi itu sendiri ia ciptakan tak lama setelah dirinya dinyatakan menyandang disabilitas.

“Saya menampilkan karya solo lama saya ‘Remember When’. Itu berdurasi 10 menit dan merupakan karya solo pertama yang saya buat setelah kecelakaan. Jadi itu sangat intim, sangat reflektif, sangat penuh gestur dan banyak gerakan.”

Di masa depan, Marc berkeinginan untuk membuat karya yang menampilkan budaya asli Australia dan bekerja sama dengan warga Aborijin.