ABC

Krisis Dana di Universitas Australia Meski Gaji Rektor Lebih Besar Dari Gaji PM

Semuanya masih berbeda. Saat itu, Februari 2020, pandemi virus corona belum melanda Australia.

University of Melbourne, perguruan tinggi terkaya di negara ini, bersiap-siap memulai tahun ajaran baru.

Rencananya, universitas ini akan menggelar kegiatan penyambutan tahun ajaran baru sevara besar-besaran.

Bahkan, Gorgi Coghlan, seorang sosialita yang juga presenter acara TV, dikontrak khusus untuk mempromosikan salah satu kegiatan lengkap dengan ‘sweater’ University of Melbourne yang sering dijadikan kenang-kenangan oleh mahasiswa dan keluarganya.

Secara keseluruhan, acara penyambutan tahun ajaran baru direncanakan akan menghabiskan biaya total $1,6 juta.

Pada saat bersamaan, serikat pekerja universitas ini melancarkan aksi demo terkait banyaknya dosen dan tutor yang dipekerjakan dengan kontrak kasual.

Isu tersebut tak begitu ditanggapi dan cenderung ditutup-tutupi dengan keberhasilan universitas mendatangkan uang dari kalangan mahasiswa internasional.

A woman holding a jumper
Baju sweater University of Melbourne yang sering dijadikan kenang-kenangan turut dipromosikan secara komersial di Austraia.

YouTube

Hari ini, awal Oktober 2020, di seluruh sektor pendidikan tinggi Australia, sumber uang tersebut telah mengering.

Satu persatu universitas di negara ini telah mengumumkan PHK massal, sebagai upaya menyiasati hilangnya sumber pendapatan.

Menurut data dari Serikat Pekerja Pendidikan Tinggi (NTEU), sudah lebih dari 12.000 staf perguruan tinggi sekarang telah kehilangan pekerjaan.

Separuh di antaranya merupakan pekerja lepas dan staf kontrak.

Namun diperkirakan jumlah yang kena PHK sebenarnya jauh lebih banyak.

Kalangan universitas menyatakan tak bisa atau tak mau merilis jumlah staf yang kena PHK. Serikat pekerja hanya mendapat data dari dua lembaga.

Data penggajian dari biro statistik (ABS) yang diperoleh ABC News menunjukkan penggajian di sektor pendidikan tinggi menurun 2,4 persen antara 14 Maret dan 22 Agustus 2020.

Meski banyak yang kena PHK sejak akhir Agustus, namun Menteri Pendidikan Dan Tehan bersikukuh dukungan pemerintah telah menunjukkan hasil.

Menurut dia, bantuan sebesar $18 miliar untuk pendidikan tinggi sangat membantu sektor ini.

Skenario ‘saling memangsa’

Di Canberra, Pemerintah Federal pekan ini membahas rancangan undang-undang untuk mengubah subsidi pembiayaan banyak jurusan studi.

Upaya ini dinilai akan semakin menjauhkan calon mahasiswa lokal dari bidang studi sosial budaya dan mengutamakan jurusan “siap kerja”.

Menurut Mark Warburton dari University of Melbourne, jika RUU itu lolos, maka enam dari 8 universitas terbesar akan mengalami kerugian $60 juta setahun, dibandingkan dengan kebijakan subsidi saat ini.

Selama ini subsidi Pemerintah dan pembayaran SPP mahasiswa mendatangkan sumber dana lebih besar dibandingkan biaya pengelolaan suatu jurusan, sehingga ada kelebihannya bisa digunakan membiayai penelitian.

Sekarang universitas hanya akan mendapatkan bantuan biaya program studi sesuai biaya yang sebenarnya.

Tak kalah peliknya, sumber pendapatan dari uang SPP mahasiswa asing, telah anjlok saat ini.

Padahal, sumber pendapatan inilah yang turut andil dalam menempatkan Australia masuk 10 terbaik dunia untuk berkuliah.

Dalam situasi seperti inilah, sejumlah pihak memperingatkan risiko universitas yang lebih besar dengan reputasi lebih bagus akan “memangsa” mahasiswa lokal dari universitas yang lebih kecil.

Bukti terjadinya ‘saling memangsa’ calon mahasiswa ini sudah mulai kelihatan.

University of Sydney telah mengungkapkan adanya peningkatan mahasiswa lokal tahun ini. Begitu pula University of Melbourne yang telah merevisi potensi kerugian dari $309 juta menjadi $177 juta karena adanya kenaikan jumlah mahasiswa lokal.

Model kombinasi pendanaan pemerintah-swasta yang dianut Australia selama ini digambarkan sebagai “kuda dengan dua kepala yang berlari ke arah berbeda”.

Kebutuhan sumber pendapatan sendiri membuat kalangan universitas sangat agresif mengejar mahasiswa internasional.

Untuk melakukan hal itu dan menaikkan peringkatnya, universitas berinvestasi besar-besaran pada peneliti “ternama” sembari menjadikan para dosen sebagai tenaga kasual.

Selama satu dekade terakhir, hal itu berhasil. Sektor pendidikan tinggi menjadi industri ekspor terbesar keempat Australia.

Sampai COVID-19 muncul membawa dilema.

A man in a graduating ceremony
Sektor pendidikan tinggi di Australia sangat tergantung pada besarnya jumlah mahasiswa asing.

ABC News: Brendan Esposito

Pemerintah berusaha menenangkan pihak universitas dari kelompok 8 terbaik, dengan menjanjikan sumber pendanaan penelitian terpisah.

Namun kalangan universitas menyebutkan hal itu tidak akan cukup untuk mempertahankan program penelitian mereka yang bisa menjadi daya tarik bagi mahasiswa internasional pasca COVID-19.

Mahasiswa internasional menjadi kunci

Pemerintah telah menegaskan pihaknya tidak akan menanggung kekurangan pendapatan universitas dari anjloknya mahasiswa internasional yang mencapai $4,6 miliar.

Begitu pula dengan kemungkinan membuka kembali perbatasan bagi para calon mahasiswa asing saat ini.

Sebuah rencana pemulangan mahasiswa asing melalui “koridor aman” telah ditunda pelaksanaannya karena terjadinya gelombang kedua pandemi di Victoria.

Beberapa universitas mengambil sikap bahwa perbatasan negara belum akan dibuka dalam waktu dekat, sehingga memilih melakukan PHK. Universitas lainnya lebih bersikap menunggu.

Kembali ke University of Melbourne, yang berada di bawah lockdown ketat di Victoria, kehidupan kampusnya secara fisik sama sekali terhenti.

Tak ada lagi suasana pesta seperti di bulan Februari.

Laporan ABC membocorkan anggaran universitas itu untuk tahun 2020.

Misalnya, ada alokasi untuk pimpinan sebesar $43 juta yang mencakup layanan termasuk konsultan.

Selain itu ada alokasi anggaran $6 juta untuk biaya perjalanan, konferensi dan hiburan. Bahkan ada usulan alokasi penghargaan untuk manajer senior.

Kepala operasi University of Melbourne, Allan Tait, menjelaskan ada penghematan yang telah tercapai dalam anggaran ini.

“Pengurangan pengeluaran untuk barang dan jasa konsumsi serta jasa ahli, diharapkan bisa menghemat hingga 15 persen. Sekitar 70 persen anggaran perjalanan juga tidak dibelanjakan,” katanya.

Ketika para rektor universitas melakukan lobi di Canberra untuk anggaran perguruan tinggi, ada ironi yang tampak jelas.

Politisi dari faksi pemerintah maupun oposisi menyindir para rektor ini tiba di Canberra diantar oleh kendaraan lengkap dengan supir mereka.

Bahkan gaji para rektor ini pun disindir karena dua hingga tiga kali lebih besar daripada gaji Perdana Menteri Scott Morrison.

Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.