ABC

Jumlah Perokok di Indonesia Semakin Meningkat

Jumlah perokok di kalangan wanita menurun tajam dalam 30 tahun terakhir, namun di negara seperti Indonesia dan Timor Leste, jumlah perokok justru semakin meningkat.

Demikian terungkap dalam penelitian Institute for Health Metrics and Evaluation University of Washington di Amerika Serikat yang mengkaji tingkat perokok dari tahun 1980-2012 berdasarkan data dari 187 negara.

Timor Leste dan Indonesia menduduki peringkat pertama dan kedua dalam soal banyaknya jumlah perokok. Di Timor Leste, 61 persen penduduk merokok, sementara di Indonesia, porsinya adalah 57 persen.

Menurut penelitian ini, jumlah perokok secara keseluruhan meningkat dalam 30 tahun terakhir disebabkan karena meningkatnya jumlah penduduk dunia.

Sebenarnya secara persentase, mereka yang merokok menurun, yaitu sekarang ini 42 persen di kalangan wanita dan 25 persen di kalangan pria.

Tetapi karena jumlah penduduk dunia meningkat tajam dalam 30 tahun terakhir, angka perokoknya secara absolut lebih besar dibandingkan sebelumnya.

"Saya kira secara umum berita baiknya adalah di beberapa negara seperti Norwegia, Swedia, Kanada dan Meksiko, dan juga sedikit di belakang seperti di AS dan Australia, lumayan berhasil dalam menurunkan jumlah perokok di antara pria dan wanita," kata Dr Christopher Murray, penulis laporan tersebut.

"Namun berita buruknya adalah secara global, jumlah orang yang merokok sebenarnya meningkat karena bertambahnya jumlah penduduk," tambahnya.

Menurut peneltiian ini, setiap harinya 6 miliar batang rokok diisap, dengan rata-rata per orang mengisap 20 batang rokok.

Antara tahun 1980 sampai 1996 terjadi penurunan 'lumayan' dalam jumlah perokok, yang kemudian diikuti dengan penurunan cepat selama 10 tahun berikutnya.

Namun sejak tahun 2006, penurunan itu melambat karena adanya peningkatan perokok di kalangan pria sejak tahun 2010 karena meningkatnya jumlah perokok di negeri seperti Bangladesh, China, Indonesia, dan Rusia.

"Ada negeri seperti Indonesia yang memiliki persentase jumlah perokok kedua terbesar di dunia, dan mereka juga belum menandatangani konvensi mengenai pengontrolan produksi tembakau," kata Dr Murray.