ABC

Komunitas LGBT Ikut Kecewa dengan Aksi Ciuman Matty Healy dari Band The 1975

Aksi ciuman yang dilakukan Matty Healy, pentolan band The 1975 di Malaysia, menuai kecaman dari warga 'queer' dan LGBT di Malaysia dan Indonesia.

Saat tampil di Good Vibes Festival di Malaysia, Matty sempat juga mengkritik undang-undang anti-LGBT di Malaysia.

Banyak warga LGBT di Malaysia menyampaikan rasa kesal dan kecewa mereka di jejaring sosial, dengan mengatakan kelakuan Matty lebih banyak menimbulkan kerugian daripada kebaikan.

Chelsea, seorang queer Malaysia berusia 23 tahun yang datang ke festival musik tersebut, mengatakan jika ucapan yang dilontarkan Matty "sepenuhnya mementingkan dirinya sendiri dan performative."

Chelsea mengatakan meski ia setuju dengan sentimen anti-LGBT di Malaysia, tapi Matty menyampaikannya secara "destruktif dan tanpa dipikir."

Venus Darling, seorang individu non-biner Malaysia yang minta nama aslinya disamarkan untuk keselamatannya, mengatakan insiden itu "sama sekali bukan untuk siapa-siapa, kecuali Matty Healy sendiri."

"Karena kelakuannya, ia menyeret komunitas saya ke tengah sorotan ketika negara saya masih bergumul dengan kebangkitan konservatisme Islam," katanya.

"Ia menganggap kami, queer, hanyalah pria yang mencium pria, padahal kehidupan queer lebih dari itu."

"Hanya itu satu-satunya yang akan dilihat kebanyakan orang dan akan melekat di benak mereka yang berpikiran sempit."

"

"Mereka akan menggunakannya untuk melawan kami, juga dengan apa yang mereka yakini dan melobi mereka yang berkuasa untuk memaksa kehidupan kami dibatasi."

"

Di atas panggung Matty mengatakan jika ia "melakukan kesalahan" dengan setuju tampil di Malaysia.

"Saya tidak melihat ada gunanya mengundang The 1975 ke suatu negara, yang kemudian memberi tahu dengan siapa kami boleh berhubungan seks."

Homoseksualitas dianggap sebagai tindakan kejahatan di Malaysia, dengan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara, bahkan hukuman fisik.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia sudah memperingatkan adanya intoleransi terhadap warga yang orientasi seksual dan gendernya  beragam.

Tapi menurut Chelsea, masalah ini tidak seharusnya menjadi ranah pertempuran Matty.

"Ia tidak memiliki hak untuk berbicara atas nama seluruh komunitas, hanya karena dia dikontrak untuk mematuhi undang-undang pembatasan selama sejam."

Undang-undang yang dimaksud adalah aturan yang membuat warga queer dan LGBT di Malaysia
diawasi secara aktif dan terus-menerus."

Menteri Komunikasi Malaysia, Fahmi Fadzil, dalam unggahannya di Twitter mengatakan "tidak akan ada kompromi terhadap pihak mana pun yang menentang, meremahkan, dan melanggar hukum Malaysia."

The 1975 dan label-nya, Dirty Hit, tidak menanggapi permintaan dari ABC untuk berkomentar.

Namun, BBC mengutip sumber anonim "yang dekat dengan The 1975", mengatakan: "Matty sudah lama mengadvokasi komunitas LGBT dan mereka ingin membela penggemar dan komunitas LGBT."

Membatalkan konser di Indonesia dan Taiwan

Menyusul insiden tersebut, The 1975 membatalkan pertunjukan mereka Indonesia dan Taiwan.

Akib Aryou, seniman non-biner asal Yogyakarta, mengaku kecewa dengan tindakan Matty di Malaysia.

"Saya enggak mengerti mengapa dia harus melakukannya, tiba-tiba, tanpa konteks yang jelas," kata Akib.

"Kalau ia ingin menghadirkan representasi untuk LGBTIQ, ia bisa lebih banyak berbagi di platform-nya untuk memberikan visibilitas bagi seniman queer [di Malaysia], ketimbang mengambil semua perhatian untuk dirinya sendiri."

Penampilan The 1975 di festival musik We the Fest di Jakarta digantikan oleh band Sheila on 7.

Cuplikan video dan sejumlah media melaporkan jika vokalis Duta sempat menyinggung aksi Matty, dengan mengatakan kalau ia sempat ditanya apakah akan mencium pemain bass-nya.

Akib mengaku komentar-komentar yang beredar tersebut membuat dirinya tidak nyaman.

"Waktu melihat laporan media dan komentar di media sosial, [pernyataan dan laporannya] cenderung homofobia," katanya.

"Sangat disayangkan, yang dikritik adalah tindakan homoerotik [ciuman dua pria], bukan aksi performative mereka."

"

"Ini malah jadi alasan untuk menyudutkan kami, seolah-olah kami yang harus bertanggung jawab apa yang terjadi [di Malaysia]."

"

"Orang-orang akan mengira kalau ini adalah propaganda atau gay agenda, padahal enggak ada hubungannya dengan kami."

'Memperburuk situasi'

Miss BOOM, seorang penari drag asal Malaysia, juga ikut melihat penampilan 1975.

Ia mengaku kalau banyak anggota di komunitasnya merasa khawatir dengan kemampuannya agar bisa mengekspresikan diri mereka dengan aman.

"[Matty] semakin memperburuk situasi dengan memberikan lebih banyak alasan kepada pihak otoritas untuk menindak aktivitas LGBTQ+ di sini," katanya, menambahkan jika ia sebelumnya merasa aman untuk tampil di depan publik.

Aktivis Malaysia Ayman Hareez Muhammad Adib, 21 tahun, mengatakan tindakan Matty akan menghambat kerja para aktivis di lapangan.

Sebagai seorang gay, penulis dan anggota Parti Sosialis Malaysia, satu-satunya partai di Malaysia yang secara terbuka mendukung hak-hak LGBT, mengatakan masalah utama di Malaysia adalah gay dianggap sebagai produk impor Barat.

Undang-undang anti-LGBT sebenarnya digagas oleh penjajah Inggris, yang memberlakukan KUHP India berisi hukum anti-sodomi, di sejumlah negara bekas jajahan Inggris, termasuk Malaysia.

Ayman mengatakan sebelum ada aturan tersebut, masyarakat adat di Malaysia memiliki sikap yang berbeda terhadap seksualitas dan keragaman gender.

"[Tindakan Matty] akan menimbulkan tentangan keras dari mayoritas orang yang masih memulihkan diri dari trauma kolonial mereka, tidak menyadari bahwa kefanatikan mereka sendiri adalah sisa-sisa kolonial," ujarnya.

Aksi Matty terjadi hanya beberapa minggu sebelum pemilihan umum di Malaysia, yang diperkirakan akan dimenangkan kekuatan politik konservatif.

Perdana Menteri Anwar Ibrahim berulang kali menegaskan jika pemerintahnya tidak akan mengakui hak-hak LGBT.

Indi Tan, warga Melbourne yang dibesarkan di Singapura dan Malaysia, mengatakan gerakan hak-hak LGBT di Malaysia masih terus berkembang dan menghadapi penolakan tegas dari masyarakat luas.

"Pada akhirnya, semua yang dilakukan adalah membuat pemerintah Malaysia menjadi lebih keras terhadap ekspresi yang dituangkan warga queer di Malaysia," katanya.

"

"Tapi untuk Matty … dia bisa kembali ke mansion-nya, kembali ke label rekamannya, tanpa perlu khawatir dengan kerusakan yang ia timbulkan saat berada di sini," ujarnya.

"

Venus Darling mengatakan kalau Matty benar-benar peduli dan ingin mengadvokasi komunitas LGBT, ia akan membantu mempromosikan dan berkontribusi pada organisasi queer di Malaysia.

Chelsea mengatakan konsekuensi dari tindakan Matty bisa sangat mengerikan.

"Pemerintah dapat membuat hukuman yang lebih keras hanya karena keberadaan akibat kejadian ini."


Laporan tambahan oleh Neryssa Azlan


Baca beritanya dalam bahasa Inggris