ABC

‘Kangen Bali’: Bali Berharap Kegiatan Pariwisata Akan Kembali Mulai Juli

Dengan tingkat kematian akibat COVID-19 yang rendah dan sebagai destinasi wisata utama di Indonesia, Bali berharap akan menjadi daerah pertama di Indonesia yang dibuka dan beradaptasi dengan situasi baru di tengah pandemi.

Inilah yang diharapkan dan sedang dilakukan berbagai pihak di Bali, yang sama seperti banyak kawasan lain di dunia, perekonomiannya terkena dampak pandemi virus corona.

“Kita sedang merencanakan persiapan matang bagi pembukaan kembali Bali. Mudah-mudahan dengan kurva landai dan penurunan kasus, Bali akan dibuka kembali bulan Juli, lebih cepat dari daerah lain di Indonesia,” kata I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya, Wakil Ketua Percepatan Pencegahan, dan Pemulihan Dampak COVID-19 di Bali.

People lining up and carrying bags and boxes of food.
Diperkirakan lebih dari sejuta warga di Bali merasakan dampak pandemi virus corona pada perekonomian mereka.

Koleksi pribadi

Dalam percakapan dengan wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya hari Senin (11/5/2020), Gusti Ngurah Rai mengatakan optimistis jika Bali akan bisa dibuka kembali melihat situasi sejauh ini.

Angka penderita di Bali sejauh ini yang positif adalah 311 orang, dengan empat orang, yakni dua warga asing dan dua warga lokal.

Gusti Ngurah Rai mengatakan yang menjadi pantauan otoritas kesehatan di Bali adalah para pekerja migran asal Bali yang kembali dari luar negeri.

I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya salah satu pelaku wisata di Bali.
I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya salah satu pelaku wisata di Bali.

Foto: Supplied

Ada sekitar 20 ribu pekerja asal Bali yang menjadi awak kapal pesiar dan menurut Gusti Ngurah Rai, 14 ribu diantaranya sudah kembali.

Sama seperti kebijakan yang diberlakukan di Australia, setibanya di Bali para pekerja dikarantina di hotel selama 12 hari dengan biaya ditanggung pemerintah daerah setempat.

“Mereka dirantina di hotel sehingga lebih mudah dipantau, dan juga bisa lebih cepat pemulihannya bila memang mereka terkena virus, karena di hotel ada pola konsumsi yang sehat,” lanjut Gusti Ngurah Rai, yang juga Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) di Kabupaten Badung.

Sebagai kawasan wisata utama di Indonesia, Bali merasakan dampak besar ekonomi dari pembatasan pergerakan manusia yang hampir terjadi di seluruh dunia.

Secara keseluruhan menurut data yang dikumpulkan, 1.285.000 orang di Bali merasakan dampak ekonomi akibat virus corona.

“Di sektor perhotelan 300 ribu orang, transportasi 75 ribu orang, industri 360 ribu orang, perdagangan 550 ribu orang,” kata Gusti Ngurah Rai memberikan rinciannya.

Sejak 6 April lalu sudah terbentuk Kelompok Percepatan Pencegahan, dan Pemulihan Dampak COVID-19 di Bali guna mempersiapkan kawasan ini untuk membuka diri lagi.

Menurut Gusti Ngurah Rai, bila Bali dibuka kembali maka prioritas utama adalah membuka diri untuk turis asal dalam negeri, walau selama ini sumbangan turis luar negeri seperti Australia dan China sangat besar bagi perekonomian Bali.

Bali kini mempersiapkan protokol kesehatan yang akan membuat semua pihak yang berada di Bali merasa aman.

Gusti Ngurah Rai merasa yakin para turis Australia akan kembali lagi bila nantinya Bali dibuka.

“Masih banyak orang Australia yang tinggal di Bali. Mereka pasti akan memberi informasi mengenai keadaan Bali.”

“Kita juga akan menerapkan protokol kesehatan yang ketat karena kita tidak semua tidak mau akan ada gelombang wabah kedua,” katanya lagi.

Warga Australia yang masih berada di Bali pun telah ikut membantu warga lokal dalam menangani dampak pandemi virus corona.

Perubahan perilaku pelaku wisata sangat penting

Salah seroang pelaku wisata di Bali adalah Gede Ricky Sukarta, seorang ‘General Manager’ Villqa Kayu Raja, yang juga adalah Ketua Bali Villa Association.

Menurutnya, jika nanti Bali dibuka kembali untuk wisata, maka perilaku semua pelaku wisata harus berubah di tengah pandemi COVID-19.

“Konsep layanan baru harus diterapkan. Kalau saya menggunakan istilah friendly distancing yang harus diperkuat,” kata Gede Sukarta kepada ABC Indonesia.

Menurutnya selama bulan April tingkat hunian di berbagai vila di Bali sudah mencapai tingkat 10 persen.

Gede Sukarta, Ketua Bali Villa Association dan GM Vila Raja Kayu di Bali.
Gede Sukarta, Ketua Bali Villa Association dan GM Vila Raja Kayu di Bali.

Foto: Supplied

“Setelah pandemi masih ada beberapa hotel dan vila yang tingkat huniannya 10 persen, secara umum tamunya bule, kebanyakan dari Australia,” katanya.

“Selama ini pasar hotel dan vila di Bali didominasi pasar Australia,” kata Gede lagi.

Menurutnya, para tamunya sebenarnya sudah banyak yang ingin kembali, tapi masih menunggu dengan tidak sabar agar keadaan cepat membaik.

“Untuk 2020 masih ada yang melakukan pemesanan di vila saya untuk bulan Juni, sudah ada 20 persen, namun kami tidak tahu apakah akan mereka akan datang atau tidak, karena tergantung kebijakan pemerintah Indonesia, WHO dan negara asal wisatawan itu sendiri.”

Gede Sukarta mengatakan malah ada pelanggan tetap yang menginap di vilanya dan menyatakan sudah ingin segera kembali.

“Ada tamu saya dari Australia yang biasanya tinggal 3 kali setahun, bahkan melakuakn vido call ke reservation kami sambil nangis karena kangen bali katanya namun karena ada covid-19 ini dunai berubah,” katanya lagi.

Membangun ketahanan pangan di tengah pandemi

I Gede Dedi Kusuma yang menggerakkan pekarangan pangan lestari di Denpasar (Bali).
I Gede Dedi Kusuma yang menggerakkan pekarangan pangan lestari di Denpasar (Bali).

Foto: koleksi pribadi

Di tengah situasi pandemi dengan banyak orang yang tidak lagi bekerja muncul juga berbagai usaha dari kalangan masyarakat di Bali untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

Salah satunya adalah kegiatan yang disebut Pekarangan Pangan Lestari yang dilakukan oleh I Gede Dedi Kusuma bersama teman-temannya di Denpasar.

Bekerja sama dengan pemerintah setempat ditambah pinjaman lahan dari teman, mereka sekarang memiliki lahan yang ditanam dengan sayuran dan juga beternak lele.

Kebun Pekarangan Pangan Lestari berusaha mencukupi kebutuhan pangan sendiri di masa COVID-19 di Bali.
Kebun Pekarangan Pangan Lestari berusaha mencukupi kebutuhan pangan sendiri di masa COVID-19 di Bali.

Foto: Supplied

“Hasil ternak lele dan hasil kebun akan kami berikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kami juga mendapat bantuan bibit-bibit yang nantinya dibagikan kepada masyarakat. Semua gratis.” kata Dedi lagi.

Menurut Dedi Kusuma, dia dan teman-temanya sudah selama 10 tahun terakhir melakukan kegiatan sosial sebagai alumni SMA 1 Denpasar.

“Sebelumnya kami tidak mau diberitakan di media. Hanya baru kali ini kami mau didatangi wartawan, karena ingin menginspirasi, memotivasi warga supaya lebih dini menyadari, bahwa efek pandemi ini luar biasa,” kata Dedi.

“Ini berbeda dengan ledakan Gunung Agung, atau Bom Bali. Kami bergerak mulai dari pembuatan hand sanitiser pada pandemi masuk ke Indonesia, terus meyiapkan gizi dan APD untuk medis.” katanya.

Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di dunia lewat situs ABC Indonesia