Keluarkan Bumerang, Rumah Mode Chanel Dikecam
Rumah mode asal Perancis, Chanel, mendapat kecaman karena memanfaatkan budaya Aborigin, dengan menjual bumerang yang seharga hampir $2.000, hampir Rp 20 juta.
Bumerang berwarna hitam yang terbuat dari kayu dan resin ini dijual di harga $1.930, atau lebih dari Rp 19 juta. Bumerang ini tersedia di kategori aksesori untuk koleksi musim semi dan musim panas 2017.
Dalam koleksi ini juga terdapat raket tenis senilai $2.220, lebih dari Rp 22 juta, raket dan bola untuk tenis pantai senilai $4,860, atau lebih dari Rp 49 juta, dan papan dayung yang harganya bisa diketahui setelah ditanyakan.
Bumerang ini menjadi ramai di jejaring sosial, ketika Jeffree Star, penata rias dan vlogger asal Amerika Serikat mengunggah foto barang tersebut.
Pengguna jejaring sosial mencemooh karena harga koleksi yang mahal-mahal, namun bumerang mendapat kecaman lebih karena dianggap memanfaatkan budaya milik penduduk asli Australia, suku Aborigin.
Seorang pengguna jejaring sosial menulis: “Memanfaatkan budaya mencapai titik terendah, saya sangat berharap Chanel menyumbangkan semua keuntungannya kepada komunitas Aborigin yang kurang mampu.”
Museum Nasional Australia menggambarkan bumerang memiliki “peranan penting dalam budaya Aborigin, sebagai objek karya dan permainan”, namun setelah kedatangan orang Eropa di Australia, bumerang menjadi populer sebagai suvenir pada akhir abad ke-19.
Sejak saat itu bumerang imitasi yang murah telah membanjiri pasaran, namun kini ada dorongan untuk melindungi produsen lokal.
Ganti rugi
Profesor Matthew Rimmer, pakar kekayaan intelektual dan inovasi dari Queensland University of Technology, mengatakan kontroversi ini menyoroti perlunya reformasi hukum.
“Sistem hukum hanya menanggapi sebagian masalah ini,” kata Prof Rimmer.
“Landasan undang-undang hak cipta, yang diajukan pada tahun 1990an adalah soal mencontek dan penjualan seni Aborigin yang dijual lebih mahal … namun perlu reformasi lebih lanjut.”
Ia juga mengatakan Chanel harus menawarkan ganti rugi kepada masyarakat Aborigin.
“Sebagai korporat yang baik, Chanel harus meminta maaf sepenuhnya, menarik bumerang dari penjualan, dan membuat ganti rugi yang sesuai untuk warga asli benua Australia.”
Tanggapan Chanel
Chanel merilis sebuah pernyataan yang menyebutkan “sangat berkomitmen untuk menghormati semua budaya dan menyesal telah membuat beberapa pihak tersinggung.”
Bumerang masih tersedia di situs Chanel.
Ini bukan pertama kalinya Chanel memproduksi bumerang. Sebelumnya ada versi monogram dari perak yang dijual di situs penjualan barang bekas mewah, TheRealReal seharga $295 atau hampir Rp 3 juta.
Sejumlah label fesyen telah dikritik dalam beberapa tahun terakhir, karena memanfaatkan budaya.
Pada tahun 2015, Valentino dikecam karena menggunakan model berkulit putih dengan gaya kepang khas Afrika, cornrows, saat memamerkan koleksi terbarunya yang diakui terpengaruh budaya Afrika.
Victoria’s Secret pernah dipaksa meminta maaf di tahun 2012, karena seorang modelnya mengenakan hiasan kepala khas suku Indian, penduduk asli benua Amerika di salah satu peragaan busananya.
Pakain yang diperagakan pun dikritk, karena dianggap mengabaikan budaya dan sejarah kesukuan.
Pada tahun 2011, umat Hindu menggelar aksi demonstrasi, setelah perancang busana Byron Bay memamerkan pakaian renang dengan gambar Dewi Lakshimi, di pekan fesyen Australia.
Diterbitkan oleh Erwin Renaldi pada 17/05/2017 pukul 11:30 AEST. Simak beritanya dalam bahasa Inggris di ABC News.