ABC

Jutawan Australia Kurang Beramal Dibandingkan Jutawan Amerika

Pemain-pemain besar di bidang bisnis di Australia, seperti Andrew Forrest dan Graeme Tuckwell ingin agar sesama jutawan di Australia lebih banyak beramal, seperti jutawan di Amerika Serikat.

Forrest dan Tuckwell termasuk jutawan yang sering beramal dalam jumlah besar.

Tuckwell, yang mendirikan perusahaan ETF Securities, tahun lalu memberi sumbangan sebesar 50 juta dollar pada Australian National University.

"Orang hanya akan beramal bila mereka memiliki sebuah proyek atau hal yang sangat mereka dukung dan gemari. Itulah yang terjadi pada kami," katanya.

Sedangkan Andrew Forrest, pemain besar industri tambang dan pendiri Foretescue Metals, menjadi orang Australia pertama yang bersumpah untuk menyumbangkan kebanyakan hartanya.

Forrest dan Tuckwell berharap bahwa dengan beramal terang-terangan, langkah mereka akan diikuti jutawan-jutawan Australia lainnya.

"Saya pernah diberitahu bahwa sejak kami mengumumkan itu, lebih banyak orang yang juga ikut terang-terangan, dan itu mendorong orang-orang lain untuk turut serta. Itu bagus, tapi di Australia, jalan masih panjang," ucap Tuckwell.

Forrest bercerita bahwa ia sendiri tergugah setelah melihat tokoh-tokoh seperti Bill Gates dan Warren Buffet dari Amerika dan Allan Myers yang juga dari Australia.

Mark Carnegie, pengusaha yang juga gemar beramal, bercerita bahwa yang menjadi pemicunya adalah anaknya sendiri, yang memiliki keterbatasan.

Carnegie meminta agar pajak warisan diterapkan di Australia.

"Saya rasa sudah ada struktur bagus seputar keringanan pajak, tapi saya juga merasa harus ada penalti terkait pewarisan uang dari satu generasi ke generasi berikutnya," ucapnya.

Lembaga amal Philanthropy Australia memperkirakan bahwa saat ini ada 3 miliar dollar (Rp 28 triliun) yang terseimpan dalam yayasan-yayasan non-pemerintah. Tahun 2011, jumlahnya sekitar 2 miliar dollar.

Setidaknya 5 persen dari jumlah itu disalurkan untuk amal tiap tahunnya.

Seiring makin banyaknya jutawan yang beramal terang-terangan, diharapkan orang Australia biasa pun makin murah hati.

Carnegie ingin agar Australia menandingi yayasan-yayasan milik perusahaaan di Amerika, yang nilainya kira-kira 22 miliar dollar. Sekitar seperempat dari jumlah tersebut disalurkan untuk amal tiap tahunnya.

Menurut Forrest, ada perbedaan budaya seputar amal antara Australia dan Amerika Serikat.

"Mereka cenderung mengelu-elukan tokoh yang suka beramal, maka bila anda sukses dalam bisnis anda diharapkan menjadi suka beramal."

Lucy Bernholz,  pakar bidang amal dari Stanford University, menyatakan bahwa Australia bisa belajar dari Amerika Serikat perihal pembangunan infrastruktur dan pengetanan peraturan keuangan.

Kanada juga punya cerita sendiri terkait amal. Dalam rentang waktu dua puluh tahun, yayasan-yayasan milik komunitas nilainya mencapai 4 miliar dollar. Biasanya para pekerja negara tersebut menyumbang melalui yayasan macam itu.