ABC

Kasus Narkoba, Warga Australia Terancam Hukuman Mati di China

Warga Australia Peter Gardner mulai menghadapi persidangan kasus narkoba di China, Kamis (7/5/2015), dengan kemungkinan ancaman hukuman mati.

Peter Gardner (25 tahun) ditangkap di Bandara Guangzhou pada November 2014 saat akan boarding ke Sydney. Di bagasi miliknya petugas menemukan 30 kg sabu-sabu.

Pria yang memegang kewarganegaraan ganda, Australia dan Selandia Baru ini ditangkap bersama teman wanitanya, Kalynda Davis, yang kemudian dibebaskan setelah ditahan selama beberapa pekan.

Media setempat di Guangzhou menyebutkan kasus ini merupakan penangkapan narkoba terbesar selama ini di bandara tersebut.

Menurut pengacara Peter, Craig Tucker, persidangan mungkin saja berlangsung cepat dan keputusan vonis belum bisa diketahui.

Namun jika merujuk kasus-kasus sebelumnya, vonis Peter Gardner bisa saja berupa hukuman mati.

Menurut aturan hukum di China, siapa saja yang tertangkap tangan memiliki 50 gram atau lebih heroin atau sabu-sabu, terancam maksimal hukuman mati.

Peter Gardner kini tercatat merupakan satu dari sejumlah warga Australia yang sedang menghadapi kasus narkoba di China.

Warga Adelaide bernama Anthony Bannister kini sedang menunggu vonis setelah disidangkan Oktober lalu.

Menurut pihak Komisi Kejahatan Australia (ACC) meningkatnya penyelundupan sabu-sabu ke Australia disebabkan iming-iming keuntungan besar karena harganya yang lebih mahal di negara ini.

Disebutkan harga pasaran sabu-sabu di China sekitar 99 dolar/gram sedangkan di Australia mencapai 624 dolar.

Sedangkan harga perkilonya bervariasi dan bisa mencapai 325 ribu dolar (sekitar Rp 3,2 miliar).

Dalam persidangan kasus narkoba bulan Maret lalu, Pengadilan Guangzhou menjatuhkan vonis mati bagi Gao Chaoneng karena terbukti menyelundup 28 kg sabu-sabu, sedikit di bawah jumlah yang disita dari Peter Gardner.

Menurut ketentuan di Propinsi Guangdong, pelaksanaan hukuman mati dijalankan dengan cara disuntik mati.

Sejauh ini Pemerintah Australia tidak berkomentar dalam kasus Peter Gardner ini karena ia saat itu bepergian dengan menggunakan paspor Selandia Baru.