ABC

Makin Banyak Warga Australia Gunakan Skema Perjanjian Utang

Saat ini semakin banyak warga Australia yang berminat memasuki perjanjian utang (debt agreement) melalui jasa penasehat finansial swasta.

Menurut data Badan Kewenangan Kesejahteraan Finansial (AFSA) yang diterbitkan hari Kamis (09/01/2014), lebih dari 2.500 penduduk Australia menggunakan skema perjanjian utang di kwartal Desember. Pada tahun finansial lalu, hampir 10.000 warga yang mendaftar.

Perjanjian hutang diperkenalkan sekitar 20 tahun lalu sebagai alternatif bagi kebangkrutan atu pailit.

Menurut Ian Ramsay dari Fakultas Hukum Melbourne University, perjanjian utang merupakan cara bagus untuk menangani masalah finansial serius bagi mereka yang berpenghasilan rendah.

“Ada stigma terkait kepailitan. Oleh karena itu, cocok sekali bila ada yang menawarkan alternative yang memiliki tujuan yang sama dengan pailit, yaitu memungkinkan seseorang mulai dari awal kembali, untuk kembali melanjutkan hidup mereka, namun [alternatif ini] tidak memiliki kerugian yang serupa dengan kepailitan,” jelasnya.

Perjanjian utang makin digemari sebagai alternatif terhadap pinjaman utang terkonsolidasi, yang bisa berbuntut menumpuk biaya utang.

Di bawah aturan pemerintah Australia, mereka yang tak sanggup membayar utang dapat memasuki perjanjian hingga mereka dapat membayar jumlah nominal.

Bila sang kreditor, misalnya sebuah bank atau perusahaan listrik, menerima proposal ini, maka utang tersebut akan dibatalkan dalam periode tertentu yang disetujui.

Namun, memasuki perjanjian utang berarti tercatat melakukan tindakan pailit, dan ini akan tercantum dalam catatan finansial orang tersebut selamanya.

Menurut Penelope Hill dari Pusat Hukum Aksi Konsumen, hal ini tidak selalu dijelaskan oleh pihak swasta yang dimintai tolong perihal perjanjian utang tersebut.

“Nama mereka dicantumkan dalam daftar yang dipegang AFSA seumur hidup mereka,” jelas Hill.

Bahkan, ada beberapa perusahaan swasta yang terkesan ‘memangsa’ pengguna jasa mereka dengan menggunakan perjanjian utang demi mendapatkan bayaran.

“Orang yang tak sanggup membayar utang sangat rentan, dan mereka haus harapan. Saya rasa, terkadang mereka diberi harapan yang tidak realistis,” jelas Hill.

“Perjanjian hutang dan kepailitan sebenarnya memiliki banyak konsekuensi yang serupa. Jadi, bagi sebagian penghutang, memasuki perjanjian utang sebenarnya bisa lebih parah dibanding pailit, karena mereka jadi wajib membayar selama periode tertentu,” tambahnya.

Namun, hal ini dibantah oleh  Deborah Southon, Direktur Eksekutif Fox Symes, yang merupakan salah satu perusahaan penyelesaian utang di Australia.

“Tentu kita memberi tahu [konsumen] bahwa mereka akan berutang selama tujuh tahun, dan ini benar-benar menjadi penghambat bagi sebagian orang. Namun, sisi positifnya memungkinkan seseorang membayar utang. Mereka tahu apa aturan pembayaran selama periode tertentu, jadi mereka bisa mengatur pembayaran lainnya. Mereka tak tergoda kartu kredit, karena, saat anda memasuki perjanjian utang, anda tak akan bisa mendapatkan kredit,” jelas Southon.

Biaya jasa yang harus dibayar seseorang saat memasuki perjanjian utang dengan Fox Symes tergantung kemampuan. Rata-rata, untuk melakukan perjanjian utang, pihak pengelola mendapat 22 sen (Rp 2.351) tiap 1 dollar.

Ini berarti, misalnya seseorang memiliki utang 10.000 dollar, Fox Symes akan mendapat 2.200 dollar dalam kurun waktu lima tahun bila memfasilitasi perjanjian utang orang tersebut.  

Southon mengatakan bahwa perjanjian utang biasanya memakan biaya lebih kecil dibanding alternatif lainnya.

“Tak ada yang disembunyikan, dan ini bukan alat pemangsa,” tegasnya.