ABC

“Kekasih yang tak Dianggap”: Ojek Online Minta Lebih Diperhatikan Pemerintah

Andika, 37 tahun, adalah salah satu pengemudi ojek online atau ojol di Jakarta yang merasa tarif angkutan ini terlalu murah.

Jika dibandingkan dengan ojek biasa, tarif dari Menteng ke Kelapa Gading yang berjarak lumayan jauh bisa mencapai Rp 50.000. Tapi dengan ojol, penumpang mengeluarkan tak sampai Rp 20.000.

Dalam sehari, Andika bisa menghabiskan 12 hingga 15 jam mengantarkan para pelanggannya ke penjuru kota Jakarta, tapi ia mengaku pendapatannya sudah jauh berkurang dibandingkan saat pertama kali ia menjadi pengemudi ojol dua tahun lalu.

“Dulu awal-awal bagus banget, saya bisa dapat Rp 15 juta sampai Rp17 juta sebulan, tapi sekarang paling mentok sebulan Rp 6 juta kotor,” katanya.

Dengan pendapatannya ini ia juga mengaku banyak terbantu dari sistem insentif bonus dalam sekali jalan yang diberlakukan perusahaan ojol, karena kalau tidak “hanya kebagian capek saja”.

“Pendapatan tidak nutup, padahal kan kita perlu dana buat sparepart, modal bensin, kuota, pula, operasional makan juga,” katanya.

Ojek Online
Mulai 1 Mei 2019, Kementerian Perhubungan RI menetapkan tarif baru berdasarkan zonasi dengan kenaikan sebesar 20 persen

ABC: Iffah Nur Arifah

Keluhan yang sama juga diakui oleh Indra, 41 tahun yang menjadi pengemudi ojol di kawasan Depok, Jawa Barat.

Saat ditemui Iffah Nur Arifah dari ABC Indonesia, ia mengeluhkan sepinya order yang masuk ke akunnya, padahal ia mengaku sudah mulai keluar mencari pelanggan sejak pukul 6 pagi.

“Sampai siang jam 1 ini, sudah setengah hari, masa baru dapat empat orderan?” kata Indra.

“Baru dapat Rp 20 ribu di saldo, jangankan buat makan dan kopi, ini modal bensin saja belum menutup,” tambahnya.

Indra sudah menjadi pengemudi ojol selama 2 tahun dan sama seperti Andika, ia pun merasa pendapatannya saat ini semakin berkurang.

“Dulu saya dapat bisa dapat Rp 250ribu – 300 ribu per hari, tapi kalau sekarang Rp 150 ribu aja sudah hebat banget,” katanya yang juga mengatakan pendapatannya hanya sekedar cukup menutup kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Selain berkurangnya tarif dari aplikator, ia juga mengeluhkan banyaknya jumlah pengemudi ojol yang menyebabkan pendapatannya berkurang.

Indra, pengemudi ojol
Indra menilai jumlah pengemudi ojek online perlu dibatasi agar persaingan sesama pengemudi tidak terlalu ketat.

ABC: Iffah Nur Arifah

Tapi kini, Andika, Indra dan beberapa pengemudi ojol lainnya mengaku menyambut baik upaya pemerintah yang menerapkan tarif baru ojol pada awal pekan ini, yang kenaikannya dipatok 20 persen.

Tapi Ketua Presidium Gabungan Roda Dua (Garda) Indonesia, Igun Wicaksono mengatakan besaran tarif yang ditetapkan belum sesuai aspirasi pengemudi ojol, yang berharap naik diatas Rp 2.400 per kilometer.

Sementara itu, dua aplikator ojek online yang beroperasi di Indonesia, Gojek dan Grab melalui juru bicaranya yakin jika kenaikan ini akan berdampak bagi konsumen dengan daya beli terbatas dan mereka mengatakan akan mempelajari dampak kenaikan tarif ini pada konsumen.

Pengemudi ojol lainnya, Syarief, 47 tahun, yang sudah beroperasi setahun belakangan, merasa senang akhirnya pemerintah turun tangan dalam mengatur tarif ojol.

“Kalau ada aturannya begini artinya ada payung hukum buat ojek online. Kita selama ini kayak ‘kekasih yang tidak dianggap’, cuma dibutuhkan doang tapi enggak diakui,” tuturnya.

Ia juga berharap pemerintah turut mengatur perlindungan hak pengemudi ojek online sebagai pekerja, yang menurutnya selama ini dalam posisi yang rentan diberhentikan atau dikenakan sanksi sepihak oleh perusahaan aplikator.

Ikuti berita-berita lainnya dari Australia dan Indonesia hanya di ABC Indonesia.