Kinerja Enam Bulan Pemerintahan Jokowi Dibahas di Australia
Apa yang terjadi dalam enam bulan masa pemerintahan Presiden Indonesia Joko Widodo menjadi tema yang dibahas dalam seminar yang dilakukan oleh Center for Indonesian Law, Islam and Society (CILIS) Universitas Melbourne hari Selasa (5/5/2015) malam di Melbourne.
Yang membahas kinerja pemerintahan Presiden Jokowi adalah lima pakar mengenai masalah Indonesia di Australia.
Mereka adalah Dr Jemma Purdey dari Deakin University, Dr Dave McRae, Prof Tim Lindsey, dan Dr Richard Chauvel dari Universitas Melbourne, dan Dr Nadirsyah Hosen dari Univesity of Wollongong (NSW).
Topik yang dibahas dalam seminar yang dihadiri oleh wartawan ABC L Sastra Wijaya tersebut adalah hubungan Presiden Jokowi dengan kabinet oleh Jemma Purdey, dan DPR, apa yang terjad dengan Kapolri (Dave McRae), pertalian Jokowi dengan masyarakat sipil sekarang (Nadirsyah Hosen) dan hubungan Australia-Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi oleh Tim Lindsey.
Dr Richard Chauvel menjadi pembahas dan perangkum apa yang sudah disampaikan oleh para panelis sebelumnya.
Dari kiri: Dr Richard Chauvel, Prof Tim Lindsey, Dr Nadirsyah Hosen, Dr Dave McRae, and Dr Jemma Purdey.
Dalam pembahasannya, Dr Richard Chauvel menyimpulkan dengan sederhana mengenai kinerja pemerintahan Presiden Jokowi sekarang dengan pernyataan bahwa tidak banyak yang memperkirakan bahwa dalam masa enam bulan pemerintahannya, sudah ada seminar yang dibuat untuk membahas.
Senada dengan apa yang sudah pembahasan di berbagai media di Indonesia, bagaimana hubungan pemerintahan dengan DPR, kinerja beberapa menteri dalam kabinet, masalah yang dihadapi Presiden Jokowi dengan Polri berkenaan dengan pengangkatan Budi Gunawan sebagai Kapolri, dan juga Komisi Penyelidikan Korupsi (KPK) menjadi barometer untuk menilai kinerja pemerintah sekarang.
Semua panelis sepakat mengatakan bahwa kinerja Presiden Jokowi saat ini buruk dengan berbagai permasalahan di atas.
"Kesalahan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah berkenaan dengan pengangkatan Budi Gunawan, juga masalah anggaran pembelian mobil dinas, dan KPK." kata Jemma Purdey.
Namun di sisi lain, menurut Jemma, Presiden Jokowi juga sudah mencapai beberapa keberhasilan antara lain diloloskannya undang-undang pemilihan langsung oleh DPR, dan juga selesainya pembahasan RAPBN oleh DPR, dan terpilihnya Badrodin Haiti sebagai Kapolri, dan bukannya Budi Gunawan.
Dalam pembahasannya, Dr Dave McRae mengatakan bahwa masalah yang ada dengan 'ribut ribut' berkenaan dengan polisi dan KPK menunjukkan bahwa Jokowi mungkin tidak menjadikan pemberantasan korupsi sebagai salah satu prioritas utama dalam pemerintahannya.
"Yang lebih dipentingkan adalah ekonomi dan pendidikan. Masih harus dilihat apakah dalam pemilihan presiden 2019, pemilih akan menjadikan rekor calon presiden dalam pemberantasan korupsi sebagai salah satu kriteria utama mereka dalam memilih." kata Dave McRae.
Suasana seminar mengenai kinerja presiden Jokowi di Uni Melbourne hari Selasa (5/5/2015) malam. (CILIS)
Dalam pembahasannya mengenai masyarakat sipil yang menjadi pendukung utama Jokowi sehingga terpilih menjadi Presiden, Dr Nadirsyah Hosen mengatakan bahw banyak kalangan sipil ini yang mulai kecewa dengan apa yang terjadi sekarang.
Menurut Nadirsyah, Jokowi merupakan presiden terlemah dalam sejarah Indonesia dalam hal dukungan politik.
"Bahkan dibandingkan dengan Presiden Gus Dur, Jokowi lebih lemah. Dulu Gus Dur masih mendapat dukungan penuh dari PKB, sedangkan sekarang Jokowi tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari partainya sendiri PDIP." kata Nadirsyah.
Ketika ditanya apakah melihat kinerja Jokowi sekarang, dan melihat ke belakang, apakah Dr Nadirsyah kecewa bahwa dia memilih Jokowi dan bukannya Prabowo, Doktor pengajar di Universitas Wollongong ini mengatakan dia tidak kecewa.
"Jokowi tidak memiliki latar belakang pelanggaran HAM, dan tidak memiliki hubungan dengan keluarga Cendana. Saya akan tetap memlih Jokowi sebagai presiden." katanya.
Panelis terakhir Prof Tim Lindsey dalam bahasannya mengenai hubungan Indonesia dan Australia di bawah presiden Jokowi, mengatakan bahwa bentuk hubungan ini sangat berbeda dengan masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"SBY sangat mementingkan hubungan luar negeri dan hubungan dengan Australia sangat erat. Australia sekarang harus melihat bahwa keadaan sudah berubah. Yang pasti Jokowi bukan SBY." kata Lindsey.
Dalam kesimpulan bahasannya, Dr Richard Chauvel dari Universitas Melbourne mengatakan salah satu pertanyaan yang tidak banyak dibahas mengenai enam bulan masa kepresidenan Jokowi adalah masih belum jelasnya Indonesia seperti apa yang hendak diciptakan oleh presiden asal Solo tersebut.