Mahasiswa China di Australia Ciptakan Aplikasi Chatting Cegah Bullying
Jika ia tak mengikuti kompetisi daring yang terbuka untuk mahasiswa hukum di seluruh dunia, Wendy Li tak akan berpikir untuk menciptakan chatbot (program komputer yang dirancang untuk mensimulasi percakapan) daring untuk membantu kaum muda yang menjadi korban intimidasi di dunia maya atau ‘cyberbullying’.
Ketika Wendy Li, seorang mahasiswa China yang belajar Yuris Doktor di Sekolah Hukum Universitas Melbourne, memutuskan untuk berpartisipasi dalam kompetisi ‘LawWithoutWalls X’ yang berlangsung selama empat bulan, ia tak menyangka langkahnya begitu jauh.
“Awalnya saya tertarik dengan hadiah dari kompetisi ini. Pemenang final akan bepergian ke Miami di Amerika Serikat selama seminggu!,” kata Wendy.
Kompetisi tersebut mengumpulkan lebih dari 30 mahasiswa yang terbagi dalam 10 kelompok. Didukung oleh para mentor dari profesi akademis, bisnis dan teknologi, masing-masing kelompok diberi masalah keadilan sosial yang terkait hukum. Masalahnya termasuk “Bagaimana hukum memungkinkan kehidupan yang lebih baik untuk imigran di pusat detensi?” dan “Bagaimana pengacara bisa mempermudah proses penyelesaian bagi pencari suaka baru?”.
Topik yang ditugaskan ke tim Wendy adalah “Bagaimana kita bisa melindungi kaum muda dari cyberbullying?”.
“Teman-teman satu tim saya berasal dari Inggris, Perancis dan China. Kami berdiskusi via Skype seminggu sekali. Kami menghabiskan dua bulan untuk melakukan banyak penelitian dan menemukan beberapa anak muda yang mencari bantuan saat mereka menghadapi cyberbullying. Tak banyak yang mencari bantuan secara daring. Tapi ada juga yang mau mengobrol di forum dan blog,” tutur Wendy.
Jadi tim, yang semuanya adalah mahasiswa hukum, itu memutuskan untuk membuat robot ‘chatting’ daring yang menarget cyberbullying dalam waktu dua bulan. Dan mereka mencapai tujuan mereka.
Produk akhirnya disebut Amibot, robot ‘chatting’ daring yang digambarkan Wendy sebagai karya “setengah jadi” dan tak terlalu cerdas.
“Kami ingin membangun ‘chatbot’ yang cukup cerdas untuk belajar bahasa manusia. Tapi bagi kami ini hampir tak mungkin. Jadi solusi kami adalah membangun robot pemandu sederhana yang beroperasi melalui menu. Misalnya, ketika Anda mengatakan ‘halo’, ia akan membalas ‘hai’. Dan kemudian robot ini akan menyediakan menu pilihan bagi Anda untuk dipilih. Kami menyebutnya sistem pohon,” terang Wendy.
Wendy mengatakan, peran Amibot dalam menangani cyberbullying lebih merupakan “pertolongan pertama” ketimbang ‘toko serba ada’ untuk memecahkan masalah. Pertama-tama Amibot akan menghibur Anda dan kemudian membimbing Anda ke tempat di mana Anda bisa mendapatkan pertolongan.
Mengingat pengguna yang ditargetkan adalah kaum muda, tim ini mencari bantuan dari siswa SMA sehingga bahasa yang digunakan Amibot kekinian.
"Kami mencari siswa SMA yang bahasa ibunya adalah bahasa Inggris. Kami menunjukkan kepada mereka respon otomatis yang dikirim Amibot. Sayangnya, tak ada yang lolos. Para siswa mengatakan, mereka -dengan cara apapun -tak akan berbicara seperti ini. Akhirnya mereka menjadi konsultan kami. Kami akan berkonsultasi kepada mereka untuk tiap kata yang diucapkan Amibot."
Meski tim ini telah berupaya keras membuat aplikasi ‘chatting’ ini, Amibot masih belum terlalu pintar. “Ups, saya tidak mengerti” sepertinya ini menjadi kata-kata favoritnya.
Meski demikian, tak peduli seberapa belum matangnya Amibot ini, tim Wendy adalah satu-satunya tim yang telah menghasilkan produk akhir di akhir kompetisi. Tim lain dalam kompetisi tidak menerjemahkan ide mereka menjadi sebuah hasil. Akibatnya, Amibot memenangkan penghargaan ‘Award of Viability’.
Tim-nya tak berhasil menembus Miami, tapi Wendy sangat bangga.
“Chatbot ini seharusnya memiliki masa depan yang sangat positif karena tak ada produk sejenis yang menargetkan cyberbullying. Dan saya telah mendapatkan banyak dari kompetisi ini. Saya belajar bagaimana menjadi proaktif dan gigih. Sekarang saya sangat terbiasa berbicara via Skype dan membaca kasus hukum lebih cepat,” jelas Wendy.
Pelajaran lain juga telah ia pelajari.
“Jika kami punya uang, kami pasti akan menyewa seorang coder (ahli sandi komputer),” kata Wendy.
Diterjemahkan pukul 10: 30 AEST 26/6/2017 oleh Nurina Savitri dan simak artikelnya dalam bahasa Inggris di sini.