ABC

“Kita Perlu Dakwah Yang Mencerahkan” : MUI Luncurkan Standardisasi Da’i

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pekan ini meluncurkan program standardisasi pendakwah. Program ini dipandang sebagai upaya kongkrit yang sangat diperlukan untuk mencegah penyebaran ajaran ekstrim di masyarakat.

Setelah digaungkan setahun lalu, akhirnya pekan ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi meluncurkan program standardisasi pendakwah di tanah air.

Sedikitnya 80 orang pendakwah dari berbagai lembaga dakwah dan ormas Islam di ibukota tercatat menjadi para da’i angkatan pertama yang mengikuti kegiatan Standardisasi Da’i di Kantor MUI Pusat, Menteng, Jakarta, pada awal pekan ini, Senin (18/11/2019).

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH M Cholil Nafis, kepada ABC memaparkan program ini bertujuan menyatukan visi dan koordinasi langkah dakwah.

Para mubaligh/penceramah yang mengikuti program standardisasi akan masuk dalam daftar da’i yang direkomendasikan oleh MUI untuk naik mimbar dan berceramah karena telah mendapat pembekalan dan pembinaan wawasan ke-Islaman, wawasan kebangsaan dan metode dakwah MUI.

“Mereka yang ikut standardisasi akan menandatangani fakta integritas untuk berdakwah sesuai dengan visi MUI, yaitu menyampaikan ajaran Islam yang moderat/wasathiyah yakni mengikuti akidah Ahlussunnah wal Jamaah.”

“Tidak menyampaikan ajaran yang ekstrim kanan ke terorisme atau tidak juga ekstrim kiri ke liberalisme, menjaga ukhuwah, berdakwah dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI dan siap berkoordinasi dengan MUI.” kata KH Cholil Nafis.

Untuk lebih memudahkan warga mengenai siapa saja pendakwah yang direkomendasikan ini, MUI mengklaim akan menghadirkan aplikasi online yang memuat nama pendakwah bersertifikat ini.

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis.

NU Online

KH Cholil Nafis menambahkan, standardisasi ini sifatnya sukarela, para mubaligh dibebaskan untuk memilih ikut program ini atau tidak.

Namun demikian MUI mendorong masyarakat untuk mengutamakan ulama yang sudah memegang sertifikat berdakwah dari lembaganya.

Pada tahap awal, saran ini dikhususkan untuk acara keagamaan diselenggarakan di lingkungan instansi pemerintah.

“Kita dorong masyarakat untuk mengundang ulama yang bersertifikat, apalagi jika berceramah di lembaga negara atau institusi swasta biar lebih aman, materi dakwahnya dipastikan sesuai dengan konsep ke-Islaman, konsep dan konteks kebangsaan dan metode dakwahnya yang santun dan damai.” katanya.

“Jangan sampai mengajak orang lakukan bom bunuh diri, menyalah-nyalahkan NKRI, atau menggugat bikin negara lain itu gak boleh.” tambahnya.

Meski demikian MUI membantah kalau ini adalah bentuk pembatasan para ulama untuk berdakwah. Ia juga menolak program ini disamakan dengan sertifikasi profesi.

Sebagai bagian dari garansi itu KH Cholil Nafis mempersilakan warga untuk melaporkan da’i bersertifikat yang materi dakwahnya melenceng dari visi dan ketentuan MUI.

“Silakan laporkan, nanti kami proses, kami lakukan klarifikasi, namanya kita bina, mereka masuk corp MUI jadi harus patuh pada pedoman dakwah MUI. Kalau perlu kalau gak nurut kita cabut sertifikat dan rekomendasinya,” tegasnya.

StandarisasiPendakwaholehMUI2_abc_19011020_MUI.jpeg
Peserta standarisasi pendakwah di MUI Pusat yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi para Da'i agar mampu menyampakan pesan yang tidak ekstrim.

MUI.or.id

Upaya pembinaan para pendakwah untuk mencegah berkembangnya ajaran ekstrim di masyarakat ini dilatari fenomena menguatnya penyebaran paham radikal melalui dakwah di rumah-rumah ibadah dan maupun media sosial.

Rumah ibadah terpapar radikalisme

Hasil riset Badan Intelijen Negara (BIN) mengungkapkan 41 dari 100 rumah ibadah di lingkungan kementerian, lembaga, dan BUMN, terpapar radikalisme.

Dan ada sekitar 50 orang penceramah menyebarkan paham radikal di masjid-masjid tersebut.

Situasi ini sempat memunculkan wacana sertifikasi pendakwah oleh pemerintah.

Wacana antara lain pernah diusulkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada 2012 lalu menyusul terus terjadinya serangkaian aksi terorisme di beberapa tempat.

Pertengahan 2018, Menteri Agama ketika itu, Lukman Hakim Saifuddin juga sempat merilis Daftar Nama 200 Mubalig yang direkomendasikan Kementerian Agama untuk berceramah karena dinilai memiliki visi kebangsaan.

Namun wacana ini menuai penolakan luas. Usulan BNPT maupun daftar da’i yang direkomendasikan Menteri Agama dituding bakal membatasi kebebasan orang berdakwah di masyarakat dan daftar 200 mubaligh itu dicibir sebagai sebuah penghinaan.

Sementara itu menyikapi dimulainya program standardisasi da’i oleh MUI ini, anggota komisi VIII DPR RI yang membidangi isu agama dan sosial, Maman Imanulhaq, dalam sebuah diskusi di Metro TV menyebut ini program ini penting dan mendesak dilakukan.

“Kita melihat tahapan orang sampai ke terorisme itu dimulai dari puritanisme, radikalisme baru terorisme . Ketika standardisasi ini bia mengantisipas radikalisme bahkan terorisme maka ini sangat diperlukan.” ujarnya.

“Dia terkenal dipanggil ustad, kyai, gus mudah banget, dalam konteks seperti ini, saya sangat setuju standardisasi ini,” tegas politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

“Kita perlu dakwah yang mencerahkan, yang mencerdaskan, dakwah yang menguatkan nilai kebangsaan kita, ini penting sekali.”

Maman juga mendorong agar standardisasi ini tidak hanya dilakukan oleh MUI, tapi juga oleh ormas Islam besar seperti NU dan Muhammadiyah.

Ketiganya dinilai perlu mengembangkan kesepakatan bersama terkait standardisasi ini.

“Perlu ada kesepakatan kurikulum bersama termasuk cara penyampaian materi, dan bagaimana penyelenggaraan standardisasi ini benar-benar menyebar ke seluruh daerah. Tidak hanya di pusat.” tambah Maman.

Ia juga mengingatkan dampak negatif praktek jual beli sertifikat yang lumrah mengikuti mekanisme sertifikasi seperti ini di masyarakat.

“Orang Indonesia kan pinter-pinter, jangan sampai ada oknum yang karena pengen diundang ceramah di BUMN dan dia belum atau tidak lulus standardisasi ini, tapi dia akhirnya bayar dibawah meja, MUI harus cegah praktek ini,” katanya.

Ikuti berita menarik lainnya dari situs ABC Indonesia disini.