ABC

Kemarahan Picu Resiko Serangan Jantung 8x Lebih Tinggi

Sebuah penelitian di Australia menemukan, resiko serangan jantung delapan kali lebih tinggi dalam dua jam setelah seseorang marah.

Ketua tim peneliti, Dr Thomas Buckley dari Universitas Sydney dan Rumah Sakit Royal North Shore mengatakan, penelitian itu, yang meneliti bagaimana pemicu emosional menempatkan manusia pada resiko, menemukan bahwa perdebatan dalam keluarga; marah sewaktu di jalan dan pekerjaaan merupakan faktor-faktor umum.

"Penelitian ini menegaskan bahwa benar-benar ada risiko antara kemarahan tingkat tinggi, respon emosional akut itu, dengan peningkatan resiko terkena serangan jantung," jelas Dr. Thomas.

Penelitian ini menggunakan skala 1-7 dan menemukan, kemarahan di tingkat lima atau lebih tinggi sungguh berbahaya, contohnya: mengepalkan tinju kemarahan ketimbang merasa sebal atau terganggu.

Penelitian terbaru menemukan bahwa kemarahan meningkatkan resiko serangan jantung. (Foto: iStockPhoto)

Orang masih beresiko selama sekitar dua jam setelah ia marah, kata Dr Thomas.

"Kami tahu bahwa kemarahan dapat menyebabkan gejala fisik seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah yang meningkat," ungkapnya.

Ia menerangkan, "Tapi kami juga tahu, dari studi berbasis laboratorium, bahwa kemarahan juga menginduksi perubahan inflamasi dalam tubuh dan perubahan darah yang berkaitan dengan pembekuan, perubahan koagulasi.”

Kebanyakan serangan jantung terkait dengan kemarahan, dalam penelitian ini, disebabkan oleh perdebatan dalam keluarga atau dengan orang lain. Kemarahan akibat mengemudi dan bekerja juga merupakan faktor.

Penelitian Dr Thomas meneliti kasus ratusan orang yang dirawat di Rumah Sakit Royal North Shore, Sydney.

"Dalam sampel itu, 2,2% pasien memiliki kemarahan tingkat tinggi. Jika kami ekstrapolasi seluruh jumlah serangan jantung yang terjadi di Australia per tahun, itu akan sama dengan 1.100 orang mengalami serangan jantung yang dipicu kemarahan," jelasnya.

Tetapi bagi mereka yang rentan marah, ada saran untuk membantu meminimalkan resiko kesehatan.

"Kami menemukan bahwa banyak kemarahan berkaitan dengan hubungan interpersonal atau gangguan komunikasi dengan orang lain, dan jika itu terjadi secara teratur, mungkin dalam lingkungan kerja, dan sebagainya, maka belajar untuk menjadi tegas mungkin akan menjadi cara yang berguna untuk membantu meringankan kemarahan dengan tingkat yang membuat Anda menjadi lebih berisiko,” terang Dr Thomas.

Ia juga merekomendasikan orang untuk menyadari pemicu kemarahan mereka dan mencoba untuk mengendalikan pikiran mereka dalam situasi emosional.

Penelitian ini telah dipublikasikan dalam ‘Jurnal Jantung Eropa’.