ABC

Mahendra Siregar Bicarakan Indonesia di Australia

Sekitar 100 pengusaha, akademisi dan pejabat pemerintah negara bagian Victoria, Australia, hari Selasa (8/8/2017) hadir dalam jamuan makan malam bersama dan mendengarkan penjelasan terbaru mengenai Indonesia dari mantan Wakil Menteri Perdagangan RI Mahendra Siregar.

Dalam acara yang diselenggarakan salah satu lembaga pemikir ternama Australia Lowy Institute tersebut, Mahendra yang juga sebelumnya diplomat senior, memberikan pendapatnya mengenai hasil pemilihan Gubernur DKI Jakarta, dan juga kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh pemerintahan Presiden Jokowi.

Mahendra juga kemudian memberikan masukan kepada mereka yang hadir mengenai apa yang harus dilakukan untuk memperdalam hubungan antara Indonesia dan Australia.

Mahendra Siregar, yang pernah juga menjadi Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, juga terlibat dalam kegiatan lembaga kerjasama bernama Australia Indonesia Center (AIC).

Mengawali paparannya, Mahendra menjelaskan dua hal yang tampaknya memang ingin didengarkan oleh berbagai kalangan di Australia dampak pemilihan Gubernur DKI Jakarta baru-baru ini yang dimenangkan oleh Anies Baswedan.

“Kalau kita melihat hasil pemilihan gubernur dan ada yang mengatakan apakah Indonesia sedang beralih ke arah yang ekstrim?” ujarnya.

“Jawabannya adalah kita harus melihat ini semua dalam jangka yang panjang. Jadi misalnya kalau kita lihat dalam kerangka 100 tahun, apa yang terjadi sekarang ini tidak ada apa-apanya,” kata Mahendra.

"Indonesia sudah pernah mengalami berbagai hal seperti ini sebelumnya, dan Indonesia berhasil mengatasinya."

“Tetapi dalam waktu yang sama, juga Indonesia harus berhati-hati bahwa hal yang lebih buruk lagi mungkin saja bisa terjadi,” tambahnya.

Berbicara mengenai situasi ekonomi di Indonesia, Mahendra Siregar mengatakan bahwa sebagian orang sudah mulai berbicara mengenai pemilihan presiden tahun 2019, hal yang disebutnya masih lama akan terjadi dan kemungkinan apakah Presiden Jokowi akan terpilih lagi.

“Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia tumbuh tiap tahun sekitar 5 persen. Angka ini mungkin dianggap biasa bagi Indonesia, walau negara lain mungkin akan iri dengan pertumbuhan setinggi itu.”

“Presiden Jokowi dalam janji kampanye ingin ekonomi tumbuh 7 persen. Saya kira ini tidak akan terjadi. Ekonomi Indonesia tahun ini tumbuh mungkin sekitar 5,1 persen tahun ini dan juga tahun depan,” lanjutnya.

Menurut Mahendra itupun bisa beresiko tidak terjadi karena adanya situasi politik sekarang ini dimana perhatian mulai diarahkan ke pemilihan presiden tahun 2019.

“Yang dikhawatirkan adalah bahwa Indonesia bisa kehilangan momentum, dalam melakukan apa yang dilakukan pemerintah saat ini, yaitu membangun infrastruktur, juga kebijakan fiskal dan yang lain.”

Hubungan Indonesia dan Australia

Mahendra Siregar pernah menjadi Wakil Menteri Perdagangan
Mahendra Siregar pernah menjadi Wakil Menteri Perdagangan

Foto: Sastra Wijaya

Mahendra Siregar kemudian berbicara mengenai bagaimana meningkatkan hubungan antara Indonesia dan Australia yang bisa dilakukan kalangan non pemerintah.

“Saya bisa mengerti bahwa perhatian Australia lebih banyak dicurahkan ke China. Hal yang tidak salah, karena bagi negara ASEAN, China juga adalah mitra dagang terbesar. Indonesia tidak bermaksud bersaing dengan China,” katanya lagi.

Namun Mahendra Siregar mengatakan bahwa China tidak akan lagi mengalami pertumbuhan ekonomi di atas 10 persen seperti yang pernah terjadi sebelumnya dan Indonesia bisa menjadi alternatif bagi investasi dari Australia.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh kedua negara, bukan di jajaran antarpemerintah pusat saja, namun di tingkat lebih bawah lagi.

"Pendekatan yang dilakukan oleh Australia dengan China, dimana bila ada perjanjian dengan pemerintah pusat, pelaksanaan di sisi bawah akan bisa berjalan, tidak akan bisa dilakukan di Indonesia," katanya.

Disebutkan walau sudah ada perjanjian di tingkat pusat, misalnya, di tingkat provinsi, atau kabupaten, belum tentu bisa melaksanakan perjanjian tersebut.

“Namun itulah realitasnya. Tetapi menurut saya, kita harus melihat ini dari sisi jangka panjang, dari sisi potensi kedua negara, bukan dari kemudahan yang belum ada sekarang ini.”

“Realitas lainnya adalah China tidak akan bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 10 persen seperti sebelumnya lagi,” ucapnya.

Namun Mahendra mengatakan meski ada berbagai kesulitan namun yang perlu dilakukan di kedua negara adalah membina hubungan yang lebih dalam di tingkat yang lebih kecil.

“Hubungan Indonesia dan Australia sekarang sudah tidak lagi berada di fase pertama dimana hanya sedikit orang Indonesia tinggal di Australia, hanya sedikit orang Australia tahu mengenai Indonesia,” kata Mahendra

Sekarang ini menurut, Mahendra adalah sekarang sudah banyak pihak yang terlibat dalam berbagai kegiatan.

“Yang perlu dilakukan sekarang adalah membawa hubungan itu ke arah yang lebih berarti. Misalnya kerjasama penelitian di kedua negara sudah banyak dilakukan namun sekarang bagaimana membawa kerjasama penelitian itu ke tingkat komersial,” lanjutnya.

Juga di bidang ekonomi, dimana kedua negara sama-sama tergantung pada ekspor sumber daya alam, bagaimana kedua negara bekerjasama di bidang tersebut untuk menciptakan nilai tambah bagi sumber daya alam yang dihasilkan.

Hubungan Jokowi dan Turnbull

Dalam acara yang juga dihadiri oleh wartawan ABC Sastra Wijaya tersebut, Mahendra Siregar ditanya mengenai keadaan hubungan Indonesia dan Australia yang disebut selalu bergerak dari satu krisis ke krisis lainnya, di antaranya Timor Timur, kemudian kasus narkoba Shapelle Corby, kemudian penyadapan telepon, dan juga eksekusi hukuman mati terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Mahendra Siregar menjawab bahwa dia tidak melihat krisis itu mempengaruhi hubungan di tingkat akar rumput.

“Sekarang ini ada 16 ribu warga Indonesia tinggal di Victoria, 5 tahun lalu angkanya sekitar 6 ribu orang. Mahasiswa Indonesia di Victoria juga sekitar 6 ribu orang di Victoria, dan di New South Wales, 11 ribu orang. Apakah menurut anda, orang tua mahasiswa ini akan mengijinkan anak mereka sekolah ke Australia kalau mereka melihat hubungan kedua negara tidak baik,” katanya.

Berbicara mengenai hubungan kedua peimpin, Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Malcolm Turnbull, Mahendra Siregar mengatakan secara pribadi ini adalah hubungan yang terbaik yang pernah dilihatnya.

“Saya mendampingi Presiden Jokowi di KTT G20 di Brisbane di tahun 2014 dimana ketika itu PMnya adalah Tony Abbott,” kata Mahendra.

Tahun 2015 PM Malcolm Turnbull berkunjung ke Indoensia, dan oleh Presiden Jokowi diajak mengunjungi Pasar Tanah Abang di Jakarta.

“Saya melihat Presiden Jokowi sangat cocok dengan gaya PM Turnbull,” katanya lagi.

Acara makan malam yang diselenggarakan Lowy Institute ini merupakan salah satu kegiatan bergengsi.

Dua minggu sebelumnya, Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson yang menjadi pembicara, dan tahun lalu, Thomas Lembong yang ketika itu menjadi Menteri Perdagangan Indonesia juga hadir sebagai pembicaran.

Forum ini digunakan untuk memberikan kesempatan kepada berbagai kalangan di Australia untuk mengetahui perkembangan terbaru dari satu negara langsung dari tangan pertama.