Kamboja Dituduh Lakukan Penyiksaan Para Tahanan
Pemerintah Kamboja didesak untuk menutup delapan rumah tahanan yang para penghuninya ditahan tanpa keputusan pengadilan. Para tahanan itu dikabarkan juga mengalami siksaan. Rumah tahanan tersebut tadinya dimaksudkan berfungsi sebagai pusat rehabilitasi narkoba.
Namun, Joseph Anom, seorang direktur pada Human Rights Watch, menyatakan pusat tahanan tersebut dipenuhi orang-orang yang "tak diinginkan", seperti penduduk tunawisma, pekerja seks, dan kaum dengan disabilitas.
"Mereka tidak ditahan secara resmi, mereka tidak diadili, mereka tak punya hak mendapat pengacara, tidak ada banding," ucapnya kepada ABC.
"Mereka disingkirkan dari jalanan karena tak diinginkan. Mereka bukanlah gambaran Kamboja yang diinginkan pemerintah saat berlangsung pertemuan internasional atau sedang banyak delegasi tingkat tinggi," kata Anom.
Human Rights Watch menerbitkan laporan terkait isu ini, dengan mewawancarai 33 orang narasumber. Separuh dari 33 orang tersebut mengaku tidak menggunakan narkoba.
Dalam laporan tersebut dimuat laporan mengenai penyiksaan, kekerasan seksual dan kerja paksa. "Kita bicara dengan perempuan yang diperkosa," jelas Amon, "secara umum kondisinya buruk semua itu bukan penanganan medis yang sah untuk mengobati penyalahgunaan narkoba."
Human Rights Watch menyerukan agar lembaga donor internasional untuk Kamboja meninjau kembali posisi mereka. Organisasi ini juga mengatakan bahwa Kepolisian Australia membantu mendanai Kepolisian Nasional Kamboja, yang menangani dua pusat tahanan yang termasuk melakukan praktek penyiksaan tersebut.
"Mendanai dan mensubsidi institusi negara yang menangani pusat-pusat penahanan ini memungkinkan pemerintah Kamboja mempertahankan status quo," jelas Amon.