ABC

Karyawan Tidak Suka Waktu Kerja Fleksibel Dipaksakan

Saat ini semakin banyak perusahaan yang menawarkan karyawan jam kerja yang fleksibel, konon untuk keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik.

Namun, penelitian baru dari Universitas Melbourne menunjukkan bahwa pengaturan semacam itu mungkin tidak selalu bermanfaat bagi karyawan atau pengusaha manapun.

Edward Hyatt, kandidat PhD di Fakultas Bisnis dan Ekonomi Universitas Melbourne, mengatakan bahwa salah satu pengaturan kerja fleksibel yang umum adalah jam kerja satu minggu yang dipadatkan (CWW).

Ini melibatkan karyawan yang harus bekerja selama 10 jam sehari selama empat hari setiap pekannya.

“Cukup banyak orang telah memilih … bekerja lebih lama untuk hari yang lebih sedikit dalam seminggu karena bekerja paling baik untuk mereka,” katanya kepada ABC Radio Melbourne Jacinta Parsons dan Sami Shah.

Studi yang dilakukan oleh Edward Hyatt berfokus pada tempat kerja di AS yang memaksakan mekanisme CWW ke sepertiga stafnya.

“Apa yang kami teliti, khususnya, adalah sebuah tempat kerja dimana atasan memutuskan: ‘Anda tahu, inilah sistem yang akan memberikan hasil terbaik bagi perusahaan, dan kami pikir orang akan menyukainya karena kami telah mendengarnya bahwa jam kerja semacam ini adalah pilihan yang fleksibel dan orang pasti akan  menyukainya ‘, “katanya.

Namun, karyawan dalam jumlah yang cukup signifikan ternyata tidak menyukai pengaturan jam kerja yang dipadatkan (CWW) seperti ini, dimana 35 persen dari mereka melaporkan tingkat kepuasan yang rendah.

“Satu-satunya orang yang benar-benar senang dengan pengaturan ini adalah mereka yang tidak keberatan bahwa sistem itu menjadi sesuatu yang diwajibkan,” kata Edward Hyatt.

Sedangkan sisanya, “sistem ini tidak benar-benar cocok bagi mereka”.

Penghematan cuma sedikit

Perusahaan di pusat penelitian ini membuat perubahan pada jam kerja sehingga mereka bisa menutup beberapa bangunannya pada hari Jumat.

“Apa yang mereka coba lakukan adalah menghemat uang, terutama untuk keperluan utilitas,” kata Edward Hyatt.

“Kami mendapati bahwa mereka memang berhasil menghemat uang tapi sangat kecil dibandingkan dengan apa yang mereka harapkan.”

Analisis dari data cuti sakit karyawan di perusahaan itu menunjukan bahwa karyawan yang bekerja dibawah mekanisme CWW lebih cenderung mengalami kelelahan.

Selain itu, perpaduan antara karyawan yang bekerja dengan perbedaan waktu kerja menimbulkan tantangan jika berkaitan dengan hal-hal seperti penjadwalan rapat.

“Beberapa orang bekerja hanya delapan jam sehari dan yang lainnya bekerja 10 jam sehari dan bebas tugas pada hari Jumat,” kata Hyatt.

Perusahaan butuh ‘jam inti’

Edward Hyatt mengatakan penelitiannya menunjukkan bahwa menerapkan pengaturan waktu kerja yang fleksibel harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

Bos duduk di mejanya
Terserah manajer untuk memastikan jam kerja yang fleksibel tidak menghalangi kemampuan karyawan untuk melakukan pekerjaan mereka, kata Hyatt.

Pexels, CC0

“Mungkin akan terserah kepada para manajer untuk memastikan bahwa masalah koordinasi tidak akan muncul,” katanya.

“Jika benar-benar tidak mungkin untuk bekerja dengan jam kerja biasa, maka mungkin pilihan kerja yang fleksibel bukanlah cara terbaik untuk diterapkan sebagai pengaturan kerja yang utama.”

Dia mengatakan salah satu rekomendasi yang muncul dari penelitian ini adalah agar bisnis mengidentifikasi “jam kritis” bila dibutuhkan untuk beroperasi pada kapasitas penuh.

“Jadi mungkin memiliki seperangkat jam inti standar yang setiap orang harus ada secara reguler dan ini dipahami sebagai jam kerja normal,” katanya.

“Tapi kemudian memiliki sedikit ruang gerak di sekitar sisa jam kerja dalam seminggu, jadi mungkin 10 sampai 15 jam mereka bisa tetap fleksibel agar orang-orang bisa pulang lebih awal untuk melewatkan jam sibuk atau pergi menangani tugas sebagai orang tua.”

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.