Majelis Hakim Menguatkan Putusan Hukuman Mati Dalam Sidang Banding Ferdy Sambo
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menguatkan putusan hukuman mati Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam sidang banding yang diajukan terdakwa Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Selain itu, hari ini (12/04) majelis hakim juga mengatakan bahwa terdakwa akan tetap berada dalam tahanan dan biaya perkara akan dibebankan kepada negara.
Sidang yang dimulai pada pukul 09.00WIB tersebut digelar secara terbuka untuk umum dan disiarkan secara langsung.
Selain Sambo, terdakwa lain yang mengajukan banding pada 17 Februari 2023 adalah Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Bripka Ricky Rizal.
Namun, keempat terdakwa ini tidak hadir di pengadilan.
Dalam sidang hari ini, memori banding yang diajukan kuasa hukum Sambo mempertanyakan hasil keputusan pengadilan, termasuk vonis hukuman mati terhadap Sambo.
Menurut mereka, "tidak ada angka statistik yang menunjukkan penerapan hukuman mati dapat memperkecil angka kejahatan" dan bahwa "hukuman mati tidak berperikemanusiaan."
Namun majelis hakim tinggi mengatakan "tidak sependapat dengan memori banding penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo."
"Mengenai boleh tidaknya hakim menjatuhkan hukuman mati, sebenarnya secara hukum sudah tidak perlu dikemukakan lagi," ujar majelis hakim.
"Hukuman mati tidak bertentangan dengan konstitusi karena Undang-Undang Dasar 1945 tidak menganut kemutlakan Hak Asasi Manusia."
Memori kuasa hukum Sambo juga memuat pertanyaan mengapa hukuman penjara Eliezer yang menjadi eksekutor penembakan lebih singkat dibanding terdakwa lainnya.
Majelis hakim tinggi mengatakan "tidak berwenang untuk memberikan ulasan".
"Satu hal yang menjadi pertimbangan, baik oleh majelis hakim tinggi maupun majelis hakim tingkat pertama adalah isi kesaksian Richard Eliezer Pudihang di persidangan dalam perkara terdakwa Ferdy Sambo," katanya.
"Saksi Richard Eliezer memberikan keterangan yang secara lugas dan terang, dengan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di luar skenario dan rekayasa yang telah dibuat oleh terdakwa."
Duduk perkara
Sebelumnya, hakim Wahyu Iman Santoso menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo dan vonis 20 tahun penjara bagi Putri Candrawathi di sidang 13 Februari lalu.
Sambo divonis pidana atas dakwaan pembunuhan dan 'obstruction of justice' atau menghalangi proses penyidikan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau dikenal sebagai Brigadir J.
Brigadir J dieksekusi oleh Bharada Eliezer atas perintah Ferdy Sambo dan tewas dengan tujuh luka tembak pada 8 Juli 2022.
Terdakwa lainnya, Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara, sementara Bripka Ricky Rizal 13 tahun penjara.
Semua terdakwa mengajukan banding, kecuali Bharada Richard Eliezer yang divonis hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.
Meski sempat ditawarkan uang Rp1 miliar untuk mengikuti skenario Sambo, Eliezer memilih untuk menjadi 'justice collaborator' atau pelaku kejahatan yang bekerja sama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum.
Persidangan yang sudah berlangsung sejak Oktober tahun lalu tersebut diadakan berdasarkan pengakuan Putri Candrawathi bahwa ia dilecehkan oleh Brigadir Yosua.
Pengakuan tersebut namun tidak disertai bukti visum atau saksi yang menguatkan, sehingga hakim berkeyakinan bahwa pelecehan seksual yang dituduhkan tidak terjadi.
Sambo juga dituduh telah menghilangkan dan merusak barang bukti.
Salah satunya ada laptop berisi salinan rekaman CCTV yang dipatahkan ke beberapa bagian sehingga tidak bisa diperiksa pihak berwenang.
Terdakwa Kuat Ma'ruf, Eliezer dan Ricky Rizal juga diminta "menyamakan pikiran" mengenai skenario yang dibuat Sambo, menurut pembacaan hakim majelis.
Hukuman terberat dijatuhkan pada Sambo karena majelis hakim menilai dirinya terbukti bersalah dan tidak ada alasan pembenar atau pemaaf atas perbuatannya.
Saat artikel ini diterbitkan, masih berlangsung sidang putusan banding kepada Putri Candrawathi.
Diproduksi oleh Natasya Salim untuk ABC Indonesia