Komang Hayes Mendapat Beasiswa Hammer ke Indonesia
Komang Rosie Hayes memiliki darah Bali dari ibunya. Sebagai seorang seniman muda di Melbourne, Komang akan berkesempatan mengenal Indonesia lebih dekat lagi karena mendapatkan beasiswa Hamer untuk belajar di UGM Yogyakarta selama satu tahun.
Malam itu, malam di musim dingin yang sepi, sama seperti hari-hari lainya. Saya baru pulang dari kerja, menyapa teman serumah dan berjalan ke dapur kecil kami untuk membuat secangkir teh.
Dan kemudian saya melihat, di dekat tempat pemanas air ada sebuah surat. Pikiran pertama saya langsung ke tagihan listrik bulan lalu, karena penggunaan pemanas listrik dan air yang banyak kami gunakan selama musim dingin. Saya kemudian membuka amplop.
Surat itu datang dari Hon (Yang Terhormat) Philip Dalidakis, Menteri Usaha Kecil, Inovasi dan Perdagangan (negara bagian Victoria).
Saya awalnya bingung, siapa Pak Dalidakis ini, dan apa hubungannya dia dengan tagihan listrik selama musim dingin di rumah kami? Tentu saja jawabannya ternyata tidak ada hubungan sama sekali. Surat yang saya terima adalah bahwa saya mendapatkan beasiswa program Hamer untuk tahun 2017.
Setiap tahun, sejumlah profesional dan lulusan universitas di negara bagian Victoria mendapat surat semacam ini.
Program beasiswa Hamer adalah program belajar bahasa yang dibuat untuk mendukung kemitraan bisnis dan budaya antara (negara bagian) Victoria (di Australia) dengan negara-negara di Asia.
Program ini dibuat dengan tujuan untuk memfasilitasi peningkatan kesadaran akan budaya di kalangan warga Victoria, dan mendorong kerjasama profesional antara Australia dengan Asia.
Setiap tahun, beasiswa ini diberikan kepada puluhan orang untuk mengunjungi China, Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan, dimana penerima beasiswa akan belajar bahasa secara intensif selama enam bulan atau setahun, dan berkesempatan untuk bekerjasama dengan mereka yang berada di profesi yang sama.
Tahun ini ada 40 penerima beasiswa secara keseluruhan dengan 4 diantaranya akan ke Indonesia. Latar belakang dan dunia yang kami geluti berbeda, dan ini merupakan bagian dari sebuah kelompok kecil namun dinamis yang memiliki kecintaan yang sama terhadap budaya Indonesia.
Saya mengajukan lamaran untuk mendapatkan beasiswa karena ketertarikan pribadi dan juga latar belakang keluarga. Saya memiliki darah Bali dari ibu saya, dan saat ini baru saja menyelesaikan pendidikan di bidang seni yang ingin berperan lebih besar dalam pertalian seni Indonesia dan Australia.
Tahun lalu saya baru saja selesai dari Victorian College of the Arts, dimana saya belajar akting, menulis untuk teater dan pertunjukkan modern. Karena kecintaan saya akan kerja yang lintas disiplin yang akan melibatkan film, musik dan tari, saya memilih untuk belajar bahasa Indonesia lebih intensif selama satu tahun di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, sebuah kota yang memang terkenal dengan budaya seni modernnya.
Selain itu saya juga sudah pernah bertemu dengan beberapa seniman dari Teater Garasi tahun lalu ketika mereka berkunjung ke Melbourne. Karena perjumpaan tersebut, dan juga karena keberuntungan dan waktu yang pas, ketika saya belajar dengan beasiswa Hamer ini, saya juga juga akan magang dengan Teater Garasi dan terlibat dalam rencana penampilan mereka di tahun 2017.
Inilah adalah saat-saat yang mengasyikkan bagi saya sebagai seniman yang baru tumbuh dengan latar belakang hubungan antar budaya. Sebuah teater boneka asal Australia Polyglot sudah memiliki kerjasama erat dengan masyarakat seni Indonesia, dan salah satu mitra mereka Papermoon Puppets juga berada di Yogyakarta, yang juga pernah beberapa kali berkunjung ke Melbourne.
Pusat Seni Komunitas Footscray (tidak jauh dari Melbourne CBD) juga memainkan peran aktif dalam menjamu para seniman kontemporer asal Indonesia selama beberapa tahun terakhir, dan seniman independen kelahiran Jakarta dan sekarang tinggal di Melbourne, Rani Pramesti juga terus berkaya membuat karya seni berhubungan dengan budaya dan sejarah.
Dalam skala lebih besar, tahun depan akan diselenggarakan Festival Tiga Tahunan Seni Pertunjukkan Asia Pasifik (Asia-Pacific Triennial of Performing Arts (Asia TOPA) di Melbourne, sebuah festival besar mengenai seni pertunjukkan Asia, dimana salah seorang sutradara ternama Indonesia Garin Nugroho akan menampilkan film terbarunya Satan Jawa di Arts Centre yang disertai dengan pertunjukkan gamelan.
Hubungan artistik antar dua budaya ini sudah ada, dan penuh harapan untuk berkembang di saat yang sulit dalam kehidupan seni di Australia, dimana dalam dua tahun terakhir berjuang karena berkurangnya anggaran.
Lembaga seni dan program kreatif di Australia banyak yang tutup, dan para seniman harus berpikir ulang mengenai kehidupan budaya mereka.
Untuk alasan ini, saya bersyukur bahwa program beasiswa Hamer ini terus berjalan, sebuah pendanaan yang digunakan untuk membantu membangun budaya antar negara.
Sebuah badan pendanaan untuk memberikan pengalaman beragam. Dengan kehidupan kita yang semakin global dan dunia terasa lebih kecil, empati kita terhadap sesama diperkuat dengan saling berbagi cerita di antara kita.
Sebagai seniman muda yang beruntung mendapatkan beasiswa ini, saya berharap setelah kembali dari Indonesia nanti, saya bisa memberikan sumbangan bagi kehidupan seni di Melbourne, dan juga memberikan sumbangan bagi kehidupan seni di Indonesia.
Saya juga senang mendapat kesempatan untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga saya di Bali, dan mungkin kedengarannya aneh, kembali belajar bahasa saya sendiri, bahasa ibu, kakek nenek, dan para pendahulu kami.
Saya berharap akan menjadi penyambung cerita, dan seniman yang akan duduk diantara kedua budaya dan memberikan sumbangan ke keduanya.
*Komang Rosie Clynes akan ke Indonesia bulan Januari 2017 sebagai bagian dari Program Beasiswa Hamer dari pemerintah negara bagian Victoria.