ABC

Lima Peternakan Australia tawarkan kerjasama ke Indonesia

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bergerak cepat untuk mewujudkan niatnya memiliki industri peternakan di Australia untuk memasok kebutuhan sapi di dalam negeri.

Bermodalkan alokasi anggaran sebesar 1 trilyun rupiah, Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengaku telah menunjuk dua perusahaan BUMN yakni PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dan PT Pupuk Indonesia untuk menjalankan misi tersebut.

Direktur PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), Ismed Hasan Putro mengatakan investasi ini akan  mampu memberi kepastian pasokan daging dan ternak sapi yang sangat dibutuhkan Indonesia saat ini.

Namun Ismed menegaskan investasi yang akan dilakukan bukan dalam bentuk membeli lahan peternakan sapi seperti yang banyak diberitakan, tetapi perusahaannya akan mengakuisisi perusahan peternakan di Australia.

“Kita akan mengakuisisi perusahaan tersebut untuk kemudian kita bisa secara rutin mengirim sapi ke Indonesia. Tapi kami bukan membeli lahan. Kami tidak membeli lahan, kami hanya mengakusisi perusahaan yang ada di situ, apakah itu milik perusahaan atau milik peternakan. Sekarang sudah ada 5 perusahaan yang menawarkan untuk bekerjasama dengan PT RNI," kata Ismed.

Ismed tidak bersedia mengungkap nama perusahaan yang dimaksud, namun ia memastikan kelima perusahaan itu berasal dari Negara Bagian Wilayah Utara atau Northern Terrotory (NT).

Saat ini PT RNI masih mempelajari hasil kajian dari mitra bisnisnya Commonwealth Bank Australia (CBA) atas kelayakan perusahaan-perusahaan tersebut.

Meski batas investasi yang dibolehkan untuk investasi asing di Australia mencapai 1 juta hektar, namun sebagai langkah awal PT. RNI baru akan menyasar perusahaan dengan luasan lahan peternakan antara 10 hingga 25 ribu hektar.

Dengan investasi ini, PT. RNI dan PT Pupuk Indonesia mentargetkan mampu memasok 20 ribu ekor sapi per bulan mulai awal tahun depan. "Sapi itu ada empat jenis, sapi betina produktif, sapi pedet (bibit sapi), sapi bakalan dan sapi siap potong," jelasnya.

"Untuk kurun waktu 6 bulan kita akan perbanyak jumlah sapi siap potong. Seiring dengan itu, nanti, akan kita tambah dengan sapi bakalan yang akan digemukan serta pedet yang diharapkan akan tambah populasi, sehingga perlahan akan mengurangi alokasi impor," jelas Ismet.

Rencana ini langsung disambut baik oleh peternak di Australia. Jurubicara Asosiasi Peternak NT, Luke Bowen, kepada ABC mengatakan, rencana ini merupakan peluang baik bagi para peternak.

Pembelian lahan peternakan bisa membantu memulihkan industri ternak sapi yang lesu, menyusul larangan ekspor sapi hidup ke Indonesia.

Perdana Menteri Terpilih Australia, Tony Abbott, juga mengatakan terbuka untuk membahas kerjasama ini dengan Indonesia. Rencana Investasi ini masih butuh izin dari Dewan Penilai Investasi Asing Australia, setelah menemukan tanah yang cocok.

Jika terealisasi, PT. RNI menjamin akan melanjutkan kebijakan harga daging yang lebih ramah bagi kantong konsumen dalam negeri, yang berkisar 70 ribu rupiah per kilogram.

Hal ini tentu saja menjadi kabar baik yang ditunggu banyak pihak di Indonesia, menyusul sampai saat ini harga daging masih cukup tinggi.

Namun demikian bukan berarti kebal kritik. Wakil Ketua Komisi Pangan DPR, Herman Khaeron tetap menilai, menarik Australia berinvestasi ke Indonesia sebagai solusi kemitraan yang lebih baik.

"Nilai tambah bagi Indonesia apa? Bukan sekedar kita bisa melakukan pemenuhan ketahanan pangan kita, tapi lebih dari itu kita butuh lapangan pekerjaan, kita butuh peluang usaha bagi masyarakat. Sehingga saya kira lebih baik mengajak Australia untuk berinvestasi di Indonesia. Untuk potensi itu, Papua, NTT, NTB, masih terbuka luas," ujar Herman Khaeron.

Harga daging sapi di Indonesia mencapai rekor tertinggi selama tahun lalu, karena produksi daging lokal gagal memenuhi kebutuhan domestik. Kebijakan swasembada sapi dari pemerintah dipersalahkan karena membatasi impor dari Australia dan negara lain.