ABC

Kisah Warga Australia Menjadi Orangtua di Indonesia

Seorang guru Australia, Katrina May, pindah ke Jakarta lima tahun lalu ketika dia mendapat kesempatan mengajar di sebuah sekolah preschool. Inilah pengalamannya sebagai orangtua di Indonesia.

Setelah 6 bulan tinggal sendiri di kampus sekolah, saudara perempuannya datang dan menghadiri acara Jakarta Fashion Week. Katrina memutuskan untuk ikut dengannya dan tanpa diduga ia bertemu dengan seorang jurnalis foto Indonesia yang tampan.
“Saudara perempuan saya memperkenalkan kami di sebuah bar yang penuh asap rokok,” kata Katrina.
Keduanya kemudian jatuh cinta dan menikah, dan kehidupan banyak berubah menjadi lebih baik ketika tidak lama setelah menikah dia hamil.
Mengandung di negara asing untuk pertama kalinya menjadi sedikit menakutkan, tapi Katrina senang sekali mendapati betapa baiknya dia dirawat di Indonesia.
“Mengandung anak di Indonesia itu luar biasa sekali. Menurut adat, [suami saya] harus melayani perintah saya,” katanya.
Katrina ditunggui selama 24 jam penuh oleh suaminya. Sementara ini pasti menjadi hal yang menguntungkan, ada perbedaan budaya lain yang tidak begitu menyenangkan bagi Katrina.
“Orang Indonesia tidak sungkan mengatakan bagaimana penampilan Anda, baik itu positif atau negatif. Ucapan yang terus menerus diterimanya, ‘Anda tampak sedikit gendut hari ini’ menjadi sedikit tidak menyenangkan,” kata Katrina.
Meskipun demikian, Katrina memiliki pengalaman lucu mengenai pengalaman membesarkan anak di negara asing. Dia harus berusaha tersenyum ketika berhadapan dengan ibu mertuanya.
“Ibu mertua saya memiliki kata favorit ketika datang dan melihat cucu kesayangannya yaitu kata ’kasian’ – yang berarti ‘kasihan dia ‘,” kata Katrina.

Katrina May fell in love with an Indonesian man while teaching in Jakarta, and now lives with her new family in Indonesia.
Katrina May jatuh cinta dengan pria Indonesia ketika mengajar di Jakarta, dan sekarang tinggal dengan keluarga barunya di Indonesia.

Supplied.

“Dia memberitahu kalau saya menerapkan terlalu banyak aturan pada anak saya,” ucap Katrina.

“Di Indonesia sangat jarang anak-anak tidur di kamarnya sendiri, sehingga anaknya dibilang kasian. Dia bepergian tanpa helm ketika menggunakan motor (kasian). Dia duduk di dalam mobil dengan menggunakan kursi pengaman (car seat) dan bukan di pangkuan saya (kasian). Dia tidak makan ayam goreng ketika sarapan atau kapan saja (kasian). Dia sering kali memakan buah segar (kasian). Saya katakan kepada ibu mertua, ‘Dia bahagia, dia (amit-amit) tidak pernah sakit, dia enerjik dan ceria, apa masalahnya?’ Dan dia hanya menganggukkan kepalanya dan menjawab, kasian,” tuturnya.

Katrina mengatakan orang Indonesia sangat terbuka dan ramah jika berkaitan dengan anak-anak.

“Memiliki anak sebagian keturunan Indonesia malah lebih luar biasa bagi orang Indonesia. Mereka ingin menggendongnya, menciumnya, memegang gemas pipinya, melakukan jutaan foto selfie dengannya. Mereka sayang sekali dengan anak saya,” katanya.

“Di Australia seorang pelayan tidak akan menggendong anak Anda tanpa meminta izin terlebih dahulu dan membawanya ke dapur untuk bertemu dengan semua orang. Mereka kemungkinan akan ditangkap. Di sini hal seperti itu sudah umum terjadi. Anak-anak di sini bisa pergi ke restoran mana saja dan berlarian sambil berteriak-teriak dan tidak akan ada orang yang akan melototkan mata,” kata Katrina.
Katrina dan keluarganya menikmati kehidupan mereka di Indonesia. Dia mengaku sangat menyukai perilaku santai orang Indonesia terhadap anak-anak, yang akan sangat berguna ketika dia kembali ke Australia untuk berkunjung.
“Dalam penerbangan manapun yang pernah saya lakukan sejak kelahiran anak saya, saya selalu berdoa bisa duduk di samping orang Indonesia karena saya tahu mereka akan tetap santai ketika anak saya menangis sepanjang perjalanan…” tuturnya.

*Bec Foley baru-baru ini lulus dari Western Sydney University dengan gelar Sarjana Komunikasi jurusan jurnalistik. Dia menulis artikel ini sebagai bagian dari program magang yang diikutinya dengan ABC International.