ABC

Krim Kanker Dicurigai Picu Rasa Sakit Luar Biasa

Meluasnya penggunaan krim penghilang kanker menuai kecurigaan,  menyusul sejumlah pasien mengaku dirinya menderita rasa sakit luar  biasa setelah melakukan pengobatan dengan krim tersebut sampai berniat untuk  bunuh diri.

Pasien yang mengidap kanker kulit dan berusaha menghilangkan penyakitnya dengan menggunakan ALA krim, yang diketahui mengandung obat aminolevulinate, mengaku kepada ABC kalau dirinya merasakan sakit yang tidak terkira selama beberapa hari bahkan dalam beberapa kasus rasa sakit itu dirasakan selama  berminggu-minggu, setelah mencoba pengobatan dengan krim tersebut.

Darryl Bacon, menderita kanker kulit dibagian lengan dan wajahnya akibat lama menjadi supir truk di Queensland. Pada tahun 2008 ia tertarik menjalani pengobatan dengan krim ALA.

"Ketika itu Saya memutuskan memakai krim itu dan sekarang saya menyesal,” katanya.

"Siapapun yang berniat memakai obat ini sebaiknya jangan,” sarannya.

Bacon  menderita rasa sakit sehari setelah menggunakan krim, ia mengaku menderita rasa sakit seperti terbakar yang luar biasa sakit.

"Jika berdiri di dekat jendela atau di depan pintu, rasanya seperti terbakar. Kulit saya sebelumnya pernah terbakar matahari, tapi rasa sakit akibat krim itu berbeda. Sakit luar biasa,” keluhnya.

Sementara pasien lain, Max Brown, dari Geelong, mengatakan ia mengalami rasa sakit yang sangat luar biasa sakit setelah mendapatkan pengobatan dengan krim kanker kulit itu.  Saking sakitnya, sampai-sampai ia tidak ingin terbangun keesokan harinya.  Brown juga mengaku luka-luka diwajahnya sangat mengerikan sehingga cucunya ketakutan melihatnya.

Peneliti dari Victoria yang menjalankan uji coba klinis krim ini pada tahun 2008 dengan terapi photodynamic mengatakan dia menunda ujicobanya karena laporan rasa sakit yang terkait dengan pengobatan tersebut.

Sejak diujicobakan, aturan mengenai penggunaan krim tersebut telah diperketat dan saat ini krim tersebut hanya bisa dibeli dengan resep dokter dan dipasok oleh apotik peracik tertentu.

Namun sejumlah pasien mempertanyakan apakah penjualan krim itu seharusnya dilarang sama sekali saja.

Asosiasi Bahan obat-obatan (TGA)  mengatakan lembaganya menerima 12 laporan mengenai  beragam reaksi dari penggunaan krim tersebut termasuk kulit melepuh, ruam kemerah-merahan, pendarahan sejak 2010.

Lebih dari 500 orang berusaha terlibat dalam uji coba klinis obat ini namun proses ini distop setelah 140 orang mengajukan tuntutan. 70 diantaranya mendapatkan pengobatan, termasuk 34 diantaranya dirawat di klinik uji coba yang ada di Victoria.

Diperkirakan lebih dari 250 dokter meresepkan ALA di Australia dan lebih dari 6,000 pengobatan didaftarkan diseluruh Australia setiap tahunnya.

Peneliti dan pemasok krim berselisih

Hasil dari uji coba krim ini terungkap menyusul perselisihan antara peneliti yang menjalankan ujicoba, Dr. Anthony Dixon dan Allmedic, perusahaan yang memasok krim untuk uji coba pada tahun 2008.

Allmedic berhenti mensuplai krim menyusul diberlakukannya aturan yang lebih ketat. Pemasok nasional krim yakni Australian Custom Pharmaceuticals dan pemiliknya Daryll Knowles tergabung dalam Allmedic. Knowles mensuplay krim Allmedic ketika itu dan pada saat yang bersamaan juga melanjutkan meracik krim yang diresepkan dokter langsung.

Allmedic berselisih mengenai anjuran penghentian uji coba karena rasa sakit yang dilaporkan  pasien dan mengatakan penghentian itu lebih karena masalah pendanaan dan aturan dari pemerintah, sebagaimana ditulis dalam suratnya dari Komite Etik Universitas Bond.

Allmedic menuding Dr. Dixon, pemilik saham perusahaan yang lama membuat-buat tuduhan ini karena perselisihannya dengan pimpinan.

Tudingan ini ditentang Dr. Dixon dia menegaskan dirinya menghentikan uji coba krim itu pada Maret 2009  karena sejumlah pasiennya mengeluhkan rasa sakit yang berlebihan.

"Pasien mendatangi saya dengan wajah yang terlihat sangat mengerikan, sebagian dari mereka mengaku mengalami rasa sakit terburuk yang pernah mereka rasakan,” katanya.

Direktur Allmedic, Dr. Douglas Grose membantah pernah menerima laporan demikian.

"Sejauh yang kami ketahui rasa sakit tidak tercatat selama riset yang ditunda  karena itu  bukan bagian dari protocol penelitian dan tidak ada laporan atas reaksi beragam selama masa uji coba berlangsung,'' bantah Grose.

Dr. Grose mengatakan rasa tidak nyaman yang ditimbulkan dari pengobatan melalui krim ALA buatan mereka itu merupakan alternatif yang lebih  baik daripada menjalani operasi yang bisa membuat kulit cacat.

Pakar kulit yang diwawancarai ABC mengatakan memang terapi PDT sangat menyakitkan tapi masih bisa dikelola dengan menggunakan obat-obatan dan penyesuaian pemakaian obat sesuai kebutuhan.

Mereka mengatakan ALA bereaksi dengan kerusakan kulit akibat paparan matahari, artinya semakin banyak kerusakan dikulit, semakin tinggi rasa sakit yang dirasakan.