ABC

Kisah Pengamen di Melbourne: Lewat Audisi hingga Raup Rp 8 Juta/Hari

"I hope you don't mind, I hope you don't mind that I put down in words… how wonderful life is while you're in the world". Lagu "Your Song" milik Elton John itu menggema merdu menghiasi malam di Bourke Street, Melbourne.

Kali lain, lagu "Your Body is Wonderland"-nya John Mayer mengalun apik saat berjalan di tepian Sungai Yarra kala malam. Beberapa warga mengerubung beberapa pengamen yang bersuara merdu, menikmati sejenak lagu-lagunya.

Pemandangan tersebut lazim ditemui di jalanan kota Melbourne, utamanya di kawasan Central Business District (CBD) Melbourne.

Menarik melihat kehidupan busker, seniman jalanan di Melbourne. Ada yang harus melalui audisi, hingga memperoleh pendapatan hingga Rp 8 juta sehari!

"Busker", demikian para seniman jalanan itu disebut di sana dan aktivitasnya lazim disebut "busking". Alih-alih menggangu dan membuat risih, para seniman jalanan itu malah membentuk karakter khas kota Melbourne. Pemerintah Kota (Pemkot) Melbourne sendiri ternyata mendukung keberadaan seniman jalanan ini.

Kota Melbourne bahkan mengatur busker dan aktivitas busking ini melalui Street Activity Policy 2011. Pemkot Melbourne sendiri mendeskripsikan busking sebagai aktivitas membunyikan atau memainkan instrumen musik, bernyanyi, melakukan sulap, memainkan wayang, pantomim, komedi stand up, menggambar atau melukis di atas kertas atau kanvas dan bisa menarik perhatian para pejalan kaki.

Sedangkan yang dianggap bukan aktivitas busking adalah kegiatan mengasong di trotoar, seniman yang menjual barang seni setengah jadi, fotografi, membuat origami, melukis di atas kartu pos, kaus, tas atau barang lain, kegiatan iklan, kampanye politik atau agama, meramal tarot atau telapak tangan, pijat dan chiropractic atau manipulasi fisik lainnya, lukis tubuh dan wajah termasuk tato atau henna, cosplay yang meminta sumbangan dari foto bareng, dan meminta sumbangan.

"Semua uang saya berasal dari musik. Jadi kalau saya butuh, saya melakukan busking," tutur Ian Maddick, seorang busker yang tampil mengandalkan suara dan gitar akustiknya di tepian Sungai Yarra, Melbourne. Gaya bermusiknya mirip-mirip musisi John Mayer.

Ian Maddick sedang beraksi mengamen di tepian Sungai Yarra. (Foto: Hany Koesumawardani)
Ian Maddick sedang beraksi mengamen di tepian Sungai Yarra. (Foto: Hany Koesumawardani)

 

Ian mengaku melakukan busking karena terdesak kebutuhan sehari-hari. Meski demikian, dia mengaku pendapatannya lumayan dari kegiatan busking ini.

"Saya biasanya dapat AU$150 (Rp 1,5 juta), paling banyak bisa AU$ 180 (Rp1,8 juta) dalam waktu 3 jam. Tak ada pekerjaan yang pendapatannya sebagus busking. Kalau sebulan, saya tak tahu, tergantung apakah Anda melakukannya dengan konsisten. Saya akan melakukannya dengan konsisten. Hari ini saya lakukan siang-malam," katanya.

Sembari menunjukkan kemampuannya bermusik, Ian juga menjual album indie-nya yang dikemas dalam bentuk CD seharga AU$ 10 yang digelar di atas wadah gitarnya. Untuk melakukan busking di tepian Sungai Yarra, Ian mengaku tak sampai mengikuti audisi.

"Sebenarnya di Melbourne ini Anda tak harus ikut audisi, kecuali Anda tampil di Bourke Street, di situ selektif sekali penampilnya. Mereka punya genre musik yang berbeda dan harus dilakukan secara profesional," tutur Ian.

Para seniman jalanan di Bourke Street, imbuhnya, juga mendapatkan penghasilan paling tinggi di wilayah lainnya. Meski melakukannya karena terdesak kebutuhan hidup, Ian sebenarnya musisi sejati.

Keterampilannya memetik gitar dan bermusik itu diakui Ian didapatkan sejak masih anak-anak. Ian tumbuh besar dengan mengikuti beberapa sekolah musik, belajar di sekolah musik jazz hingga mengikuti AMEB (Australian Music Examination Board – badan standar ujian musik nasional Australia) bidang musik kontemporer. Selain musik jazz, Ian juga tertarik pada musik punk hingga musik klasik India.

"Impian saya keliling Australia setahun sampai 5 tahun dengan bus bersama pacar saya yang juga seorang musisi dan bermain di jalanan, di festival, dan merekam musik, mengeluarkan album, mengedarkannya secara online, membuat video klip. Itu tujuan jangka panjang saya, semoga bisa tercapai tahun depan," harapnya.

Ada pula Patrick Darcy, seorang pengamen jalanan yang tampil atraktif di Bourke Street. Organ elektronik, gitar akustik dan harmonika menjadi alat unjuk kemampuannya.

Patrick Darcy sedang beraksi mengamen di pusat kota Melbourne. (Foto: Hany Koesumawardani)
Patrick Darcy sedang beraksi mengamen di pusat kota Melbourne. (Foto: Hany Koesumawardani)

 

Jari jemarinya lincah bermain di atas papan organ, berganti memetik gitar kemudian lihai pula meniup harmonika. Beberapa lagu populer dibawakannya mulai dari "Yellow" milik band Coldplay hingga "Your Song" milik musisi Inggris, Elton John.

Dengan suara yang empuk, keterampilan memainkan alat musik yang canggih plus penampilan yang necis dan bersih, tak sulit bagi Patrick menarik perhatian para pejalan kaki yang rela berhenti sejenak menikmati aksinya. Uang logam pun bergemerincing memenuhi wadah gitarnya.

"Busker itu dinilai lucu di Kanada, di sana adalah tentang reputasi. Tapi di sini (Melbourne), ini adalah profesi yang dihormati. Jadi, pertama saya memberitahu keluarga saya dan saya tak akan malu, saya tak peduli," tutur pria berkaca mata yang diwawancara usai tampil.

Tampil di Bourke Street, salah satu jalan tersibuk di kawasan CBD Melbourne, Patrick mengaku harus mendapatkan izin tampil dengan mengikuti audisi. Berasal dari Toronto, Kanada, Patrick memanfaatkan Working Holiday Visa untuk menjadi busker.

"Ya, saya melakukan audisi. Hanya mainkan satu lagu untuk mereka dan itu saja, sangat mudah. Saya mainkan lagu "Scientist" dari Coldplay, dan ya sudah gitu aja. Itu lagu bagus," ungkapnya.

Meski cukup ahli memainkan alat musik dan bernyanyi, namun Patrick mengaku tak punya latar belakang pendidikan musik. Dia mendapatkan keahliannya secara otodidak. 

"Saya otodidak. Kuliah saya akuntansi, ini tahun ke-35 saya, sekarang saya punya rencana plan B, ini (menjadi busker) plan A," ujar  pengidola musisi Elton John ini sambil terkekeh.

Pendapatannya dari busking ini, menurutnya tidak tentu. Antara nihil hingga AU$ 800 (Rp 8 juta).

"Tergantung, sangat tergantung. Dari AU$ 100 sampai AU$800 per hari, tapi itu kalau hari ramai. Kadang AU$100 bahkan kurang, bahkan tak mendapatkan apa-apa. Tapi saya cukup kok untuk membayar tagihan-tagihan saya. Saya busking 3-4 hari per minggu," jelas dia.

Jadi kamu melakukan busking ini demi uang atau passion?

"Hmmm… lucu bahwa kamu melakukan ini untuk kerja. Beberapa lagu mendatangkan uang banyak, kadang, lagu seperti "Yellow", itu banyak uangnya, jadi harus memainkannya untuk mereka (para pejalan kaki). Saya menyanyikannya 3 kali sehari, tapi saya harus menyanyikannya lagi, karena banyak orang ingin dengar lagu ini. Jadi sebenarnya antara benci dan cinta saya melakukan ini," jawabnya sambil tersenyum.

Kalau tidak sedang busking, Patrick mengaku menghabiskan waktunya dengan berolahraga dan bergaul dengan teman.

"Seperti orang normal. Tapi di sini, saya bisa dapat lebih banyak uang dari busking lebih dari manapun. Jadi saya bisa menghidupi diri saya sendiri di sini," tuturnya.

Dari Melbourne, Patrick masih akan mengejar impiannya membuat album. Dia berencana akan membuatnya di Thailand.

"Saya akan pergi ke Thailand sebulan, saya akan merekam album. Saya belum punya karena butuh banyak uang. Di Thailand lebih murah untuk hidup. Kalau di Indonesia, selain Bali saya tak tahu. Thailand lebih ramah, meski di Indonesia lebih murah, sangat murah," katanya saat ditanya mengapa tak membuat albumnya di Indonesia saja.

*Dapatkan kesempatan memenangkan boneka beruang Bobbie, khas Australia, yang memiliki harum bunga lavender dengan menceritakan apa yang paling Anda sukai dari Australia. Caranya? Tulis di akun Twitter Anda dengan tag #JendelaAustralia. Ikuti akun @APlusIndonesia untuk mengetahui pemenangnya.