ABC

Kota Casino di Pedalaman Australia Jadi Saksi Perjuangan Indonesia Melawan Belanda

24 Oktober lalu sekitar 100 orang berkumpul di Kota Casinon memperingati 70 tahun peristiwa perjuangan Indonesia melawan penjajahan Belanda, di kota pedalaman New South Wales itu. Apa yang terjadi di sana? Inilah tulisan Dr Stephen Gapps dari Museum Maritim Nasional Australia.

Setelah invasi Jepang ke Indonesia di tahun 1942, Belanda yang sebelumnya menjajah Indonesia selama lebih dari 300 tahun, melarikan diri ke Belanda. Pemerintah Belanda dalam pengasingan membawa juga tentara asal Indonesia, pelaut, pejabat pemerintah dan yang lainnya.

Dari bulan Desember 1943, ratusan tentara asal Indonesia tiba di Casino sebagai bagian dari Batalyon Teknik Angkatan Bersenjata Belanda. Mereka dilatih dan bekerja sebagai bagian dari persiapan Belanda untuk kembali ke Indonesia setelah perang berakhir.

Meskipun saat itu, Australia masih menganut kebijakan imigrasi ketat berdasarkan ras yang dikenal dengan nama White Australian Policy – dimana tentara asal Indonesia ini tidak akan diijinkan masuk ke sana karena kulit mereka tidak putih, namun karena dalam situasi perang dan merupakan bagian dari tentara Belanda, mereka dijinkan masuk.

Salah satu rumah yang masih berdiri yang diperkirakan pernah dijadikan ruang tahanan di Casino. (Foto: Anthony Liem)
Salah satu rumah yang masih berdiri yang diperkirakan pernah dijadikan ruang tahanan di Casino. (Foto: Anthony Liem)

 

Para tentara keturunan  Indonesia asli ini mendapatkan gaji bulanan dan setelah bekerja, biasanya akan mengunjungi Casino. Banyak bisnis di sana yang terbantu karena kehadiran para tentara tersebut.

Beberapa warga yang sudah lama tinggal di sana mengatakan para tentara ini membeli barang seperti sepeda, dan suka dengan parfum. Mereka juga ingat bagaimana para tentara itu mengajar mereka bagaimana membuat dan menerbangkan layang-layang.

Di akhir perang di bulan Agustus 1945, barak tentara di Casino ini dikenal namanya sebagai Kamp Kemenangan. Antara tahun 1943 sampai 1945, pihak keluarga dari sekitar 10 ribu warga Indonesia yang ikut melarikan diri dengan pemerintah Belanda mulai tiba di Casino. Beberapa di antara mereka adalah warga Indonesia yang sebenarnya anti penjajahan Belanda, yang ikut mengungsi, karena mereka takut dengan Jepang.

Karena itu ketegangan mulai muncul di kota yang sebenarnya ketika itu hanya kota kecil yang menghasilkan berbagai produk susu ternak. Kabar mengenai kemerdekaan Indonesia 17 Agustus, sampai ke kamp tersebut pada bulan September 1945, dengan perintah dari Jakarta bagi warga Indonesia untuk 'menolak pemerintahan Belanda'.

Tanggal 12 September, banyak diantara tentara asal Indonesia ini menyatakan bahwa mereka tidak lagi berada di bawah pemerintahan Belanda. Mereka kemudian dipenjarakan oleh tentara Belanda, dan dalam waktu singkat, Camp Victory dikelilingi oleh pagar besi, lampu sorot dan pos penjaga.

Tentara Indonesia di Camp Victory, Casino tahun 1946. Foto: Casino Historical Society
Tentara Indonesia di Camp Victory, Casino tahun 1946. Foto: Casino Historical Society

 

Mereka yang bersimpati dengan Indonesia di Australia – kebanyakan berasal dari serikat pekerja kelautan yang sebelumnya menghalang-halangi kapal Belanda untuk kembali ke Indonesia- mulai memberitakan mengenai keadaan di kamp tersebut, dengan beberapa diantaranya menyebut Camp Victory seperti 'Belsen kecil', nama sebuah kamp konsentrasi Nazi Jerman.

Selama beberapa bulan kemudian, para tentara asal Indonesia di berbagai bagian di Australia menolak mentaati perintah Belanda, dan mereka kemudian dikirim ke Camp Victory untuk diadili secara militer. Sekitar bulan Oktober ada 400 orang tahanan. Mereka kemudian mengirim surat kepada Perdana Menteri Australia pada tanggal 29 November, menjelaskan bahwa mereka bukan lagi bagian dari  Belanda dan meminta agar dibebaskan.

Namun mereka tetap diadili oleh Belanda dan dijatuhi hukuman penjara. Dengan masalah mereka kemudian semakin mendapat perhatian publik, dan pegiat seperti Molly Warner yang juga menulis surat ke PM, mereka tetap dipenjara sampai tahun 1946.

Camp Victory, Casino c. 1946. Foto: Casino Historical Society
Camp Victory, Casino c. 1946. Foto: Casino Historical Society

 

Setelah adanya dua kematian di kamp tersebut – satu kemungkinan karena bunuh diri – tanggal 12 September 1946, penjaga melepaskan tembakan ke arah protes yang dilakukan tahanan Indonesia. Seorang mantan tentara bernama Soerdo tewas, dan dua lainnya terluka. Mereka yang bersimpati, para warga Casino, media dan kemudian pemerintah Australia pun marah.

Bulan Oktober hukuman terhadap 200 mantan tentara tersebut berakhir dan mereka dibebaskan, diberhentikan dari militer Belanda dan dikirim ke Brisbane untuk dipulangkan ke Indonesia.

Pemerintah Australia sendiri secara rahasia membebaskan 13 orang yang dianggap pentolan, dan pada bulan Desember, 300 tahanan lainnya dibebaskan.

Konjen RI di NSW Yayan Mulyana mengunjungi Casino 24 Oktober lalu. (Photo: Anthony Liem)
Konjen RI di NSW Yayan Mulyana mengunjungi Casino 24 Oktober lalu. (Photo: Anthony Liem)

 

Seminar guna melihat kembali 70 tahun apa yang terjadi di Casino dilangsungkan 24 Oktober 2015, yang diorganisir oleh Australia Indonesia Association (AIA), Casino Historical Society dan Dewan Kotapraja Richmond River. Forum ini dihadiri oleh sekitar 100 orang, termasuk beberapa warga Casino yang masih ingat dengan keberadaan Camp Victory dan para tahanan asal Indonesia.

Kunjungan ke lokasi kamp membuka kembali kenangan dari beberapa diantara mereka mengenai keberadaan kamp dari tahun 1943 sampai 1946 tersebut. Banyak yang masih ingat dengan para tentara Indonesia menolak berada di bawah perintah Belanda, dan beberapa menjadi teman warga di sana.

Seperti yang ditulis oleh sejarahwan dari masa itu Jan Lingard, apa yang terjadi di Casino menunjukkan bahwa Revolusi Indonesia juga 'mampir' di kota kecil Australia.

Dalam cerita yang 'aneh' dan mungkin sudah banyak terlupakan, sebuah kota kecil di New South Wales ini menjadi saksi tumpahnya darah warga Indonesia, dalam perjuangan panjang untuk mencapai kemerdekaan. Darah yang dikorbankan jauh dari Indonesia, di tanah Australia.

*Dr Stephen Gapps adalah Kurator Australian National Maritime Museum. Tulisan ini adalah bagian dari publikasi online mengenai kejadian antara tahun 1945-1949, yang tercakup dalam pameran Black Armada – Australian support for Indonesian Independence, kerjasama antara Australian National Maritime Museum dan Museum Benteng Vredeburg, Indonesia. Artikel ini diterjemahkan dengan izin penulis dari tautan ini: when-the-indonesian-revolution-came-to-an-australian-country-town