Liga Sepak Bola Indonesia Jadi Salah Satu yang Mematikan di Dunia
Memakai kalung militer dan sebuah topi dengan lambang bertuliskan “Garis Keras”, Irlan Alarancia meneriakkan kata-kata kepada pendukung Persija lewat megafon.
Layakan pasukan yang mendengarkan komando, mereka langsung berdiri.
“Saya ingin kalian kuat secara mental dan fisik. Kita tidak bisa berharap yang lemah untuk ikut bertarung,” katanya.
Seperti militer, mereka telah dilatih di hutan untuk ditempatkan di zona perang.
Sebenarnya mereka hanyalah penggemar sepak bola tim kebangaan kota Jakarta, ingin memberikan dukungan dan bisa kembali pulang dengan selamat dari liga sepakbola yang disebut-sebut paling mematikan di dunia.
Begitu kencangnya permusuhan antar tim dan pendukungnya, para pemain di kejuaraan Liga Premier Indonesia sampai harus dikawal dengan pasukan militer lengkap dengan senjatanya setiap kali hendak bertanding.
Ada 18 tim yang berlaga di liga nasional ini dan persaingan diantara keduanya telah memakan korban.
Para pendukung memiliki klub penggemar dan “komandan” seperti Irlan, yang memimpin penggemar fanatik untuk datang ke berbagai pertandingan di penjuru Nusantara.
Seringkali, demi menghindari kerusuhan antar pendukung di jalanan, hanya pendukung tim tuan rumah yang diizinkan berada di dekat stadion.
Dan keterlibatan mafia dalam dugaan ikut mengatur pertandingan sudah dibicarakan secara terbuka, begitu juga dengan statistik pertandingan.
Fans sampai mati
“Sampai mati” adalah istilah yang sering terdengar di kalangan penggemar klub sepak bola di Indonesia, dan mereka bersungguh-sungguh dalam mengatakannya.
Sejak tahun 1994, 74 penggemar sepakbola telah meninggal dunia.
Tujuh orang diantaranya meninggal dalam tujuh tahun terakhir selama pertandingan antara tim Jakarta “Persija” dan “Persib” Bandung.
Irlan sebagai Komandan Garis Keras Jakmania pernah kehilangan gigi depannya dalam perkelahian dan memiliki beberapa bekas luka dari perkelahian.
“Setiap laki-laki suka berkelahi,” katanya kepada program ABC Foreign Correspondent.
Persaingan sengit tim sepak bola Persija dan Persib telah berlangsung selama beberapa dekade. Beberapa penggemar percaya jika hal tersebut memicu “perang” yang berlarut-larut.
Ada pula yang mengatakan karena kedua kota berdekatan satu sama lain — yang bisa ditempuh hanya beberapa jam dengan mobil.
Tapi apa pun alasannya, kericuhan yang terjadi melenceng di luar kendali, bahkan Irlan sendiri yakin jika perkelahian para penggemar fanatiknya sudah terlalu jauh.
“Sekarang, saya harus mencoba untuk menenangkan situasi. Jika kita membiarkannya akan menjadi lebih berbahaya,” katanya.
“Persaingan kita telah melewati batas.”
Korban dari persaingan mematikan
Haringga “Ari” Sirla tidak berniat berkelahi saat pergi ke Bandung menonton pertandingan sepak bola bulan September lalu.
Dua minggu sebelumnya, pria berusia 23 tahun tersebut menerima kartu keanggotaan Jakmania untuk pertama kalinya.
Meskipun penggemar Jakmania dilarang menghadiri stadion Bandung, Air tetap pergi “menyamar” untuk diam-diam mendukung timnya.
Tapi ia tidak pernah sampai ke stadion.
Dalam perjalanannya, ia diidentifikasi sebagai anggota Jakmania dan dikerubungi oleh gerombolan Viking, penggemar Persib.
Mereka memukulinya sampai mati.
“Kenapa ini harus terjadi pada Ari?” kata Mirah, ibu Ari sambil menangis.
Setelah dipukuli tanpa alasan, tubuh Ari diseret ke kerumunan dan penyerangnya berteriak: “Allahu Akbar”
Seluruh episode mengerikan direkam dalam ponsel dan disebarluaskan.
“Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa dia ditusuk, tulang kepalanya, lehernya patah, hidungnya patah. Bagaimana mungkin saya tidak memikirkan ia setiap hari?” ibunya bertanya.
Tiga belas orang telah ditangkap, termasuk diantaranya tujuh anak belasan tahun, dan didakwa dengan pembunuhan dan penyerangan yang menyebabkan kematian atau cedera.
Ayah Ari, Siloam, menginginkan para penyerang diberi hukuman mati.
“Saat saya melihat foto-foto mereka, saya sangat membenci mereka,” katanya.
“Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika ketemu langsung dengan mereka. Kalau perlu, saya akan membunuh mereka juga.”
Menyelamatkan sepak bola Indonesia
Setelah kematian Ari, Liga Premier Indonesia ditangguhkan selama dua minggu dan pendukung Bandung dilarang datang ke pertandingan.
Tetapi kekerasan dan keonaran terus berlanjut sepanjang sisa musim ini.
Joko Driyono ditunjuk jadi ketua sementara PSSI, sejak mantan ketua Edy Rahmayadi mundur akhir tahun lalu di tengah tuduhan tidak benar dalam mengelola PSSI.
Ia mengatakan liga nasional ikut berduka atas kematian Ari.
“Kami merasa sangat menyesal atas insiden itu,” kata Joko
“Semua orang tidak pernah berharap akan mengalaminya dan semoga menjadi kasus terakhir yang kita lihat.”
Joko mengatakan upaya PSSI membuat pertandingan sepak bola lebih aman bagi para penggemarnya tidak bisa dilakukan “hanya dalam sehari semalam”.
“Kami yakin ini adalah proyek jangka panjang dan butuh perencanaan jangka panjang,” katanya.
Ia mengatakan beberapa langkah perubahan, bagaimana pertandiangan diatur, infrastruktur stadion dan kapasitas masing-masing klub untuk mengelola pertandingan, tetapi hanya sedikit penggemar yang yakin perubahan tersebut akan efektif.
Mantan jurnalis olahraga Akmal Marhali, sekarang mengelola organisasi Save Our Soccer (SOS), mengatakan sepak bola Indonesia telah “menjadi kuburan, bukan hiburan”.
Akmal telah mengumpulkan daftar insiden kekerasan dan menyelidiki tuduhan korupsi liga selama bertahun-tahun.
Ia mengatakan kerusuhan mematikan dan meminta korban balasan antara penggemar Jakarta dan Bandung telah berlangsung terlalu lama.
“Ini sebagian balas dendam dari peristiwa masa lalu, ketika Persib bermain di kandang Persija, ada yang meninggal. Ketika Persija bermain di stadion Persib, satu meninggal,” katanya.
“Ini adalah tradisi yang sangat jelek untuk sepakbola Indonesia.”
Meski ia juga fanatik soal sepak bola, Akmal mengatakan ia lebih suka jika liga dihentikan sama sekali, ketimbang melihat ada penggemar lain yang terbunuh.
Kekerasan di pertandingan final
Bahkan setelah kematian Ari dan ancaman liga akan ditutup pun kekerasan tetap ada.
Saat Persija memenangkan liga nasional, polisi kehilangan kendali setelah ratusan penggemar menyerbu gerbang dan memaksa masuk ke stadion.
Pekan sebelumnya, pada pertandingan yang seharusnya “bersahabat” antara Persija dan Bali United, kerusuhan dan perkelahian terjadi bahkan sebelum pertandingan dimulai, tanpa ada intervensi dari polisi.
Saat pertandingan berlangsung bahkan harus dihentikan beberapa kali ketika penggemar Bali United gaduh melemparkan flare ke lapangan, meneriakkan “anjing mafia”.
Lusinan polisi anti huru hara di lapangan hanya bisa berdiri dan menunggu flare terbakar.
Kerumunan Bali tidak marah pada tim lain, tetapi kepada pejabat tim mereka sendiri, setelah adanya desas-desus bahwa pertandingan telah diatur oleh mafia judi internasional.
“Mengatur pertandingan adalah penyakit kronis di Indonesia,” kata Akmal.
“Sebelum [para penggemar] masuk ke stadion, mereka sudah mengetahui hasilnya. Dan itu yang benar terjadi di pertandingan, membuat mereka marah.”
Pihak kepolisian kini telah membentuk Satuan Tugas Anti Mafia Sepak Bola, yang melibatkan 145 petugas yang bertugas menyapi para pejabat yang korup.
Mereka telah menggerebek beberapa kantor dan menyeret 11 orang menjadi tersangka.
Jutaan penggemar menuntut liga nasional dibersihkan, tetapi sedikit yang percaya jika sepak bola Indonesia akan menampilkan “permainan yang bagus” dalam waktu dekat.
Tonton program Foreign Correspondent edisi Running Amok, Selasa malam (12/02) di ABC TV dan iView.