ABC

Kubu Aliansi Klaim Kekuasaan ISIS di Suriah dan Irak Telah Berakhir

Seorang komandan dari aliansi tentara Suriah dan sekutu-sekutunya mengklaim pihak mereka telah merebut markas utama kelompok negara Islam (ISIS) yang terakhir di Suriah, membuat kelompok yang menyebut diri mereka kekhalifahan itu nyaris mendekati kemunduran.

“Albu Kamal bebas dari organisasi Daesh,” kata komandan aliansi militer yang mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad tersebut.

Pada hari Rabu (8/11/2017), setelah satu bulan menyisir Suriah tengah dan timur, tentara Suriah dan aliansi milisi Syiah mengepung dan menyerang kota di timur Suriah, yang dekat dengan perbatasan Irak, itu.

Serangan tersebut dipelopori oleh sayap paramiliter kelompok Islam Lebanon, Hezbollah.

Itu adalah “fondasi dalam pertempuran Albu Kamal”, kata komandan tersebut, seraya menambahkan bahwa ratusan pasukan elit dari kelompok Syiah yang didukung Iran turut ambil bagian.

Selama pertempuran, pasukan Hezbollah memasuki Irak dan Pasukan Mobilisasi Populer Irak menyeberang ke Suriah untuk membantu merebut kota tersebut, ujar komandan itu.

Pembebasan disengketakan kelompok HAM

Televisi milik Pemerintah Suriah menyatakan “Albu Kamal dibebaskan”.

Namun sebuah kelompok pengawasan perang, Observatorium untuk Hak Asasi Manusia Suriah, yang berbasis di Inggris, mengatakan, tidak benar bahwa Albu Kamal telah direbut dan masih ada pertempuran di daerah tersebut.

Selama dua tahun terakhir, kekhilafahan yang didirikan kelompok itu telah hancur total.

Pasukan Suriah merebut ibukota provinsi tersebut, Deir al-Zour, pada hari Jumat (3/11/2017), sementara pasukan Irak menguasai al-Qaim, melintasi perbatasan pada hari yang sama.

Namun, kelompok ISIS mempertahankan kontrol atas beberapa wilayah padang pasir dan desa-desa di dekatnya, serta sebuah kota dan beberapa desa lain di wilayah Irak yang berdekatan, dan di sejumlah kantong yang tersebar di tempat lain di kedua negara.

ISIS diperkirakan masih jadi ancaman

Terlepas dari kekalahan yang dideritanya, ISIS tetap menampakkan diri di Libya dan di sejumlah tempat lain, dan banyak pemerintah memperkirakan kelompok itu tetap menjadi ancaman bahkan setelah kehilangan kekhilafahan yang mereka proklamirkan dari Mosul, Irak, pada tahun 2014.

Kelompok ini telah melakukan operasi gerilya di Irak dan Suriah, dan terus mengilhami militan individual untuk menyerang sasaran sipil di Barat.

Di Suriah, akhir operasi besar melawan ISIS mungkin hanya mengawali fase baru perang, mengingat kekuatan saingan yang telah merebut wilayah dari para militan tengah menyiapkan diri untuk bertempur.

Sebuah koalisi yang didukung AS telah mendukung kampanye saingan oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah aliansi milisi Kurdi dan Arab yang telah mendorong ISIS keluar dari sebagian besar wilayah utara dan timur negara itu.

Fase baru perang

Di daerah-daerah ini, kelompok pimpinan Kurdi telah mendirikan otonomi, mengumumkan Pemilu dan menetapkan kebijakan internal.

Meski demikian, Pemerintah Suriah telah bersumpah untuk merebut kembali wilayah yang dimiliki oleh SDF, termasuk bekas ibukota ISIS, Raqqa, dan ladang minyak serta gas di sebelah timur sungai Efrat.

Pada hari Selasa (7/11/2017), Bouthaina Shaaban, seorang penasihat senior Assad, menggambarkan pasukan AS yang membantu SDF sebagai penyerbu ilegal.

Berbicara dalam sebuah wawancara televisi, Shaaban juga menunjuk Irak sebagai contoh, tempat di mana pemerintah melakukan pembalasan terhadap daerah Kurdi yang otonom setelah menggelar referendum kemerdekaan.

Washington (AS) belum menjelaskan bagaimana dukungan militer untuk SDF akan berkembang setelah kelompok ISIS kalah.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.