ABC

Kuliner Food Truck di Pinggiran Melbourne

Berbagai jenis restoran yang menyajikan hampir semua makanan dari seluruh dunia ada di Melbourne. Ada banyak sekali restoran yang berdiri di Melbourne, tentu saja dengan kisaran harga yang juga berbeda-beda disesuaikan dengan isi kantong pelanggan.

Namun, di tengah gegap gempita dunia kuliner Melbourne, ada sebuah fenomena baru yang muncul, yakni food truck alias penjual makanan yang membuka kedai dengan memodifikasi truk berjalan. Di beberapa titik di Kota Melbourne bisa ditemukan food truck, meskipun jumlahnya tidak masif.

Fenomena food truck merupakan hal yang bisa dikatakan cukup baru di Melbourne. Pasalnya, selama ini Melbourne selalu identik dengan tempat makan yang menawarkan suasana dan tempat yang nyaman, bukan seperti food truck yang bahkan tidak menyediakan tempat untuk makan.

Ternyata food truck cukup diterima warga Melbourne. Harga murah dan makanan yang enak menjadi alasan warga kini mulai melirik food truck.

Kini, di Melbourne sudah ada lebih dari 100 food truck. Setiap harinya, para pedagang yang mengubah truck menjadi kios makanan itu tersebar di beberapa titik di Melbourne.

“Food truck sebenarnya belum lama ada di Melbourne, baru beberapa tahun belakangan. Namun perkembangannya cukup signifikan, dan saat ini saja setiap hari ada 105 food truck yang ada di Kota Melbourne,” kata co-owner Thornburry Food Truck, Scott Assender saat ditemui detikcom dan 2 media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International pada Juni 2016 lalu.

Kehadiran food truck bukannya tanpa masalah, para pemilik restoran melayangkan protes ke pemerintah setempat. Para pemilik restoran merasa kehadiran food truck ‘membahayakan’ usaha bisnis mereka.

Gayung bersambut, pemerintah setempat mengakomodir protes para pemilik restoran. Berbagai peraturan ketat diberlakukan bagi para pengusaha food truck.

“Peraturan yang berlaku saat ini adalah, kami para pemilik food truck baru bisa berjualan dengan jarak paling sedikit 500 meter dari restoran. Anda bisa bayangkan di pusat Kota Melbourne ada restoran setiap 10-20 meter, sehingga menjadi hal yang mustahil bagi kami untuk bisa berjualan di pusat kota,” jelas Scott yang kini telah mengkoordinir hampir semua pengusaha food truck di Melbourne.

Bukan hanya itu, pemerintah setempat juga mengenakan pajak bagi para pengusaha food truck. Besaran pajak di setiap wilayah berbeda-beda, namun ada pula wilayah yang memberlakukan pajak hingga 20% dari hasil penjualan.

Izin untuk pengoperasian food truck juga sangat ketat. Para pemilik food truck dilarang beroperasi lintas wilayah sehingga pergerakan mereka terbatas.

“Kami tidak bisa berjualan di sembarang tempat, harus sesuai dengan izin yang kami pegang di suburb mana kami bisa berjualan. Di beberapa tempat, perizinan sangat mahal dan itu menyulitkan kami,” tutur Scott.

Memang tak mudah menemukan food truck di pusat Kota Melbourne. Hanya ada beberapa food truck yang berdagang di beberapa titik di dekat pusat kota.

Food truck yang sangat populer di Amerika Serikat itu baru akan mulai banyak terlihat di pinggiran Kota Melbourne. Atau ketika ada event-event tertentu, seperti konser musik dan pertandingan olahraga, food truck akan berdatangan.

Oleh karena itu, Scott yang pernah bekerja sebagai bartender di suatu restoran di London itu lalu berinisiatif untuk mengkoordinir para pemilik food truck. Dia dan rekannya lalu membeli sebuah lahan di wilayah Thornbury, kawasan di pinggiran Melbourne untuk dijadikan lahan ‘mangkal’ food truck. Setiap bulannya ada 75 food truck yang berjualan di lahan milik Scott.

“Setiap hari ada 5 food truck di sini. Kami membuat jadwal dengan sangat rinci, karena ada 75 food truck yang bergantian berjualan di sini setiap bulannya,” ungkapnya.

Lahan yang dipakai Scott untuk membuat tempat ‘mangkal’ food truck kira-kira seluas lapangan bola. Di lahan itu, berdiri juga sebuah bar yang menyediakan berbagai macam minuman.

Sehingga, para pengunjung bisa membeli makanan yang disediakan food truck dan membeli minuman di bar. Hingga saat ini, omset penjualan disebut Scott sangat bagus, meskipun dia menolak menyebut angka.

“Dalam waktu 8 bulan sejak kami berdiri, sudah ada lebih dari 500 ribu pengunjung. Anda bisa bayangkan berapa yang didapat para pemilik food truck,” imbuhnya.

Setiap harinya, para pemilik food truck ‘hanya’ perlu membayar AUD 50 (sekitar Rp 500 ribu) dan AUD 150 (sekitar Rp 1,5 juta) saat akhir pekan untuk bisa berjualan di lahan Scott. Karena ada berbagai macam food truck yang berjualan, maka makanan yang bisa ditemukan pun beragam, mulai dari western food, makanan ala Amerika latin, hingga makanan khas Timur Tengah. Makanan yang dijajakan di food truck adalah makanan sederhana dan cepat saji, namun rasanya bisa diadu dengan yang disajikan di restoran.

food truck dua.jpg
Aturan ketat keberadaan food truck di Kota Melbourne mendorong munculnya model kuliner ini di pinggiran kota. (Foto: detik.com/Ikhwanul Khabibi)

Omzet Rp 40 Jutaan Perhari

Kehadiran food truck mewarnai dunia kuliner di Kota Melbourne, Australia. Kini, food truck menjadi salah satu bisnis yang sangat menjanjikan di Melbourne.

Meskipun jumlahnya masih sedikit, hanya sekitar 105 unit di seluruh Melbourne dan wilayah sekitarnya, namun kehadiran food truck mulai dilirik masyarakat. Makanan yang disajikan para penjaja food truck menjadi salah satu pilihan para penikmat kuliner di kota yang berada di ujung selatan Australia itu.

“Penjualan food truck sangat memuaskan, apalagi ketika akhir pekan atau ketika kami membuka di event-event tertentu,” kata co-owner Thornbury Food Truck, Scott Assender saat ditemui detikcom dan 2 media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International pada Juni 2016 lalu.

Scott memiliki sebuah lahan di wilayah Thornbury (30 menit menggunakan trem dari Melbourne) yang digunakannya untuk tempat ‘mangkal’ food truck. Dengan tempat yang didesain khusus untuk penikmat kuliner, food truck di outdoor dan bar di indoor, para pengunjung pun berdatangan.

James Anderson, seorang pemilik food truck berada di lahan milik Scott mengakui omset penjualannya cukup bagus. Di hari-hari biasa, James bisa mendapatkan omset lebih dari AUD 1.000 (sekitar Rp 10 juta) dan akan berkali-kali lipat saat akhir pekan. Namun tentu saja, penghasilan itu tak menentu. Saat udara di Melbourne dingin, maka akan sedikit pengunjung yang datang dan dagangan mereka pun sepi.

Rabu malam dan Jumat malam menjadi waktu terlaris. Pengunjung akan berdatangan di waktu-waktu itu. Di musim panas, jumlah pengunjung akan membludak.

“Orang-orang Australia sangat suka hari Rabu, karena itu sudah mendekati Jumat. Sehingga mereka mampir ke sini setelah pulang kerja,” ujar James sambil tertawa. James menjajakan makan khas latin, seperti nacos dan beberapa makanan olahan daging.

Sementara itu, Scott yang juga memiliki puluhan food truck yang menjajakan burger mengaku bisa mendapatkan hingga AUD 4.000 (sekitar Rp 40 juta) per truk ketika akhir pekan. “Kadang kami bisa mendapatkan lebih dari AUD 4.000 di akhir pekan. Itu khusus untuk yang berada di sini. Beberapa truk kami berkeliling Melbourne setiap hari,” jelas Scott.

Di hari biasa, ada 5 food truck yang ‘mangkal’ di lahan milik Scott. Sedangkan di akhir pekan ada 10 food truck.

Lalu ke mana food truck yang lain? “Mereka berkeliling di Melbourne, memarkirkan truk di keramaian dan kemudian menjual makanan. Bisnis ini cukup lumayan,” tegas Scott.

Dari sekitar 100-an food truck di Melbourne, masing-masing menawarkan kekhasan menu sendiri. Ada yang menyediakan western food, makanan Amerika latin hingga panganan khas Timur Tengah, semua ada. Makanan yang dijajakan kebanyakan bersifat grab and go alias cepat saji, namun rasanya bisa diadu dengan yang disajikan di restoran.

Rasa makanan dan harga yang murah menjadi penyebab food truck mulai dilirik warga Melbourne. Berbagai makanan yang dijual di food truck rata-rata berharga antara AUD 6-AUD 10 (Rp 60 ribu-Rp 100 ribu), cukup terjangkau bagi warga Melbourne.