ABC

Langgar Aturan, Restoran Hobart Bayar Ganti Rugi Pekerja Rp 190 Juta

Sebuah restoran di Hobart, Tasmania, diwajibkan untuk membayar hutang upahnya kepada seorang pekerja senilai 19.000 dolar (atau sekitar Rp 190 juta) yang mencakup gaji pokok dan hak istimewa lainnya setelah pekerja yang merupakan turis backpacker (berbujet rendah) itu dibayar serendah 10,36 dolar (atau sekitar Rp 103.600) per jam untuk berperan sebagai manajer, juru masak, pelayan dan staf pembukuan.

Pekerja pria itu adalah karyawan satu-satunya di restoran tanpa nama tersebut, dan melakukan semua empat fungsi pekerjaan itu dengan modal visa liburan sambil bekerja di Australia.

Lembaga Ombudsman Ketenagakerjaan Australia mengatakan, pria tersebut bekerja 10 jam per hari, 7 hari seminggu dan hanya dibayar 900 dolar (atau Rp 9 juta) per minggu, dengan potongan sebesar 175 dolar (atau sekitar Rp 1,75 juta) untuk biaya sponsor visa.

Ia hanya diberi hari libur pada hari Minggu tiap pekan kedua dan dibolehkan untuk beristirahat 10 menit jika tak ada tamu di restoran.

Upahnya serendah 10,36 dolar (atau sekitar Rp 103.600) per jam, meski berhak mendapat upah minimum per jam sebesar 24,45 dolar (atau setara Rp 244.500), 29,34 dolar (atau setara Rp 293.400) pada hari Sabtu, 34,23 dolar (atau setara Rp 342.300) pada hari Minggu, dan 48,90 dolar (atau setara Rp 488.000) pada hari libur umum.

Di bawah aturan ketenagakerjaan setempat, ia seharusnya juga berhak mendapat waktu istirahat minimal 30 menit tanpa dibayar selama waktu kerja 5 jam atau lebih.

Restoran itu tak pernah mendaftarkan perekrutan pria tersebut sebagai karyawannya dan tak pernah memberinya slip gaji.

Akhirnya pekerja backpacker itu menghubungi Ombudsman Ketenagakerjaan untuk meminta bantuan.

Kristen Hannah dari lembaga tersebut mengatakan, tindakan tegas agar pekerja itu mendapat ganti rugi, tidak perlukan.

"Dalam kasus ini, kami mampu untuk membantu karyawan tersebut mendapatkan hak-haknya secara cepat dan penuh, tanpa perlu menjalani proses pengadilan yang panjang dan menguras biaya," kata Hannah.

Ia mengatakan, itu adalah pertama kalinya restoran di Hobart menarik perhatian Ombudsman.

“Tapi sekarang pelanggaran ketenagakerjaan lebih lanjut tak akan ditoleransi.”

“Tak ada alasan bagi perusahaan untuk tidak memenuhi kewajiban mereka ketika ada begitu banyak informasi dan dukungan yang tersedia secara bebas.”

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.