ABC

Khawatir Letusan Gunung Agung, Kota Amed Ditinggal Turis

Kumpulan uap dan asap kini terlihat jelas di atas Gunung Agung, Bali.

Uap itu berarti gunung ini memanas -memang belum meletus, tapi mungkin bisa terjadi kapan saja, dan ketidakpastian ini memengaruhi pariwisata di beberapa bagian Bali.

Di timur laut pulau ini, kota Amed biasanya ramai dikunjungi wisatawan yang berlibur untuk menyelam -namun pada hari Jumat (29/9/2017), kota ini kosong.

"Saya tidak senang," kata Ni Made Febriana, 13 tahun.

“Ini tidak menyenangkan, tidak ada turis … mereka takut gempa bumi, dan mereka telah dievakuasi ke beberapa tempat bersama teman-teman mereka.”

Kota Amed terletak sekitar empat kilometer di luar zona eksklusi Gunung Agung, namun bahkan jika Anda tak bisa melihat gunung itu dari kota yang kini sepi ini, getaran tremor rutin adalah pengingat akan kedekatan Amed dengan gunung berapi -yang diguncang hingga 1.000 tremor sehari -ini.

Lebih bawah lagi ke pantai Amed, yang lebih dekat ke Gunung Agung, pemilik warung bernama I Nyoman Kari menyesalkan sepinya turis.

"Di Amed, semua wisatawan sudah pulang karena takut letusan, dua minggu lalu, semua wisatawan mulai pulang," kata Nyoman.

“Usaha seperti speedboat telah dievakuasi ke tempat lebih aman … speedboat sangat mahal, jadi kami ingin memindahkannya jauh dari abu.”

“Selain itu, tidak ada tamu di sini yang mau menyeberang ke Gili [pulau], itu masalahnya.”

Pekerja restoran bernama Komang Putra mengatakan, sudah dua hari ini ia bekerja tanpa melayani pelanggan.

“Sebelum berita tentang Gunung Agung menyebar, kami mungkin melayani enam meja di siang hari dan akan semakin ramai di malam hari, sekitar delapan meja. Tapi selama enam atau tujuh hari terakhir, ini sudah sepi.”

Ni Made Febriana (tengah) dengan keluarganya.
Ni Made Febriana (tengah) dengan keluarganya.

ABC News: Adam Harvey

Beberapa bisnis tetangga sudah tutup.

"Mungkin akhir pekan ini saya akan berbicara dengan atasan, untuk melihat bagaimana situasinya, haruskah kami menutupnya atau mempertahankannya," kata Komang.

Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, sekitar 135.000 orang sekarang telah terdaftar di pusat evakuasi.

Beberapa dari mereka tinggal di luar zona eksklusi namun tidak yakin dengan keamanan rumah mereka.

“Garis bahaya di peta tak terlihat jelas di lapangan, maka banyak orang yang takut,” sebutnya.

“Juga jumlah hoax (berita palsu) di media sosial [tentang letusan] menambah tingkat ketakutan yang dirasakan oleh banyak orang termasuk orang-orang yang tinggal di zona aman.”

Komang Putra mengatakan, mereka menimbang untuk menutup restoran.
Komang Putra mengatakan, mereka menimbang untuk menutup restoran.

ABC News: Adam Harvey

Merasa nasib belum jelas

Sekitar 104.000 orang berlindung di tempat penampungan darurat di Bali, menyusul status siaga Gunung Agung naik ke tingkat tertinggi pekan lalu.

Warga yang dievakuasi berkerumun di tenda, gedung olahraga sekolah dan gedung-gedung pemerintah.

Petani bernama Gusti Gege Astana mengatakan kepada Reuters bahwa ia khawatir lahar akan menghancurkan rumahnya.

"Saya tidak tahu di mana anak-anak saya akan tidur dan yang bisa saya lakukan sekarang adalah berdoa," ujarnya.

Gunung Agung terakhir meletus pada tahun 1963, menewaskan 1.000 orang. Ada lebih dari 100 gunung berapi di Indonesia dan begitu mereka mulai menunjukkan tingkat aktivitas yang tinggi, dibutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan untuk meletus.

Penerbangan beroperasi seperti biasa dan pekan ini, Departemen Pariwisata Bali mengeluarkan untuk meyakinkan wisatawan.

“Pulau ini aman kecuali untuk daerah sekitar Gunung Agung. Kami mendesak wisatawan untuk terus berkunjung,” demikian bunyi surat itu.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.