ABC

Kehidupan Pria Gay di Pedalaman Australia ternyata jauh dari Stigma

Kebanyakan pria gay memilih meninggalkan kota kecil kelahiran mereka agar bisa tinggal di kota besar agar lebih mudah mencari pasangan, merasa diterima dan punya hari-hari yang menyenangkan. Ternyata sebagian pria gay justru memilih sebaliknya, meninggalkan kota besar dan memilih tinggal di kota kecil di pedalaman Australia yang jauh dari hiruk pikuk kota yang sibuk. Lalu seperti apa kehidupan mereka disana?? Berikut kisah mereka kepada reporter ABC, Alana Valentine.

Cable Beach, Broome (Luke Redmond)
Cable Beach, Broome (Luke Redmond)

 
Kota Broome di Kimberley,  Australia Barat, merupakan salah satu kota pantai paling digemari di Australia yang terkenal dengan garis pantainya yang panjang dan juga gaya hidup yang santai.
 
Kota inilah yang akhirnya dipilih oleh Damien, sebagai tempat tinggalnya saat ini setelah meninggalkan Kota Melbourne yang ramai.  
 
‘Teman-teman saya di Melbourne tidak tertarik untuk tinggal di Broome, mereka kebanyakan suka berpesta jadi tidak terlalu berminat tinggal di kota kecil yang sepi dan terpencil seperti ini,”kata pria gay di Broome ini.
 
Kebanyakan warga di perkotaan tidak mau berkunjung ke daerah yang terpencil di Australia karena khawatir dan takut didiskriminasikan sebagai pencinta sesama jenis.  Namun hal tersebut menurut Damien tidak pernah dialaminya.
 
‘Saya tidak pernah sekalipun mengalami perilaku Homofobia di kota ini,” katanya.
 
“Saya bahkan tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Sebagai orang yang besar di Sydney, Brisbane dan Melbourne, saya sudah pernah berkali-kali dipanggil dengan sebutan tidak menyenangkan di kota itu, tapi selama tujuh tahun tinggal di Broome saya merasa benar-benar diterima sepenuhnya oleh masyarakat disini dan saya juga tidak perlu menyembunyikan identitas saya, jadi semua orang di kota ini tahu saya gay dan mereka tidak mempersoalkannya." tuturnya.
 
Apa yang dialami Damien bukan pengecualian, karena sejumlah pria gay lainnya juga mengemukakan pendapat yang sama. Mereka sepakat kalau mereka merasa diterima, dihargai dan bisa menjadi diri mereka sendiri di Kota Broome.
 
‘Saya pindah kemari karena hendak menjauh dari kehidupan sosial yang sibuk,” kata Terry,  pria gay lain di Broome.
 
"Namun memang kondisinya jauh berbeda dengan kota besar, kalau dulu saya biasa menghadiri acara pembukaan pertokoan atau klub malam, di Broome saya bisa menghadiri acara pembukaan event pasar unggas, jadi masih tetap sama sibuk dan menyenangkan,” katanya.
 
Meski ternyata jauh dari prasangka orang, ternyata kehidupan gay di kota kecil di pedalaman Australia sangat menyenangkan dan penuh toleransi. Namun kondisi ini tidak menghapuskan sepenuhnya perilaku atau sikap homophobia di masyarakat.
 
‘Saya pernah naik bus dan pria yang duduk di kursi depan bicara kepada saya,”Kami tidak ingin ada banci di mobil ini, “ tutur seorang pria gay lainnya di Broome, Adam. 
 
“Saya sangat terkejut dan tidak siap mendengat kata-kata itu diucapkan kepada saya," kata Adam.
 
Dan ketika saya menghampiri pria itu, dan dia langsung meminta maaf.
 
“Dan saya katakan,  Saya tidak butuh maaf Andam tapi Anda telah mempermalukan saya, diri Anda sendiri dan juga kota ini,”
 
‘Hal-hal semacam ini tidak akan hilang sepenuhnya, dan akan selalu ada karena pada akhirnya dunia memang belum masih belum terlalu toleran dengan pasangan sesama jenis,”
 
Dan ironisnya, sepertinya perilaku homophobia seperti ini sudah terinternalisasi dalam waktu lama.
 
"Jika saya pergi dan mengajak berbicara seseorang, mereka bisa jadi akan merasa tersinggung," aku salah seorang warga pribumi gay dari Yawuru.
 
"Saya pernah mengalaminya, jadi kita harus sedikit bijaksana tentang diri kita sendiri karena kita tidak bisa mendatangi orang begitu saja dan menanyakan apakah Anda dapat menaktirnya minum,”
 
Namun demikian tidak semua bersikap demikian. Ada juga warga yang bersikap toleran dan terbuka.
 
‘Seseorang yang saya kenal pergi ke Roebuck Bay Hotel dan bertanya dengan pria disampingnya, “bar khusus gay dimana ya?, dan pria itu menjawab, “Disini, tempat Anda berdiri,” katanya.
 
‘Jadi ada banyak warga di kota terpencil yang juga mengapresiasi kami,’ kata Terry.
 
Jadi tampaknya masyarakat di kota terpencil sekarang sudah mengalami perubahan seiring dengan pergantian generasi sehingga kini mereka menjadi lebih bisa menerima dan toleran. 
 
Dan meninggalkan ideologi tokenisme dan sebaliknya merangkul kebebasan dan memahaminya sebagai perayaan akan keberagaman.