Kisah Relawan Australia Bantu Penyandang Disabilitas di Bali
Ahli patologi wicara, Alex Kay, sangat bersemangat dalam membantu orang untuk berkomunikasi. Sebagai seorang relawan di Bali, ia membantu menciptakan sistem bahasa isyarat pertama untuk komunitas lokal di sana.
Ketika diminta menjelaskan manfaat dan kesenangan dari menjadi seorang relawan, Alex Kay, tak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata.
Menyambut 'Hari Relawan Internasional' yang jatuh pada 5 Desember, Alex membagi ceritanya kepada Australia Plus:
Kapan mulai jadi relawan dan mengapa?
Saya mulai kegiatan saya sebagai relawan di akhir tahun 2013, 5 tahun setelah lulus sebagai sarjana patologi wicara.
Sebelumnya, saya memulai karir di Australia Selatan dan kemudian bekerja di London dan sejumlah tempat di Inggris mencoba-coba berbagai bentuk praktek klinik, menangani anak-anak dan orang dewasa.
Visa mobilitas pemuda dari Inggris akan berakhir dan memikirkan kepulangan saya ke Australia sungguh menakutkan, saya merasa belum menyelesaikan pengalaman luar negeri saya dan saya menyadari itu adalah waktu yang tepat untuk mewujudkan mimp terpendam saya yang lain; menjadi relawan di negara berkembang, memraktekkan semua kemampuan saya.
Saya menemukan posisi 'Penasehat Patologi Wicara' di situs Relawan Australia untuk Pembangunan Internasional (AVID) dan itu adalah katalis bagi pengalaman saya berikutnya.
Ceritakan pengalaman anda sebagai relawan di luar negeri
Saya menjadi relawan di LSM lokal 'Yayasan Peduli Kemanusiaan' (YPK) Bali selama 12 bulan. LSM ini membantu penyandang disabiltas agar menjadi mandiri, memperbaiki kesehatan mereka, mengoptimalkan kemampuan mereka, dan membantu mereka menyadari peran penting yang mereka miliki di masyarakat. Layanan yang disediakan YPK termasuk rehabilitasi fisik, pendidikan informal, klinik terapi berjalan, pelatihan kemampuan sehari-hari dan peluang untuk berinteraksi secara sosial.
Merasakan budaya dan agama Hindu Bali seutuhnya adalah sesuatu yang hanya bisa anda pelajari dan hargai ketika anda tinggal dan hidup di sana 24 jam 7 hari seminggu.
Bagi saya, budaya mereka mengagumkan, membingungkan sekaligus memikat. Awalnya, saya sempat merasa terisolasi di tempat kerja karena saya tak paham pembicaraan staf lain, tapi kemudian kemampuan bahasa saya meningkat dan saya ingat betapa senangnya ketika mampu berbicara dengan teman kerja dan menertawai lelucon mereka. Berbicara bahasa lokal dan berpartisipasi dalam ritual lokal adalah kunci sukses saya di pekerjaan.
Ketika saya mengembangkan hubungan seperti itu dalam pekerjaan, saya mulai mengintegrasikan teknik dan pesan sederhana yang bisa digunakan keluarga, pengajar, staf dan penyandang disabilitas untuk membuat lebih banyak penyandang disabilitas mampu berkomunikasi dan berinteraksi.
Saya mencoba untuk berpikir perubahan terkecil apa yang bisa saya fasilitasi, yang bisa berdampak besar pada penyandang disabilitas dan relevan dengan konteks lokal.
Saya meningkatkan kemampuan staf untuk menjalankan workshop dan mengajarkan sejumlah keluarga tentang bagaimana mereka bisa mengikutsertakan dan berinteraksi dengan anak-anak serta anggota keluarga penyandang disabilitas di rumah. Saya juga mencontohkan bagaimana berkomunikasi dengan cara selain berkata-kata, seperti petunjuk visual, gestur, bahasa isyarat dan gambar.
Menyaksikan staf dan anggota sejumlah keluarga menggunakan teknik ini dengan para penyandang disabilitas dan mengamati mereka akhirnya 'bersuara' dan memiliki pilihan untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, adalah pengalaman berharga yang sangat membahagiakan.
Tak ada kata yang bisa menggambarkan seperti apa indahnya pengalaman ini!
Mengapa anda fokus pada para penyandang disabilitas?
Saya selalu memiliki ketertarikan pada keadilan sosial dan selalu dibingungkan dengan hambatan sosial yang menghalangi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi dalam tiap kegiatan di masyarakat dengan setara.
Lewat pekerjaan saya sebagai ahli patologi wicara, saya beruntung bisa bertemu dan bekerja dengan sejumlah penyandang disabilitas dan berhubungan dengan mereka, keluarga serta pengasuh yang mendampingi.
Saya selalu memperlakukan para penyandang disabilitas sebagai pakar dan bekerja sama dengan mereka untuk menolong diri mereka sendiri dalam mencapai semua yang diinginkan. Lewat hubungan seperti ini, saya belajar untuk mudah menyesuaikan diri, fleksibel dan bagaimana memandang dunia dari perspektif yang berbeda, kemampuan yang telah membantu saya dalam berbagai bidang kehidupan, tak hanya pekerjaan!
Saya selalu merasa pas bekerja dengan (bukan untuk) para penyandang disabilitas dan tak ada yang lebih memuaskan dari mentransfer minat saya ke orang lain sehingga mereka merasa nyaman bekerja dan beraktifitas dengan penyandang disabilitas dalam hidup mereka.
Penyandang disabilitas adalah manusia dan saya percaya, mereka membawa kontribusi berharga di tengah masyarakat dunia. Sungguh pengalaman berharga bisa mempromosikan hal ini lewat apa yang saya kerjakan, tapi saya diam-diam berharap agar bisa meninggalkan pekerjaan ini, yang artinya penyandang disabilitas bisa menjalankan hak-hak asasi mereka dengan setara seperti manusia lainnya.
Apa yang anda harapkan?
Saya menantikan dan sangat gugup akan hari kepulangan saya ke Bali dan kembali mengunjungi YPK Bali dan bertemu teman-teman saya di sana.
Saya merasa gugup karena perjalanan yang saya lalui sebagai relawan dan pengalaman yang saya punya tak bisa diulang. Waktu terus berlalu, bahkan di negara berkembang, tempat dan manusia berubah, dan saya tahu segalanya akan berbeda.
Saya tak sabar untuk melihat bagaimana kemajuan YPK dan mudah-mudahan bisa melihat anak-anak dan orang dewasa yang pernah bekerja bersama saya bisa memiliki partisipasi yang berarti dalam hidup mereka, bisa mengakses layanan dan peluang di luar sama seperti orang-orang lainnya.
Pekerjaan lintas budaya yang anda lakukan membuat anda lebih menghargai – persamaan atau perbedaan kita?
Saya merasa, menyaksikan dan mempelajari budaya lain membuat saya merefleksikan hidup, nilai dan budaya saya sendiri.
Menyaksikan dan mengamati budaya di mana kerja dan waktu bukanlah prioritas, tapi menjalani hidup sehari-hari-lah yang utama, membuat saya ingin mengubah aspek kehidupan saya di Australia, untuk memastikan saya hidup dengan cara saya sendiri dan tidak melakukan sesuatu karena itu yang diharapkan.
Sungguh lucu ketika melihat para pekerja di negara Barat sangat 'pemikir' dan bagaimana hal ini dipercaya bisa menimbulkan kesejahteraan, sementara banyak budaya di negara berkembang mempraktekkan sikap 'syukuri nikmat hari ini' sebagai bagian dari ritual harian mereka, dan lihat saja betapa bahagianya mereka!
Sejak kembali ke Australia, saya sungguh menertawakan kebiasaan menelepon teman 2 minggu sebelumnya untuk janjian ngopi bersama sementara di Bali, membuat janji dengan teman untuk ngopi adalah hal yang asing.
Kembali ke Australia dan mengalami 'gegar budaya balik' tentu saja membuat saya mempertanyakan mengapa supermarket di sini begitu teratur dengan banyak pilihan, mengapa ada aturan lalu lintas yang ketat dan jalanan yang indah tapi masih banyak sopir pemarah, dan mengapa semua orang ingin tahu 'apa yang akan saya lakukan sekarang?'.
Saya ingat ketika rasanya ingin menangis dan merasa terasing dari kehidupan Bali. Di sisi lain, saya pernah ingat duduk di luar peternakan keluarga saya dan mengagumi betapa tenangnya dunia dan merasa sangat bahagia mendengar suara gosok gigi menggunakan air keran dari wastafel dan mandi dengan air hangat.
Itu adalah hal-hal kecil yang saya perhatikan berbeda dan ini semua tak akan saya ambil begitu saja.
Apakah dengan menjadi relawan, pengalaman itu bisa mengubah anda – bagaimana caranya?
Mereka mengatakan, kita pergi ke negara berkembang untuk menolong orang-orang itu agar hidup seperti kita. Berada di Bali, mempelajari sistem kuno dan cara hidup mereka itu melegakan, seimbang, dan penuh kebahagiaan. Saya terus mengingatkan diri saya untuk menikmati peristiwa 'hari ini' seperti orang-orang Bali dan bersyukur atas hal terpenting dalam hidup- keluarga, teman, kesehatan dan keselamatan.
Tak sampai dunia Barat menelanjangi saya, akhirnya saya belajar apa yang benar-benar penting.
Saya tinggalkan separuh jiwa saya di Bali, tapi itulah harga yang ingin saya bayar atas berkah persaudaraan dengan orang-orang di sana. Saya akan terus berutang budi atas kemampuan dan pelajaran yang saya dapat selama menjadi relawan di sana.
Saran untuk mereka yang tertarik jadi relawan?
Program AVID adalah wadah paling menakjubkan yang bisa mentransfer kemampuan dan pengetahuan anda dalam cara yang sangat bermakna bagi organisasi lokal tempat anda bekerja.
Anda tak hanya membangun kapasitas warga lokal di daerah yang penting bagi mereka, tapi juga membangun kapasitas pribadi dan profesional anda dengan cara yang belum pernah dibayangkan sebelumnya.
Anda akan ditantang dan keluar dari zona nyaman, tapi saat itulah keajaiban akan datang.
Alex Kay telah bekerja sebagai terapi wicara, pelatih dan penasehat bagi para penyandang disabilitas di sejumlah sektor, termasuk komunitas Aborijin di daerah terpencil Australia Selatan; kelompok etnis minoritas di Inggris; dan sebagai relawan Australia dalam program Pembangunan Internasional bidang advokasi, pendidikan, dan rehabilitasi penyandang disabilitas di Bali, Indonesia.
Sambil bekerja, Alex membantu untuk menciptakan sistem bahasa isyarat pertama untuk komunitas Bali, yang rencananya akan diterbitkan dalam sebuah buku bagi sekolah, guru lokal dan keluarga – yang membutuhkan. Alex kini bekerja sebagai staf pengembangan disabilitas di Scope Global. Ia baru saja memenangi Penghargaan Disabilitas Nasional 2015 atas upayanya memperkuat peluang bagi penyandang disabilitas untuk menjadi relawan di luar negeri.
Informasi lebih lanjut, buka tautan berikut: http://volunteering.scopeglobal.com
Cari cerita lain seperti ini di Australia Plus on facebook