ABC

Kasus KDRT Terhadap Perempuan Indonesia di Australia Meningkat

Dari hasil temuan pusat multikultur untuk urusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dilaporkan kasus kekerasan yang dialami para perempuan Indonesia di negara bagian Victoria, Australia meningkat.

Hasil temuan tersebut diungkapkan dalam acara diskusi panel dengan tema penanganan kasus kekerasan rumah tangga (KDRT), yang digelar di kantor Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) di Melbourne, hari Selasa (9/12/2014) malam.

Diskusi ini menghadirkan pihak kepolisian Victoria dan In Touch, lembaga multikultur yang mengurusi kasus KDRT.

Sejumlah pemimpin komunitas dari warga Indonesia di negara bagian Victoria diundang, karena ada beberapa kasus KDRT yang melibatkan warga Indonesia.

"Di kalangan komunitas Indonesia, kasus KDRT ini jumlahnya meningkat. Saya tidak bisa mengatakan berapa pastinya, tetapi meningkat dan ini menjadi kekhawatiran kami," ujar Dinar Tyas, salah satu caseworker di In Touch.

Seminar KDRT untuk komunitas Indonesia di Melbourne.

Dinar menjelaskan beberapa tindakan yang bisa dikategorikan sebagai KDRT dalam hukum di Australia adalah kekerasan fisik, ancaman yang menganggu kejiwaan, ancaman dalam bentuk ekonomi, tindakan seksual yang memaksa dan menyimpang, mengucilkan pasangan dari bersosialisasi, melarang beribadah. Stalking, dalam bentuk menguntit, memata-matai pasangan juga bisa dikategorikan sebagai KDRT.

"KDRT yang kebanyakan terjadi adalah kekerasan suami terhadap istrinya, bisa juga sebaliknya, atau kekerasan orang tua terhadap anak, anak terhadap orang tua, bahkan kekerasan sesama saudara kandung," ujar Dinar.

Menurutnya juga, perempuan-perempuan Indonesia yang menikah dengan warga Australia menjadi sangat rentan menjadi korban kekerasan, karena dianggap tidak paham dengan hukum di Australia, tidak tahu kemana harus melapor, dan ini semakin dipersulit karena kemampuan berbahasa Inggris yang terbatas.

"Beberapa di antara mereka yang mengalami kasus KDRT ini memegang visa jenis migrasi pasangan ke Australia. Mereka kemudian diancam akan kehilangan visanya. Banyak juga yang tidak mau kembali ke Indonesia, karena berbagai faktor," ujar Dinar.

Oleh karena itu, lembaganya turut membantu bagaimana agar para perempuan tersebut agar tetap memiliki izin tinggal di Australia dan mendapatkan dukungan ekonomi, tanpa harus ketergantungan suaminya.

Sementara pihak KJRI di Melbourne ikut merasa tanggung jawab terhadap warga Indonesia yang menjadi korban KDRT.

"Salah satu fungsi dari keberadaan kami adalah untuk melindungi warga Indonesia disini, jadi kami ingin meningkatkan kepedulian soal kekerasan dalam rumah tangga," ujar Dewi Savitri Wahab, Konsul Jenderal RI di Victoria.

Menurut Dewi, beberapa korban KDRT enggan untuk membicarakan masalahnya dan mereka juga bahkan tidak tahu apa yang dikategorikan sebagai kekerasan domestik dalam kerangka hukum di Australia.

"Karena itulah diskusi malam ini dibuat, agar warga bisa meneruskan informasi ini dan tahu kemana harus melapor," tambah Dewi.

Kekerasan dalam rumah tangga di kalangan komunitas Indonesia dilaporkan meningkat.

Sementara itu pihak kepolisian mengatakan sepanjang tahun 2012 hingga 2014 telah terjadi lebih dari 65 ribu kasus KDRT di negara bagian Victoria. Banyak diantara kasus terjadi pada imigran, terutama yang menikah dengan kebangsaan lain.

Kepolisian Victoria mendorong mereka yang menjadi korban KDRT untuk tidak segan-segan melapor polisi lewat nomer telepon darurat 000.

"Kalau Anda mengalami atau mengetahui ada yang menjadi korban KDRT lapor saja, nanti akan kami selidiki. Siapa tahu apa yang Anda laporkan malah bisa memperkaya informasi dari kasus yang kami selidiki," ujar Detektif Megan Dodds dari Kepolisian Victoria.

Menurutnya pihak Kepolisian Victoria akan melakukan tindakan penyelidikan secara hati-hati sebelum mengambil tindakan dan mengutamakan keselamatan pelapor kasus.

"Kekerasan bisa terus terjadi jika para korban, terutama perempuan hanya diam dan menerima saja," kata Megan.

Ia juga menegaskan pentingnya agar korban KDRT tidak tinggal diam, karena saat melapor ke polisi, keamanan para korban dan saksi akan terjamin.