Korea Utara Dituduh Bantu Suriah Produksi Senjata Kimia
Menurut laporan media The New York Times yang mengutip pakar PBB, Korea Utara mengirimkan peralatan ke Suriah yang bisa digunakan untuk memproduksi senjata kimia.
Menurut laporan itu, pasokan yang dikirim dari Korea Utara termasuk keramik tahan asam, katup dan termometer.
Sekjen PBB mengingatkan Korea Utara dan Suriah bahwa semua negara memiliki kewajiban untuk mengikuti peraturan yang melarang pembuatan dan penggunaan senjata kimia dan sanksi terhadap Korea Utara.
“Saya pikir pesan menyeluruhnya adalah bahwa semua negara anggota memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mematuhi sanksi yang ada,” kata Stephane Dujarric, juru bicara sekretaris jenderal PBB, Antonio Guterres.
Ucapan tersebut muncul setelah adanya sebuah artikel di The New York Times tentang sebuah laporan PBB yang belum pernah dirilis dan menyebut bahwa Korea Utara memberi Pemerintah Suriah bahan untuk membuat senjata kimia.
Artikel tersebut mengklaim bahwa laporan PBB yang belum dirilis itu memberi bukti bahwa teknisi rudal Korea Utara terlihat bekerja di pabrik senjata kimia dan rudal di Suriah.
Menurut The New York Times yang telah melihat laporan tersebut, laporan yang disusun untuk Panel Pakar Komisi Sanksi PBB, yakni sekelompok penyidik yang fokus pada kepatuhan Korea Utara terhadap sanksi PBB, ini menyatakan bahwa kemungkinan komponen senjata kimia itu adalah bagian dari sekurang-kurangnya 40 pengiriman bagian rudal yang dilarang dikirim dari Korea Utara ke Suriah antara tahun 2012 dan 2017.
Tidak jelas apakah laporan tersebut akan dirilis.
“Pemahaman saya, yang baru saja melihat laporan pers, adalah bahwa ini laporan yang masuk ke Panel Komite Sanksi Pakar,” kata Dujarric.
Juru bicara PBB tersebut juga mengatakan bahwa penembakan antara pemberontak dan pasukan pemerintah di Suriah tidak berhenti, meskipun ada sebuah gencatan senjata yang diperintahkan oleh PBB, dan tidak aman bagi tim bantuan untuk mengirim bantuan kemanusiaan dan medis ke Ghouta Timur dan bagian lain dari Suriah yang dilanda perang.
Presiden Suriah Bashar al-Assad setuju untuk menghancurkan senjata kimia negaranya pada tahun 2013.
Namun, pejabat Amerika Serikat dilaporkan percaya bahwa Assad secara diam-diam menyimpan sebagian dari persediaan bahan kimia dan mungkin terus mengembangkan persenjataan Suriah.
Myanmar juga menerima senjata
Berita tentang kemungkinan bantuan Korea Utara dalam program senjata kimia Suriah muncul setelah adanya laporan bahwa Myanmar telah menerima teknologi rudal balistik dan senjata dari Korea Utara.
Pemerintah Myanmar membantah memiliki hubungan militer dengan Korea Utara.
Namun awal bulan ini, sebuah laporan rahasia PBB lainnya, yang dilihat oleh Reuters, mengemukakan bahwa sebuah negara yang tidak disebutkan namanya melaporkan bahwa pihaknya memiliki bukti Myanmar menerima sistem rudal balistik dari Korea Utara, bersamaan dengan senjata konvensional, termasuk beberapa peluncur roket dan rudal darat-ke-udara.
Duta Besar Myanmar untuk PBB, Hau Do Suan, menanggapi klaim tersebut, yang menyatakan bahwa Pemerintah Myanmar “tidak memiliki hubungan senjata yang terus berlanjut, apapun itu, dengan Korea Utara” dan mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB.
Korea Utara diyakini memperoleh lebih dari $ 200 juta (atau setara Rp 2 triliun) dari ekspor terlarang pada tahun 2017 saja.