ABC

Konferensi Internasional Pelajar Indonesia Suskes Digelar di Adelaide

Konferensi Internasional Pelajar Indonesia (KIPI) yang digelar Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) berlangsung suskes di  Flinders University, Adelaide, pekan lalu. Mengusung tema digital society, konferensi menampilkan pejabat Depkominfo yang berada di Jakarta melalui fasilitas Skype.

“Internet tidak hanya dapat digunakan untuk mengupdate status di media sosial tapi bisa juga digunakan untuk berkreasi”, ujar Mariam F. Barata, Direktur Pemberdayaan Informatika dari Kementerian Komunikasi dan Informatika lewat Skype.

“Misalnya, untuk menciptakan software atau aplikasi berguna seperti Gojek atau Traveloka”, tambah Mariam.

Selain mengundang peserta untuk menyajikan hasil riset atau riset yang sedang dikembangkan, acara ini bermaksud untuk menjadi ajang para peserta memberikan rekomendasi untuk pemerintah Republik Indonesia dan institusi terkait.

Suasana konprensi pelajar Indonesia di Flinders University 2016 (Foto: PPIA)
Suasana konprensi pelajar Indonesia di Flinders University 2016 (Foto: PPIA)

Isu utama yang diangkat adalah “Digital Society Towards the New Millenium: Maximising Opportunities” yang menegaskan pentingnya peran teknologi dalam kehidupan sehari-hari.

Professor Terry Flew, pakar media dan komunikasi dari Queensland University of Technology (QUT) berkata bahwa dunia jurnalistik dan politik mengalami perubahan yang signifikan dengan adanya teknologi.

Prof. Terry memberi contoh penggunaan media sosial seperti Facebook dan Twitter untuk mengumbar berita. Berkat media sosial, massa dapat berinteraksi langsung dengan para narasumber.

Selain Professor Terry, Matt O’Kane selaku Vice President freelancer.com juga menekankan pentingnya teknologi dalam dunia bisnis. Ia mencontohkan bisnis freelancer.com sendiri yang mengandalkan teknologi untuk menghubungkan orang yang sedang mencari kerja dan orang lain yang membutuhkan jasa pegawai tersebut.

Freelancer.com adalah situs di mana orang dapat mem-post jasa pekerjaan kepada freelancer yang nantinya dapat mengajukan tawaran untuk menyelesaikan jasa tersebut.

Akan tetapi, pentingnya teknologi sama pentingnya dalam area yang lain seperti budaya, creative economy, bahkan pendidikan. Dunia pendidikan di Indonesia, terutama, akan maju jika peran teknologi dapat dimaksimalkan.

“Berdasarkan peringkat pendidikan dunia, Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 76 negara. Akan tetapi, pengamatan yang dilakukan oleh koran Kompasiana pada bulan Juni tahun lalu, melaporkan bahwa 13 dari 75 guru sekolah tidak mengerti cara mengoperasikan komputer”, ujar Soni Ariawan, mahasiswi S2 di University of Adelaide.

Soni yang sedang menekuni program Master of Education menambahkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia dapat mengalami breakthrough dengan diperkenalkannya sistem TPACK, sistem pendidikan yang menggambarkan berbagai tipe kecerdasan yang dibutuhkan oleh seorang guru agar bisa mengajar secara efektif dalam lingkungan belajar yang mengandalkan teknologi.

Soni Ariawan dari Adelaide University sedang menyampaikan paparannya. (Foto: PPIA)
Soni Ariawan dari Adelaide University sedang menyampaikan paparannya. (Foto: PPIA)

Walaupun penemuan TPACK pertama kali menerobos riset dunia pendidikan pada tahun 1986 oleh Lee Shulman, psikolog asal Amerika, ide ini belum diterapkan di sistem pendidikan di Indonesia.

"Alasan di balik ini adalah karena TPACK tidak hanya fokus pada ‘pengiriman’ konten yang diajari, tetapi juga pada hubungan antara guru, siswa, konten yang diajari, ilmu yang dipraktekan, dan teknologi." kata Soni Ariawan.

Selain Soni, banyak pelajar-pelajar lain yang turut berbagi ide mengenai penelitian-penelitian mereka yang dapat digunakan di sistem pendidikan di Indonesia.

Walaupun ide-ide mereka berbeda, mereka semua mempunyai kesimpulan yang sama, yaitu untuk memaksimalkan penggunaan teknologi dalam sistem pendidikan di Indonesia agar semua dapat merasakan manfaatnya dan agar kita dapat bersaing dengan negara-negara lain dalam era globalisasi ini.

KIPI 2016 menyampaikan bahwa kita sebagai global citizen perlu memaksimalkan penggunaan teknologi dalam era globalisasi ini. Alasan di balik kesimpulan berikut karena negara-negara lain akan terus memanfaatkan teknologi, dan jika kita tidak ikut bersaing kita akan terus tertinggal.

Selain itu, penggunaan teknologi terus menerobos berbagai bidang seperti politik, bisnis, creative economy.

Dubes Nadjib Riphat Kesoema (tengah mengenakan batik) juga menghadiri konprensi. (Foto: PPIA)
Dubes Nadjib Riphat Kesoema (tengah mengenakan batik) juga menghadiri konprensi. (Foto: PPIA)

KIPI 2016 diakhiri oleh closing speech yang dipimpin oleh Mutiasari Handaling, Ketua PPIA 2015/16. Konferensi yang berlangsung selama dua hari dihadiri di antara lain oleh Nadjib Riphat Kesoema, Dubes RI untuk Australia, Martin Hamilton MP, politikus asal South Australia, Claire Pollock, Wakil Rektor Flinders University, Matt O’Kane, Vice President Freelancer.com, Mariam F. Barata, Direktur Pemberdayaan Informatika dari Kementerian Komunikasi dan Informatika pada hari pertama.

Seluruh panitia KIPI 2016 dan Ketua PPIA berharap bahwa KIPI 2016 bermanfaat untuk peserta dan tamu-tamu yang hadir, dan mereka juga berharap pesan-pesan yang disampaikan dalam acara tersebut bermanfaat untuk Indonesia di masa-masa yang akan datang.
 

Alicia Azzahra D. Deswandy adalah mahasiswa Monash University di Melbourne, dan sekarang menjadi Kepala Media dan Komunikasi PPIA masa kepengurusan 2015-16.