Kenaikan Kasus Melambat, Australia Optimis Atasi Virus Corona
Pejabat Medis Tertinggi di Australia Profesor Brendan Murphy menyatakan pihaknya sangat yakin bisa mengatasi COVID-19. Ia mengatakan Australia akan terhindar dari kondisi COVID-19 seperti yang terjadi di Italia dan Amerika Serikat.
Profesor Murphy menyatakan posisi Australia sudah tepat, meski jumlah kasus COVID-19 terus meningkat tapi laju pertumbuhannya kini melambat.
Tidak lama setelah keterangan pers Profesor Murphy yang disampaikan hari Minggu kemarin (5/04), seorang penumpang kapal pesiar Ruby Princess di Queensland meninggal dunia.
Total warga di Australia yang meninggal akibat COVID-19 kini sudah mencapai 40 orang.
Namun hingga Senin sore (6/04), jumlahnya berubah menjadi 40 orang setelah dua pasien berusia 80-an tahun meninggal di New South Wales (NSW), serta dua lainnya di Victoria.
Sementara total warga di Australia yang positif terinfeksi sudah mencapai 5.700 orang dan lebih dari 2.000 orang dinyatakan sembuh.
Ia menyatakan keputusan Australia menutup perbatasan, mengarantina turis dan pendatang, serta menerapkan pembatasan sosial yang ketat, sudah menampakkan hasilnya.
“Kita berada dalam posisi yang baik saat ini, berhasil menerapkan pengawasan karena masyarakat mematuhi apa yang kami sampaikan,” katanya.
Dengan kian dekatnya perayaan Paskah, Profesor Murphy kembali mendesak warga Australia agar jangan sampai tergoda bepergian atau berkumpul bersama kerabat dan keluarga untuk merayakannya.
“Perayaan Paskah akan sangat berbeda tahun ini,” katanya. “Kami meminta masyarakat tetap di rumah bersama dengan keluarga.”
Profesor Murphy mengatakan kekhawatiran terbesarnya adalah penularan di antara warga serta 10 persen yang positif tidak diketahui darimana asal virusnya.
Perluas tes ke pedalaman
Di negara bagian NSW, pihak berwenang menjelaskan dua pria berusia 86 tahun dan 85 tahun yang potisif COVID-19 telah meninggal kemarin.
Pada tanggal 30 Maret lalu, Australia mengkonfirmasi 17 kematian akibat coronavirus, tapi jumlah itu membengkak dalam sepekan terakhir.
Peningkatan ini terutama terjadi di NSW dengan 18 kematian, enam di antaranya dalam dua hari terakhir.
Namun Direktur NSW Health, badan otoritas kesehatan, Dr Jeremy McAnulty mengatakan jumlah total kasus baru di negara bagian itu berkurang.
Dalam 24 jam hingga 8:00 malam hari Minggu, ada 57 kasus baru di NSW, sehingga totalnya menjadi 2.637 yang positif.
“Tampaknya tindakan kita mencari kasus dan melacak kontaknya telah berhasil,” katanya.
Dr McAnulty menambahkan, meski penurunan angka infeksi terbaru di NSW cukup menggembirakan, namun jumlah tes yang dilakukan pada akhir pekan mengalami penurunan.
NSW Health mendorong para dokter dan klinik untuk memperluas tes COVID-19 ke kawasan pedalaman yang sudah terjadi penularan lokal.
“Jadi orang dengan gejala infeksi pernapasan akut, batuk, sesak napas, sakit tenggorokan atau demam harus pergi ke dokter atau klinik untuk dites,” kata Dr McAnulty.
Isolasi paling cepat berakhir Juli
Banyak warga Australia kini telah memilih untuk tinggal dan bekerja di rumah.
Lalu, sampai kapan isolasi mandiri yang dijalankan warga Australia akan berakhir?
Menurut suatu pemodelan yang dilakukan University of Sydney, paling cepat pada akhir Juli, jika langkah-langkah yang dilakukan sekarang tetap berjalan.
Model matematis, seperti yang pernah diunggah di Facebook ABC Indonesia menunjukkan langkah ‘social distancing’ yang ketat mulai menampakkan hasil dan 90 persen warga telah mematuhinya.
Mengurangi penerapan ‘social distancing’, katanya, akan menyebabkan jumlah kasus melonjak secara dramatis.
Disebutkan, dengan tetap menerapkan langkah ketat saat ini, Australia seharusnya sudah mendekati masa puncak.
Profesor Mikhail Prokopenko dari University of Sydney membandingkan model ini dengan apa yang terjadi di dunia nyata.
Menurutnya, model ini menunjukkan sekitar 90 persen warga Australia patuh dengan anjuran social distancing.
Menurut pemodelan ini, jika tingkat kepatuhan tetap 90 persen, maka masa puncak kasus virus corona seharusnya sudah terjadi sekarang.
Namun ekor grafik itu menunjukkan apa yang bisa terjadi jika langkah-langkah ‘social distancing’ dicabut lebih awal.
Dampaknya bisa berupa peningkatan kasus yang cepat.
Pemerintah Australia sendiri meminta warga untuk mengantisipasi perubahan besar dalam kehidupan mereka setidaknya untuk tiga bulan.
Profesor Prokopenko mengatakan perlunya pengujian yang lebih baik dan lebih efisien serta penelusuran kasus yang baik.
“Bahkan orang tanpa gejala pun sebaiknya diuji untuk segera menangkap semua kasus yang ada,” katanya.
Sejauh ini Australia telah memesan 1,5 juta alat tes untuk mendeteksi mereka yang terinfeksi virus corona.
Bagaimana pemodelan dilakukan?
Peneliti University of Sydney membuat simulasi dari seluruh populasi dengan menggunakan informasi lokasi tempat tinggal, jumlah orang dewasa dan anak-anak di setiap rumah, bagaimana warga bergerak di kota mereka, dan rincian lainnya seperti lokasi sekolah dan bandara.
Tim ini kemudian menambahkan kasus COVID-19 ke dalam simulasi itu, mengamati bagaimana penyebarannya, dan bereksperimen dengan bagaimana langkah-langkah berbeda dapat mengubah kenaikan kasus.
Pemodelan dibuat oleh bagian Penyakit Menular dan Biosecurity di University of Sydney dan telah dipublikasikan, meski belum melalui proses ‘peer-review’.
Dalam pemodelan ini, ‘social distancing’ merujuk pada orang yang tinggal di rumah, tidak melakukan kontak fisik dengan rekan kerja mereka.
Simulasi ini mengambil patokan awal sejak 24 Maret, ketika Perdana Menteri Scott Morrison meminta warga Australia untuk tinggal di rumah dan menghindari kerumunan.
Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di Australia hanya di ABC Indonesia