ABC

Kekerasan Fisik dan Seksual Marak Terjadi di Wisma Disabilitas

Keluarga dari sejumlah penyandang disabilitas yang tinggal di wisma perawatan disabilitas di Sydney melaporkan tindak kekerasan fisik dan seksual yang dilakukan pekerja di wisma perawatan tersebut.

Seorang ibu, Jan Cox, mengaku anak perempuannya yang menderita keterbelakangan mental, Samantha (25) dikurung selama dua jam di garasi rumah wisma penyandang disabilitas di Sydney dan dipaksa buang air di dalam ember selama dikurung.

Insiden ini terjadi September lalu, penyebabnya staf tidak bisa menghadapi perilaku Samantha.

Cox  mengatakan mengunci anak di garasi merupakan perlakuan yang tidak  bisa diterima di masyarakat, apalagi jika yang dikurung adalah penyandang disabilitas.

"Saya mempercayakan pekerja di sana untuk merawat anak saya, tapi mereka malah mengurungnya. Sam bisa saja melukai dirinya sendiri,” kata Cox kecewa.

Jan Cox mengatakan ini merupakan insiden kekerasan kedua yang dialami anaknya di wisma disabilitas Guildford yang telah dihuninya sejak usia 12 tahun.

Sebelumnya pada Juni 2012, Samantha menderita lebam di bagian pahanya. Samantha mengaku petugas menendangnya berkali-kali karena memberontak.

Cox melaporkan insiden ini kepada polisi tapi tidak ditindaklanjuti karena tidak ada saksi mata.

Ibu dari empat anak ini mengungkapkan pengalamannya untuk menyuarakan keprihatinannya mengenai jumlah staf yang tidak memadai dan tidak terlatih yang bekerja pada wisma disabilitas. Ia mengharapkan perubahan signifikan dalam pengelolaan wisma disabilitas yang diyakininya memiliki permasalahan sistemik.

"Ada banyak orang yang tinggal di wisma perawatan penyandang disabilitas yang tidak bisa menyuarakan kekerasan yang mereka alami,” tegasnya.

Kasus ini hanyalah satu dari sejumlah kasus yang terungkap dalam investigasi ABC di wisma penyandang disabilitas, menyusul temuan banyaknya laporan insiden kekerasan fisik dan seksual di wisma penyandang disabilitas di NSW dan Victoria.

Di wisma disabilitas di Menai, Sydney Selatan, pasangan orang tua mengaku anak laki-lakinya menjadi korban kekerasan fisik dan percobaan kekerasan seksual oleh seorang pekerja laki-laki yang tidak seharusnya ditempatkan di unit perawatan darurat.

Sementara di Victoria, salah satu korban dari pekerja di wisma disabilitas yang telah dipenjarakan 18 tahun sejak November lalu karena kasus kekerasan seksual, Vinod Johnny Kumar, 31, mengungkapkan pengalamannya.

Wisma perawatan penyandang disabilitas menuai sorotan setelah pemerintah negara terus menutup rumah hunian skala besar untuk mendukung penyediaan wisma perawatan bagi  kelompok penyandang disabilitas paralel dengan peluncuran Skema Asuransi Disabilitas Nasional (NDIS).

Pemerintah NSW telah mengkonfirmasi akan menaikan anggaran untuk memenuhi kebutuhan wisma bagi kelompok disabilitas hingga 2018 nanti.

Kebijakan itu juga berupaya memenuhi kebutuhan tambahan  25,000 pekerja di sektor perawatan penyandang disabilitas mulai sekarang hingga selanjutnya.

Juru bicara Departemen Keluarga dan Layanan Masyarakat NSW,  mengatakan lembaganya tidak bisa berkomentar atas kasus individual.

"Keamanan dan mutu perawatan penyandang disabilitas yang tinggal di wisma perawatan merupakan prioritas pemerintah NSW, semua klaim akan ditindaklanjuti secara serius,” janjinya.

"Semua insiden dan tudingan yang terjadi, akan diselidiki sehingga bisa diambil tindakan yang diperlukan.”

Penghuni wisma ingin diperlakukan sebagai individu

Direktur Eksekutif  Dewan Intelektual Disabilitas NSW, Aine Healy, mengatakan lembaga menerima banyak keluhan mengenai pelayanan di wisma disabilitas.

Kebanyakan keluhan mengenai mereka tidak memiliki pilihan untuk banyak hal serta kurangnya perawat yang memperlakukan mereka sebagai individu.

Healy mengatakan penting sekali memiliki tenaga perawat disabilitas yang memahami kompleksitas dari tantangan perilaku dan kesehatan mental penyandang disabilitas yang menjadi tanggung jawabnya.

Riset yang dilakukan  Universitas La Trobe pada 2012 yang dipublikasikan di Jurnal Internasional menunjukan ada masalah dalam wisma-wisma penyandang disabilitas.

Laporan itu menyebutkan di sejumlah wisma penyandang disabilitas penghuninya kerap diperlakukan sebagai ‘orang lain’, seperti anak kecil dan   bukan manusia.

"Kegiatan rutin dan keputusan lebih banyak diambil berdasarkan kepentingan staf pekerja bukan pada kebutuhan penghuni wisma, dan pekerja kerap lebih memusatkan perhatian pada benda-benda untuk penyandang disabilitas ketimbang pada diri mereka pribadi,” demikian tulis laporan itu.