ABC

Kurator Melbourne Promosikan Seniman Indonesia di Italia

Sebuah kolaborasi internasional melibatkan berbagai pihak mulai dari pengacara Indonesia di Australia, kurator asal Melbourne dan Singapura dan Dutabesar Indonesia di Vatikan mewujudkan pameran Seni Kontemporer Indonesia di Roma.

Pameran berjudul Shout ini dilangsungkan di Museo d'Art Contemporanese di Roma (MACRO) yang sudah dibuka sejak 26 September lalu dan berlangsung sampai 11 November yang menampikkan 11 seniman seni kontemporer asal Indonesia yang karya-karya mereka semakin dikenal.

Shout digelar bersamaan dengan Festival Film Asiatice Mediale yang berusaha menghadirkan diskusi dan pertukaran budaya antara Italia dan benua Asia lewat film.

Yang unik dari pameran Shout ini adalah keterlibatan sedikitnya tiga negara, Australia, Indonesia dan Italia bagi terwujudnya pameran.

Keterlibatan Australia adalah lewat keterlibatan sebuah galeri internasional bernama MIFA (Melbourne Intercultura  Fine Arts), yang diminta untuk mencari para seniman muda Indonesia guna tampil dalam pameran Shout.

Menurut Konfir Kabo seorang warga asal Indonesia dari kantor pengacara Kabo di Melbourne, MIFA sebelumnya pernah menyelenggarakan pameran seni yang melibatkan seniman asal Indonesia di Australia.

Self Image karya Erika Ernawan. (Dok: MIFA)

Dalam perbincangan dengan wartawan ABC L. Sastra Wijaya, Konfir Kabo yang juga menjadi salah satu sponsor bagi pameran Shout mengatakan bahwa ide untuk menyelenggarakan pameran datang dari Dutabesar Indonesia untuk Vatikan, Budiarman Bahar yang sebelumnya pernah menjadi Konsul Jenderal RI di Melbourne.

"Pak Dutabesar menginginkan adanya sesuatu kegiatan seni mengenai Indonesia untuk ditampilkan di Italia untuk mengucapkan terima kasih kepada warga Roma dan Vatikan selama masa tugasnya. Kebetulan tema festival film tahun ini adalah Asia. Kami kemudian meminta MIFA untuk mencari seniman-seniman muda Indonesia untuk ditampilkan," kata Konfir Kabo.

Direktur MIFA Bryan Collie menjadi salah satu kurator bersama dengan seorang kurator asal Indonesia yang sekarang bermukim di Singapura, Santy Saptiari.

Destiny and Regret karya Maria Indria Sari (Dok: MIFA)

Menurut Konfir  Kabo, MIFA memilih para seniman kontemporer untuk menunjukkan wajah lain dari kehidupan seni yang ada di Indonesia saat ini.

"Biasanya kan wujud budaya Indonesia itu adalah tarian, atau seni tradisional. Sekarang kita ingin menampilkan sesuatu yang lain, menampilkan para seniman yang belum begitu terkenal, namun memiliki potensi besar. " tambah Konfir yang memiliki kantor pengacara di Melbourne.

Para seniman yang terlibat dalam pameran di Italia ini adalah Aditya Novali, Andita Purnama, Angki Purbandono, Bestrizal Besta, Erika Ernawan, Gatot Pudijarto, Gusmen Heriadi, I Gusti Ngurah Udiantara, Maria Indria Sari, Sigit Santoso dan Yudi Sulisto.

Menurut Direktur MIFA Bryan Collie, pameran Shout in menunjukkan semakin dekatnya kedekatan multibudaya di dunia ini.

"MIFA sudah memiliki hubungan lama dengan pemerintah Indonesia dalam menampilkan artis Indonesia di Australia. Pameran ini menunjukkan wajah multibudaya sebenarnya. Kami memiliki kehadiran kuat di Indonesia dan dipercaya guna menghadirkan seni terbaik Indonesia di Roma. Pameran ini dimaksudkan untuk menghubungkan tiga budaya, dan memberikan suara bagi budaya seni kontemporer yang berkembang cepat." kata Collie dalam pers rilisnya.