ABC

Jokowi Terus Dibayangi Hashtag #2019GantiPresiden

Analis media sosial Ismail Fahmi mengatakan hashtag #2019GantiPresiden yang viral secara online dan offline telah mendapatkan momentum untuk menyatukan kekuatan oposisi menjelang Pilpres tahun depan.

Hashtag yang mendapatkan mention di Twitter lebih dari 110.000 kali hanya selang dua minggu setelah dimulai pada awal April, belakangan mulai dicetak di baju kaos, serta muncul dalam lagu dan sajian takjil berbuka puasa pekan lalu.

Viralnya hashtag ini, menurut Ismail Fahmi, sebenarnya didahului oleh menguatnya narasi Jokowi sebagai calon tunggal dalam Pilpres 2019.

“Para pendukung Jokowi gencar menyuarakan narasi Jokowi dua periode,” jelasnya kepada wartawan ABC Farid M. Ibrahim.

“Aktivitas mereka di medsos fokus mendiskusikan siapa yang layak mendampingi Jokowi sebagai calon wapres,” katanya.

Narasi yang sempat menguat tersebut kemudian ditanggapi oleh Mardani Ali Sera, politisi Partai Keadilan Sejahtera, yang tahun lalu memimpin kampanye pasangan Anies-Sandi yang mengalahkan petahana Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama.

“Hashtag #2019GantiPresiden itu sebenarnya biasa saja sampai ketika Presiden Jokowi sendiri menanggapinya dalam salah satu pidato di depan pendukungnya,” jelas Ismail Fahmi.

Presiden Jokowi secara terbuka memandang remeh hashtag ini saat berpidato di depan pendukungnya yang menghadiri pertemuan di Bogor, awal April lalu.

“Sekarang isunya ganti lagi, isu kaus. #GantiPresiden2019 pakai kaus. Masak kaus bisa ganti presiden? Yang bisa ganti presiden itu rakyat,” kata Jokowi.

“Kalau rakyat berkehendak bisa, kalau rakyat nggak mau nggak bisa. Yang kedua, ada kehendak dari Allah SWT,” tambahnya.

“Masak pakai kaus itu bisa ganti presiden? Nggak bisa,” ujarnya.

hashtag_republika.jpeg
Hashtag #2019GantiPresiden menemukan momentum dalam menyatukan lawan politik Jokowi.

republika.co.id

Pidato presiden inilah, kata Ismail Fahmi, yang justru menjadi bumerang dan terbukti mendongkrak viralnya hashtag tersebut.

Dengan menggunakan Drone Emprit, software yang dikembangkannya sendiri, Ismail mencatat terjadinya lonjakan mentin di Twitter sebesar 300 persen usai pidato tersebut.

Sejak itu, baju kaos #2019GantiPresiden semakin sering dipakai dan muncul dalam acara Car-Free Day (CFD) di berbagai kota.

Hashtag ini, kata Ismail Fahmi, secara efektif berhasil menyatukan seluruh oposisi di bawah satu narasi – yaitu mengalahkan Jokowi dalam Pilpres mendatang.

“Pada tahap ini mereka belum berbicara mengenai siapa kandidat yang akan diusung untuk mengalahkan Jokowi,” katanya.

Mulai dilarang dan ditindaki

Permasalahan ini tampaknya menjadi semakin serius terbukti dengan tindakan aparat terhadap massa yang mengenakan kaos #2019GantiPresiden dalam CFD.

Di Makassar, Sulsel, sejumlah orang dari kelompok yang menyebut dirinya Korps Indonesia dicegat saat memasuki arena CFD di kawasan pantai pada awal Mei lalu.

“Kami dicegat oleh petugas yang mengatakan di CFD tidak boleh ada kegiatan politik,” ujar Koordinator Korps Indonesia Abdul Gaffar seperti dikutip media setempat.

Mereka pun langsung protes karena pada kegiatan CFD sebelumnya para pendukung Jokowi juga melakukan kegiatan di CFD.

Dua hari sebelumnya di Pemkot Medan, Sumut, menerbitkan surat yang ditujukan kepada satuan polisi pamong praja Pemkot untuk menertibkan hashtag #2019GantiPresiden di CFD dan keramaian lainnya.

Perintah ini dikeluarkan oleh Sekretaris Daerah Kota Medan Ir. Syaiful Bahri yang secara khusus meminta petugasnya menertibkan pihak-pihak yang menggunakan dan menjual atribut politik #2019GantiPresiden, baik dalam CFD di Jalan Pulau Pinang maupun dalam kegiatan lainnya yang melibatkan banyak massa.

Presiden Jokowi sendiri pada pertengahan Mei lalu mengimbau agar perang medsos sebaiknya dihentikan.

“Di medsos kita sering lihat adanya hasutan, fitnah, berita bohong, ujaran kebencian yang kalau tidak waspada, ini bisa memecah belah bangsa,” kata Jokowi dalam acara Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Menurut Islamil Fahmi, para pendukung Jokowi di medsos telah berupaya keras mengimbangi hashtag #2019GantiPresiden.

Namun, katanya, banyaknya kelompok yang mengaku pendukung Jokowi membuat hashtag-hashtag lainnya yang dimunculkan menjadi tidak efektif.

“Saya melihat pendukung Jokowi tidak terkoodinasi secara baik dan muncul dengan beragam hashtag sehingga tidak efektif mengimbangi #2019GantiPresiden,” katanya seraya mencontohkan hashtag seperti #DiaSibukKerja, #Jokowi2Periode, dan lainnya.