ABC

Kisah Anak Muda Pengangguran di Pedalaman Australia

Bagi Dylan, seorang remaja usia 18 tahun di Bendigo, Australia, mobilnya kini begitu pentingnya. Bukan untuk membawanya kemana-mana, tapi sebagai tempat tidurnya selama seminggu terakhir setelah diusir dari rumah yang sebelumnya ia tinggali dengan ibu dan dua saudara kandungnya.

Namun dia lebih memilih ini dibandingkan dengan kekerasan masa lalu dari orang dekatnya. Yaitu dari sang ayah alkoholik yang terakhir dia lihat tujuh tahun lalu, dan dari salah satu ayah tirinya.

“Ini lebih tenang,” kata Dylan.

Remaja yang sangat independen ini lebih suka sendirian dan mengatakan toh banyak orang yang lebih buruk nasibnya daripada dia.

“Rasanya lebih baik karena bisa melakukan berbagai hal sendiri,” kata Dylan, yang telah menganggur selama dua tahun terakhir.

“Menang sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Untuk hal itu, tak banyak yang bisa dilakukan,” tuturnya.

Dylan sering memulai harinya dengan mendatangi pertokoan setempat untuk mencari kopi dengan gula yang banyak.

“Semakin sedikit tidurku, semakin banyak gula yang saya makan,” katanya.

Setiap malamnya dia kesulitan untuk tidur karena memikirkan “hal-hal yang normal dalam hidup”.

Setelah meninggalkan sekolah di Kelas 2 SMA, Dylan mengatakan salah satu masalah terbesar adalah kebosanan dan melihat rekan-rekannya sibuk dengan kehidupan mereka.

Dylan enggan mendaftar kursus, dan ingin mencari pekerjaan sebagai tukang cat. Namun ia mengaku tidak memiliki pengalaman dan membutuhkan seseorang untuk melatihnya.

“Kita tidak bisa dapatkan pengalaman tanpa adanya orang yang memberikannya,” katanya.

Dia bermimpi mendapatkan rumah mungilnya sendiri, setelah sering menumpang tidur di sofa temannya selama bertahun-tahun. Dia berharap hidupnya akan berubah.

“Aku akan mendapatkan diriku kembali,” kata Dylan.

Transportasi umum dan biaya kuliah

Evan Morris at home on the back steps.
Evan Morris is resisting the urge to go back and work at KFC, preferring to find work he is more suited to.

ABC Central Victoria: Larissa Romensky

Remaja lainnya bernama Evan Morris lain lagi kisahnya. Dia menyelesaikan ujian akhir SMA sembari kerja di gerai di KFC.

Maksudnya untuk mendapatkan pengalaman hidup dan menabung, tapi empat tahun kemudian Evan masih di situ, setelah DO dari universitas.

Evan tadinya belajar S1 Bisnis jurusan akuntansi sembari bekerja di waralaba cepat saji itu. Tapi biaya angkutan umum dari Kota Echuca ke Bendigo, ditambah lagi biaya buku teks, menjadikan pekerjaan di KFC lebih dominan.

Dalam delapan bulan terakhir, dia menganggur.

Evan mengakui hal ini tidaklah sestres kelihatannya karena dia masih tinggal di rumah bersama ibu dan saudara-saudaranya. Namun dia menyadari situasi hidupnya yang sia-sia.

“Saya tak akan pernah tinggalkan rumah dan membeli mobil atau apa saja jika tetap seperti ini,” katanya.

Evan tidak tertarik untuk kembali ke kuliah karena mengetahui betapa ujian membuatnya stres, dan duduk di aula besar mendengar kuliah selama dua jam yang membosankan. Morris mengatakan dirinya yanga berada dalam spektrum autis turut menciptakan situasinya seperti ini.

“Saya memiliki banyak kecemasan sosial dan kesulitan mendekati orang lain serta mempertahankan persahabatan,” katanya.

Pola tidurnya pun bisa jadi masalah jika Evan lupa minum obat, membuatnya butuh beberapa jam untuk bisa terlelap.

Dia ingin mengikuti magang dalam administrasi bisnis yang akan melibatkan entri data, filing atau pengarsipan.

“Jenis pekerjaan di bagian yang tak perlu berhubungan dengan orang lain karena saya kesulitan dengan keterampilan melayani orang,” kata Evan lagi.

Tapi sejauh ini dia belum berhasil dalam lamarannya untuk magang administrasi bisnis, dan dia agak berkecil hati karena itu.

“Sepertinya saya berada di titik untuk kembali ke KFC lagi, karena tahu saya bisa kembali ke sana kalau mau, bukannya karena ingin tapi ini pekerjaan,” katanya.

Evan Morris bermimpi bisa bekerja dalam waktu lima tahun, setelah menyelesaikan magang administrasi.

Putus sekolah yang kini disesali

Seth Church in his bedroom sitting in front of his grant computer screen.
Seth Church spends much of his time in his bedroom creating electronic music.

ABC Central Victoria: Larissa Romensky

Ayah Seth Church meninggal dunia ketika ia berusia tujuh tahun, sehingga dia tumbuh dengan penuh tantangan.

“Saya merasa seolah-olah hidupku akan berjalan lebih baik jika dia masih hidup,” katanya.

Setelah dua tahun di Bendigo, ibu dan tiga saudaranya akan pindah kembali ke pinggiran Kota Melbourne dengan harapan akan lebih baik.

Seth akan mendaftar kursus produksi musik selama dua tahun di Melbourne. Dia ingin mendapatkan pekerjaan apa saja untuk membayar kursus itu.

Meskipun menikmati masa-masa tiga tahun SMA-nya, remaja 17 tahun itu putus sekolah tahun ini dan menganggur sejak itu.

“Saya ini siswa tidak memiliki rekan untuk proyek-proyek sekolah. Saya jenis anak seperti itu,” kata Seth.

Tapi dengan meninggalkan sekolah tantangannya trus berlanjut, terutama pada malam hari.

“Saya biasanya tidur pukul 10 tapi pikiran saya membuatku terjaga sampai pukul 12 atau lebih,” katanya.

Kurangnya tidur diperparah kurangnya kesempatan kerja telah menciptakan potensi bencana.

Setelah banyak berpesta, pikirannya tidak mendukung lagi baginya sehingga ia berhenti mencari pekerjaan sama sekali.

Tapi kini dia berhasil memperbaiki dirinya dan ingin kembali ke Melbourne, dengan harapan mengejar kegemarannya pada musik elektronik.

Dia bermimpi dalam lima tahun dia ingin menciptakan musik secara profesional.

Meskipun ia menyesal putus sekolah, kini dia bersikeras tidak melihat ke belakang, dan ingin melihat ke depan dengan rencananya.

“Jika kursus ini bisa membawaku lebih cepat, tentunya saya tidak ingin membuang-buang waktu,” kata Seth.

Program kerja memberi arah

Lincoln Hart from Bendigo is at home sitting on the couch.
Lincoln Hart is looking forward to starting a pre-apprenticeship course in Melbourne.

ABC Central Victoria: Larissa Romensky

Ketika Lincoln Hart (20 tahun) meninggalkan bangku sekolah di pertengahan Kelas 3 SMA karena dimasukkan di kelas lebih rendah, dia berakhir sebagai tukang cuci piring.

“Ketika keluar dari sekolah saya tidak tahu apa yang ingin saya lakukan. Saya tidak punya tujuan hidup,” katanya.

“Aku hidup dalam kebingungan dan apapun yang aya bisa saya raih, akan saya ambil,” tambahnya.

Tapi Lincoln berjuang mencari pekerjaan setelah mengirimkan sekitar 100 lamaran pekerjaan mulai dari bidang perhotelan hingga perburuhan.

Tanpa memiliki mobil atau SIM, ditambah dengan kehidupan di pedalaman, telah hidup lebih sulit.

“Bendigo ini cukup kecil sehingga ada pekerjaan yang kurang tersedia di sini,” kata Lincoln.

Semakin lama menganggur, semakin sulit baginya mencari pekerjaan.

“Pemilik usaha mungkin berpikir ‘dia belum banyak berpengalaman selama ini karena belum bekerja, jadi mengapa kami mau pakai eorang yang sudah menganggur begitu lama?’,” katanya.

Bungsu dari empat bersaudara dan satu-satunya masih tinggal di rumah orangtuanya, Lincoln tidak begitu banyak meninggalkan rumah, dan lebih memilih mendengarkan musik dan membaca.

Tetapi ada kalanya menganggur merupakan pergulatan di saat datangnya kecemasan, terutama di malam hari.

“Ada malam-malam ketika saya tidak tidur sama sekali. Pikiranku seperti bergerak 1000 mil per jam,” kata Lincoln.

“Saya terbangaun selama dua hari berturut-turut atau saya kemudian bisa tidur selama 12 sampai 16 jam,” ujarnya.

Pada saat-saat seperti itu Lincoln Hart menyesal pernah menolak kesempatan magang pertukangan yang pernah dijalaninya sebulan.

Namun sejak ikut program kerja enam bulan, dia akhirnya menemukan arah hidupnya.

Bukan hanya telah mendapatkan izin, namun mulai tahun depan dia mulai pra-magang satu tahun pertukangan kayu dan furniture di sekolah kejuruan TAFE di Melbourne. Dia mengakui hal ini sebagai “langkah besar”.

“Mudah-mudahan ini akan mengantarkanku magang di Melbourne dan ingin melihat kemana hidupku akan berjalan,” katanya.

“Pertukangan kayu selalu menarik minatku, menciptakan sesuatu dari nol,” tambahnya.

Diterbitkan Pukul 12:00 AEST 18 November 2016 oleh Farid M. Ibrahim dari artikel berbahasa Inggris di sini.